SHADOW

57 11 2
                                    

.
.
.

Semua manusia ingin hidupnya selalu bahagia. Walaupun kisah bahagia juga perlu perjuangan. Begitu juga kisah dua insan yang sebentar lagi mengikat janji suci sehidup semati. Tak ada yang mengira jika Dilan mempercepat pernikahannya. Alasannya tentu sudah bisa ditebak, agar Mela tak bisa lepas darinya. Momen satu kali seumur hidup ini penuh dengan drama juga.

Bisa dikata Dilan harus ekstra kerja keras untuk meyakinkan papi Mahendra. Karena itu Dilan rela lembur dan pulang malam selama satu bulan ini. Dilan harus menyelesaikan segala urusan perusahaan Megantara dan juga beberapa usahanya. Lelah sudah pasti, apalagi dirinya akan segera berangkat ke Inggris bersama Mela bulan depan.

Tapi dari pada rasa lelah, tentu ada rasa bahagia, karena Mela selalu disisinya. Gadis itu setia memberi semangat dan selalu berada di kantor Megantara setiap siang. Tentu saja mengantar bekal makan siang, sekaligus menghabiskan waktu disela sela kesibukan Dilan.

"Sayang, ayo makan dulu." Mela sudah menyiapkan beberapa menu makan siang kesukaan Dilan.

"Baunya enak banget si yang, bikin aku tambah laper." Dilan memeluk Mela dari belakang.

"Ya udah, ayo makan sekarang." Dua manusia itu mulai menyantap makan siang. Hingga dua puluh menit hening.

"Yang udah siap ?" Ucapan ambigu Dilan membuat Mela berpikir.

"Siap apa ?" Mela dari pada bingung kan ya mending tanya.

"Siap menjadi istri dan ibu dari anak anak ku." Dilan kan hanya memastikan, padahal tanpa ditanya Mela pasti siap kan.

"Menurut kamu, aku siap ngga ?" Mela ganti bertanya.

"Sangat siap kan, tersisa 20 jam menuju sah." Dilan memang akan menikah dengan Mela besok. Tapi siapa sangka dirinya harus masih kerja hari ini.

"Itu udah tahu, lagian aku maunya nikah juga cuma sama kamu." Nah lho kata kata manis Mela membuat Dilan salting. Ada rasa panas di pipi dan lehernya.

"Duh calon suami ku merona." Mela memang sedikit berubah sekarang. Mungkin ketularan Dilan yang memang suka gombal.

"Sayang jangan manis manis, aku ngga tahan." Dilan beneran salting parah, debaran jantungnya mulai mengila.

"Manisnya sayang ku." Mela masih berulah, ditambah kecupan singkat di pipi. Dilan seperti melayang, sejak kapan Mela menjadi pintar seperti ini.

"Aku pulang ya, semangat kerjanya sayang." Mela terkekeh karena Dilan masih terbengong.

Saat pintu ruang Dilan tertutup baru kesadaran pria itu kembali. Astaga, benar benar menguji iman. Awas saja, besok malam. Senyum devil Dilan muncul begitu saja.

...

Aura kebahagiaan sangat terasa di masion Mahendra. Bagaimana tidak, besok adalah hari bahagia untuk putri satu satunya mereka. Sejujurnya masih tak menyangka anak gadis mereka menikah secepat ini. Mungkin rasa tak rela itu benar adanya. Mela sejak kecil sudah mandiri, bahkan sebagai orang tua Mahendra tak pernah ikut langsung mengurus Mela.

Belum puas bersama, kali ini ada sosok lain yang akan mengambil tanggung jawab Mahendra. Rasa sedih itu bergemuruh di hatinya, sebagai seorang ayah belum bisa maksimal memberi kasih sayang ke Mela.

"Papi nangis ?" Mela melihat Mahendra yang meneteskan air mata. Kebetulan mereka sedang berkumpul di ruang keluarga.

"Papi masih pengen meluk kamu sebagai anak gadis kecil, tapi besok kamu udah punya suami." Papi berkata jujur dengan keadaan hati seorang pria yang menjadi cinta pertama Mela.

SHADOW (✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang