23. Silas

1 1 0
                                    

Kekhawatiran melingkupiku untuk beberapa hari. Aku yakin sekali Arran akan berbuat sesuatu mengenai Tanda-ku. Tetapi beberapa hari ini tampak tenang. Ia tidak pernah datang mencariku lagi meskipun hatiku berdebar-debar setiap aku pergi ke gang dimana Arran dan Loren menemuiku dan Terra. Aku yakin dia pasti berbuat sesuatu. Tetapi aku berharap ia lupa denganku, ia terlalu sibuk dengan mengurus kenaikannya menjadi raja untuk memikirkan tentangku.

Dan anehnya, aku tidak bisa berhenti pergi gang itu. Aku merasa Arran seperti luka atau bengkak di badanku, aku tahu jika kupegang atau kutekan sakit tetapi aku tetap melakukannya. Berharap bahwa bengkak atau luka itu tidak sakit lagi.

Otakku berpikir untuk melepas segala harga diriku dan memohon kepadanya agar melupakan segalanya. Atau aku harus membunuhnya?

Tetapi ia tidak pernah memunculkan wajahnya lagi dan setiap harinya aku semakin gugup dan panik.

Selain itu, Heyna semakin hari semakin aneh. Kapanpun aku bertemunya, wajahnya menampilkan kekosongan tetapi ia selalu membisikkan namaku. Ia membisikkan "Silas pergi" berkali-kali.

Ketakutan juga melingkupi hatiku karena aku semakin sering bermimpi aneh. Bahkan saat-saat yang mengerikan adalah aku tidak ingat bahwa aku tertidur atau bahkan aku tidak tertidur. Hanya termenung dan aku bermimpi hal itu.

Aku mencoba pergi ke rumah Hana di Bukit Merpati tetapi rumah itu telah kosong, tidak berpenghuni. Hana telah pergi dari sana.

Aku sedang duduk di gang dimana aku dan Arran pertama kali bertemu. Rasanya muak ketika aku berada di bar dan melihat Heyna juga menjadi aneh. Aku menatap langit dan membayangkan seandainya ada Terra di sampingku. Ia bisa membantuku untuk memecahkan segala kekhawatiran dan kepanikanku.

Mungkin dia akan berkata, kau terlalu banyak berpikir, Silly!

Aku tidak pernah menyukai panggilan asing itu tetapi hanya Terra yang memanggilku seperti itu dan itu membuatku rindu padanya.

Untuk beberapa saat, keadaan menjadi hening. Burung-burung Merpati yang bersuara di atasku mendadak berhenti dan dia hinggap dalam diam di atap rumah. Seluruh badanku membunyikan alarm.

Sebelum aku tahu, aku sudah berdiri. Aku hanya membawa pisau kecilku tetapi itu bukan masalah. Aku Silas. Aku bisa membunuh meskipun tanpa senjata.

Aku bisa merasakan seseorang mengawasiku dan menakuti para burung-burung di atas sana. Aku sudah siap ketika orang itu melemparkan pisaunya padaku, aku menunduk menghindari serangannya. Pisaunya menancap di salah satu rumah kayu di sampingku.

Di depanku kini aku melihat orang itu mengenakan pakaian hitam yang menutupi seluruh tubuhnya. Hanya mata kecoklatan terangnya yang tersisa.

Ia kembali mencoba menyerangku dengan pisau lainnya dan sekilas aku bisa lihat bahwa pisaunya tajam dan cukup panjang untuk menusukkannya hingga mengenai jantungku. Dia mau membunuhku, kusimpulkan, dan aku nyaris tertawa.

Ia lebih tinggi dariku dan berusaha untuk menjatuhkanku. Ia mengangkat pisaunya dan aku melindungi dadaku, tetapi ia tidak mengarahkan itu pada dadaku alih-alih ujung tumpul pisaunya dipukulkan pada kepalaku. Dengan cepat, aku memiringkan kepalaku, merasakan hembusan dan tangan yang tertutupi sarung tangan hitam itu melewati kepalaku.

Aku terdiam hanya sedetik dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi sebelum ia menyerang lagi.

Kami masih bertarung saat akhirnya aku melompat dan bertumpu pada bahu musuhku itu. Kemudian tubuhku berputar di udara sembari tanganku dengan cepat melepas kain hitam yang menutupi wajahnya. Aku jatuh di atas kakiku tepat di depannya.

Mataku menatap wajah pria berpakaian hitam itu, mengenalinya dengan jelas. Aku tersenyum sedih dan tipis.

Dia tidak mau membunuhku. Dia mau menculikku dan membawaku ke Arran. Aku menduganya karena aku mengenali gerakannya yang tertahan seakan-akan mencoba untuk membekukkanku tanpa melukai.

The Last Song of Winged Messanger #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang