PART 10

20 8 0
                                    

-Happy Reading-
.
.
.

"Serahkan tongkat itu!" teriak seseorang. Ia berdiri di depan pintu yang sudah hancur. Diikuti beberapa orang di belakangnya. Orang tersebut berpenampilan layaknya penjahat. Ia mengenakan jubah hitam dengan tongkat sihir di tangannya.

Sang bibi segera menyerahkan tongkatnya pada Helena dan memintanya untuk pergi dari sana bersama Claudya. Si penyihir hitam sempat akan melayangkan sihirnya ke arah mereka berdua. Beruntung sang bibi segera mencegahnya.

Helena menggunakan kekuatan pengendali anginnya untuk terbang. Sementara Claudya menggunakan sihir pengendali awannya. Mereka segera menghilang dari pandangan.

Sang bibi terus bertarung sengit dengan si penyihir hitam. Sihir mereka saling mengimbangi. Sang bibi sempat kewalahan. Namun segera si bibi membalikkan keadaan.

Akhirnya si penyihir hitam kewalahan. Sihirnya tak mampu lagi melawan sihir milik sang bibi. Akhirnya si penyihir hitam berubah menjadi butiran debu yang berterbangan dibawa angin. Sang bibi tersenyum legah.

***

Helena dan Claudya membawa tongkatnya menuju kamar Claudya, di istana. Helena kembali ke dunia nyata. Ia segera mencari ibunya untuk mengambil mahkota rubi.

Helena mendengar bunyi peralatan masak di dapur. Ia berjalan ke dapur dan mendapati ibunya sedang memasak nasi goreng. Aromanya tercium sangat enak. Helena yang memang belum makan menjadi sangat lapar.

Helena melupakan tujuannya semula. Ia duduk di meja makan dan memakan dengan lahap makanan favoritnya. Sang ibu geleng-geleng melihat tingkah anaknya seperti belum makan berhari-hari.

Setelah makan Helena teringat tujuannya mencari sang ibu. Ia segera menceritakan segalanya kepada sang ibu. Sang ibu mengut-mangut mendengarkan cerita Helena.

Setelah cerita Helena selesai, ia dan ibunya bangkit menuju kamar sang ibu. Sang ibu membuka laci-laci lemarinya. Satu persatu laci-laci itu dibuka. Sangat jelas raut kepanikan di wajahnya. Tapi sang ibu tetap mencoba tenang.

"Kenapa bu?" tanya Helena melihat kepanikan terlukis di wajah ibunya.

"Mahkotanya Hel, mahkotanya." Sang ibu mencoba mengatur napasnya yang tercekat. "Mahkotanya hilang," sambungnya lagi dengan ekspresi yang semakin panik.

"Apa mungkin dicuri bu?" tanya Helena menerka.

"Ibu akan mencoba menerawang keberadaannya. Siapa tau mahkotanya masih ada di sekitar sini." Sang ibu menutup mata dan menempelkan ujung jari telunjuk dan jari tengah masing-masing tangan ke pelipis di samping telinganya. Helena memperhatinya gerak-gerik ibunya.

Sang ibu seketika membuka mata, "gawat Hel!"

"Gawat kenapa bu? Apa mahkotanya tidak ada?" tanya Helena penasaran.

"Iya ahkotanya dicuri."

"Hah dicuri? Sama siapa bu?"

"Ibu juga tidak tau. Tapi yang jelas mahkotanya tidak berada di dunia nyata."

"Apa pelakunya orang-orang yang ingin menangkapku itu, bu?"

"Mungkin saja. Ayo, kita harus segera ke dunia mimpi," kata sang ibu bergegas mengambil jubahnya dan bersiap membuka portal. Helena mengikuti sang ibu dari belakang.

Mereka sampai di taman belakang istana. Helena berpisah dengan sang ibu. Helena bergegas menemui Claudya untuk mengambil tongkat rubinya.

Helena membuka pintu kamar Claudya. Ia mengedarkan pandangan ke segala ke segala arah. Namun tak didapatinya Claudya. Helena bertanya kepada para prajurit. Tapi mereka tak mengetahui apapun tentang Claudya.

The Heir of Dream Kingdom  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang