"Siapkan kencana. Raja akan memberikan pidatonya secepat mungkin. Aku mau kepala itu di konvoi bersama Raja Osmon dan dipajang di atas gerbang Istana. Setelah itu temui aku di ruang kerjaku," perintahku pada Loren.
Istana Kama sangat kacau akibat pembunuhan massal yang terjadi. Empat prajurit telah membawa Silas dan temannya yang bernama Terra—Silas memanggil pria itu dengan nama Terra. Aku harus menjemput Raja, Ratu dan Putri Avira di ruang latihan pribadiku.
Ruang latihan pribadiku didesain memiliki dinding besi dan kedap suara sesuai dengan kebutuhanku. Aku menyuruh mereka berlindung di sana dan jika aku tidak kembali; mereka akan pergi melewati pintu rahasia. Aku melindungi mereka semampuku agar Kerajaan ini tetap aman.
"Pangeran Arran, kau tidak bisa melakukan ini!" Sang Ratu menghardikku ketika aku memberitahu rencananya. Aku telah mengantar mereka ke ruang latihanku saat matahari mulai terbit dari belakang Istana Kama.
Kukatup bibirku, tidak menjawab apa-apa. Sudah cukup banyak perdebatan tentang keselamatanku. Tidakkah mereka melihat bahwa aku siap mengorban diriku untuk keluarga dan kerajaan ini?
"Arran." Mata Raja Osmon menatapku khawatir tetapi tidak berkata apa-apa.
"Yang Mulia, kalian semua harus berlindung. Aku telah membuat rencana ini. Ini adalah satu-satunya rencana terbaik," balasku keras kepala.
Ratu Florina tampak tidak suka dengan keputusanku. Ia menampakkan kekhawatirannya layaknya sebagai ibuku. Dia bukan ibuku. Ibuku telah lama mati. Tetapi Ratu Florina adalah Ratu Kerajaan Sanja sekarang. Dia juga salah satu orang yang penting.
"Kau juga seorang Pangeran. Kenapa kau tidak membiarkan yang lain saja?"
"Yang lain sudah mati. Kesatriaku, Loren, pergi menjalankan misi," sahutku. Kepalaku menjadi panas karena memulai debat lainnya. Aku hanya ingin mereka mengikuti apa yang kukatan. Lagipula, ada pula keinginan kecilku yang ingin bertemu para pemberontak yang telah berhasil mengobrak-abrik kerajaan ini. "Aku lah satu-satunya yang tersisa," ucapku kemudian mengernyitkan dahi.
Putri Avira, adik tiriku, yang sedari tadi diam gelisah dengan menggigit bibir akhirnya bersuara, "Pangeran Arran, kau memang adalah seorang Serigala." Ia sengaja melambai-lambaikan tangan kanannya yang menampilkan tanda Burung Hantu. "Tetapi ingat, kau juga seorang Pangeran Mahkota!"
Senyum kecil di bibirku melihat Avira. "Karena aku seorang Pangeran Mahkota, aku harus melindungi Kerajaan Sanja. Aku harus membuktikan aku mampu untuk memimpin dalam beberapa tahun ke depan."
Avira mengernyit. Ia tidak suka dengan bagaimana aku menggunakan alasannya menjadi tameng untuk diriku sendiri. Tidak berapa lama, matanya membelalak, mengerti dengan motivasiku.
Aku menyeringai. Mataku pergi ke ayahku. Mata itu mengeras menjadi keseriusan, "Jika kita berhasil melewati ini, aku berharap aku dikenal oleh rakyatku."
Untuk sesaat semua terdiam. Mata ayahku membesar karena permintaanku. Setiap Pangeran Mahkota dapat memilih kapan ia bisa dikenalkan kepada rakyatnya. Raja-raja sebelumnya biasanya memilih ketika raja sebelumnya mati atau berumur matang dan siap. Tetapi aku tidak akan melakukannya. Aku mau dikenal setelah ini.
Tandaku Serigala. Aku Serigala yang sangat kuat. Semua orang di istana tahu itu. Misiku adalah memperkuat kekuatan kerajaan agar mereka tahu bahwa keturunan Raja Osmon adalah seorang raja yang pantas. Aku sudah cukup dengan orang-orang yang menjelek-jelekkan Kerajaan Sanja dan berkata kerajaan ini lemah. Kerajaan ini, kuharap, akan cukup kuat dengan kehadiranku.
"Tentu saja, Pangeran, tentu saja." Raja Osmon membalas dengan anggukan.
"Karena itu, aku harus pergi, Yang Mulia. Aku harus membuktikan pada rakyatku. Memberi kekuatan pada kerajaan kita," ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Song of Winged Messanger #1
FantasyThe Protector and The Rebel Silas, perempuan. Terlahir berbeda di dunia penuh Tanda di pergelangan tangan. Ia terlahir tanpa Tanda, ia terlahir sebagai prajurit dan juga anak dari pemimpin kelompok yang ingin menggulingkan kerajaan. Arran, putra mah...