PINGSAN

310 18 0
                                    

"Oh, iya. Kak Icha, tentang kejadian kemarin malam, Cacha minta maaf, ya kalau pertanyaan Cacha malah ngebuat Kaka tersinggung. Cacha cuma benar-benar mau berteman dekat sama Kak Icha. Boleh, kan?"

Icha diam sejenak. Meniti baik-baik ekspresi Cacha seolah mencari bukti dari kecurigaannya di retina gadis itu.

Dari gerak gerik dan caranya dia ngomong emang keliatan normal, sih. Kayak gak ada maksud terselubung gitu. Apa gue percaya aja sama ini anak? Dia kan emang protagonis di cerita ini.

"Ah, masalah kemarin, ya? Sans aja, sih Cha. Gue juga udah ngelupain kejadian itu," kata Icha dengan tampang biasa saja. Namun, ketika ia kembali menoleh ke Wonu, cowok itu malah memasang tatapan tak santai kepadanya seakan ia sudah melakukan sebuah kesalahan fatal.

Icha menaikkan alis kanannya bingung dengan mulut yang sedikit terbuka. "Lo kenapa, sih ngeliatin gue gitu banget? Kayak gak pernah liat orang cantik aja lo," cerca Icha dengan kepedean tingkat tinggi sembari mengibaskan rambutnya ke belakang bak seorang aktor iklan shampo. Sementara Wonu bergeming di tempatnya - membisu dalam waktu berjalan seolah membiarkan tatapannya yang bicara.

Icha menghela napas berat. Kesalahan apa lagi yang ia buat? Hingga perasaannya mengatakan kalau malapetaka terus berjatuhan menimpa tubuh mungilnya sampai membuat Wonu kali ini benar-benar sulit dipahaminya. Ketika sikap cowok angkuh itu lagi seindah musim semi, tiba-tiba dengan gampangnya dia malah berubah seperti dinginnya benua Antartika.

Icha lalu memamerkan senyuman manisnya. Menurutnya, setiap cowok yang melihat rekahan kedua sudut bibirnya yang tertarik sempurna seperti ini, pasti orang tersebut tak bakalan mampu berpaling untuk tidak memandangi wajahnya. Ya, Icha memang salah satu manusia paling merasa cantik diantara yang lain. Baginya, visualnya sebelas dua belas dengan IU.

Icha menepuk-nepuk pundak Wonu. "Dari tatapan lo yang kayak gitu aja, gue udah bisa baca maksud lo itu. Lo lagi jatuh cinta, kan sama gue?"

Wonu masih tetap diam dengan menatap tak santai pada Icha. Ini cegil unlimited beragam banget, ya tingkahnya.

"Lo gak usah pake acara ngelak lagi, oke? Berhubung wajah ganteng lo itu sedikit masuk dikriteria gue, jadi untuk perasaan lo itu bisa gue pertimbangin baik-baik. Tapi gue masih perlu waktu, ya buat ngasih lo jawaban," sambung Icha yang asal menyimpulkan. Sedangkan Cacha hanya senyum-senyum menahan tawa melihat godaan Icha yang tak ada habisnya.

Wonu akhirnya menghela napas juga. Memijati keningnya yang pusing sambil memejamkan mata karena kelakuan Icha yang begitu abnormal baginya. Ia kembali memandang wajah gadis yang memuakkan isi kepalanya itu. "Lo ini emang gak waras, ya? Bukannya minta maaf balik ke Cacha, tapi lo malah kecentilan gak bener," tutur Wonu mengungkapkan isi hatinya.

Cacha yang mendengar itu langsung melotot kaget. "E-eh, Kak Wonu gak boleh ngomong kayak gitu. Kak Icha gak perlu minta maaf, kok. Emang malam itu pure kesalahan Cacha," bela Cacha yang jadi merasa tidak enakan kepada Icha. Ia sampai mencoba meluruskan kesalahpahaman ini.

"Kak Wonu jangan marah-marah sama Kak Icha lagi, ya? Malam itu, emang pertanyaan Cacha yang salah, kok," ulang Cacha menegaskan pernyataan dengan memasang wajah memelasnya agar hati Wonu bisa luluh untuk tidak emosional berlebihan lagi.

Wonu lagi-lagi menghela napas berat. Kalau sudah Cacha yang meminta, dirinya mau tidak mau harus menuruti. Kemudian ia melirik gadis yang kali ini membuang wajahnya ke arah lain. Gadis itu tengah berpura-pura tidak mengetahui apa-apa.

Hah, Sabar Nu. Bentar lagi dia bakal menghilang dari pandangan lo.

Wonu kembali melihat Cacha. "Kamu tadi belum jawab pertanyaan Kaka. Kamu kenapa bisa ada di sini?"  Icha yang penasaran, memasang kupingnya baik-baik untuk mendengarkan jawaban gadis itu.

"Ah, itu ya ..." Cacha tampak berpikir keras mencari alasan.

"Jangan coba-coba bohong, ya Cha sama Kaka."

Cacha menghembuskan napas pasrah sembari menundukkan kepalanya lesuh. Ia kalah telak. Sejak kecil, Wonu memang selalu tahu kapan dirinya akan berbohong. Ia kemudian mengangkat wajahnya - berniat untuk jujur.

"Itu ... Cacha gak sengaja liat mobil Kak Wonu pas di jalan. Kak Wonu, kan kalau ke kampus, kalau bukan ke fakultas teknik, ya ke fakultas kedokteran untuk jemput Cacha. Tapi pagi ini, Cacha ngeliat mobil Kak Wonu jalan ke arah lain. Jadi Cacha coba ngikutin Kak Wonu. Maaf, ya Kak karna Cahca udah gak sopan sampai ngebuntutin Kak Wonu." Cacha mengambil jeda.

"Tapi awalnya Cacha gak ada niatan buat ngikutin sampai sejauh ini. Hanya pas Cacha ngeliat Kak Icha turun dari mobil Kak Wonu, Cacha jadi mikir. Karna Cacha udah salah semalam, apa sebaiknya Cacha minta maaf aja sekarang sama Kak Icha? Itulah kenapa Cacha jadi nekat ikutin Kak Wonu," lanjut Cacha panjang lebar.

"Jadi dari awal pertengkaran tadi di kantin, kamu udah ngeliat semuanya?" tanya Wonu. Cacha hanya mengangguk mengiyakan.

"Dahlah yang penting kamu gak kenapa-napa. Intinya, karna kamu udah lihat semua kejadian tadi, kalau ada yang ngeganggu kamu, harus dibalas, ya? Jangan kayak dia. Udah tolol, sinting, gak tau melawan lagi."

Mendengar hinaan tak berperasaan itu, Icha langsung melototkan matanya. "LO NYINDIR GUE?"

"Emang siapa lagi kalau bukan lo?"

"WONU BODOH! GUE BISA NGELAWAN, YA!"

"Iya-iya, lo bisa ngelawan sampai biarin barang-barang lo diambil, kan?" Wonu tersenyum remeh karena Icha kali ini kalah telak beradu mulut dengannya. Sedangkan Icha hanya dapat menggerutu kesal dengan sumpah serapah yang diberikan pada Wonu dalam hati.

"Cha, kamu mau langsung balik atau mau istirahat bareng Kaka dulu di sini?" Wonu bertanya kepada Cacha, lalu melirik ke Icha.

"Cha yang gue maksud ini Cacha, ya. Bukan cegil," sambung Wonu tak habis-habisnya menyindir Icha.

Icha menghela napas kesal sembari memutar bola matanya malas. "IYA GUE TAU KOK, COGIL!"

Mendengar dan melihat pertengkaran kecil itu, Cacha malah terkekeh pelan. "Cacha mau istirahat di sini dulu bareng Kak Icha, Kak. Gapapa, kan?"

Tanpa pikir panjang Wonu berkata, "Iya, gapapa. Tapi hati-hati, ya Cha nanti kamu kejangkit kegilaannya." Kemudian Wonu meraih pergelangan gadis itu. Melangkahkan kakinya mengajak Cacha ke jok belakang mobilnya.

"Kamu di sini aja. Di situ panas. Kalau si cegil, ya terserah dia. Dia pingsan pun bakalan gue biarin."

Belum sepuluh detik sejak Wonu berbicara barusan, tiba-tiba Cacha berteriak histeris, "KAK ICHA!" Lantas Wonu menolehkan pandangannya ke arah belakang - tepatnya di tempat Icha berdiri tadi.

Sejenak, tubuh Wonu membeku dengan pupil mata yang melebar kaget. Heh, dia beneran pingsan? Kemudian Wonu langsung menghampiri cepat gadis yang sudah terbaring di rerumputan itu.

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠ƷƸ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠ƷƸ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Votenya vreennnn. See you di chapter selanjutnya.

My Arrogant HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang