Dingin. Aku merasakan dimanapun rasanya seperti es. Badanku dingin akibat amarah yang kurasakan. Rasanya otakku beku dan menolak untuk berpikir apapun sampai aku mencairkannya.
Lima jam setelah kaburnya dua pemberontak paling berbahaya di seantero Sanja. Lima jam setelah pencarian besar-besaran dilakukan tetapi tampaknya kedua orang itu telah menghilang sama sekali. Aku memejamkan mata, menduga-duga kesalahanku.
Keadaan sangat kacau begitu lima orang terakhir dieksekusi. Mereka berharap putri Axis melanjutkan revolusinya. Teriakan-teriakan itu masih menggema di telingaku, mengantarkan kemarahan yang semakin menyala. Butuh waktu satu jam penuh untuk mendamaikan keributan yang terjadi, orang-orang yang mendukung sisi lain langsung dibunuh di tempat, tidak mengindahkan kata Raja Osmon untuk sebaiknya di penjara menggantikan dua penghuninya yang kabur. Tidak ada lagi kelonggaran untuk mereka yang tidak senang dengan keluarga kerajaan. Namun, banyak juga pendukung sisi lain kabur.
Aku bahkan tidak mau berpikir kalau kejadian itu tidak mungkin terjadi jika Silas dan Terra bisa dieksekusi sore tadi seandainya aku mendapat izin dari Raja Osmon. Sebenarnya, aku tidak mau berpikir tentang Silas sama sekali.
Ketukan di pintu ruang kerjaku menyadarkanku dari kemarahan yang berkecamuk di kepalaku. Aku terduduk dengan sebuah bolpoin di tanganku yang telah nyaris kupatahkan. Langit telah menggelap beberapa jam lalu dan setelah aku memerintahkan prajurit untuk mencari dua kriminal itu, aku hanya duduk dengan selembar kertas putih kosong. Aku tidak ingin menulis, aku hanya sedang berfokus untuk menetralkan emosiku. Aku menatap ruang kerjaku yang tidak pernah rapi semenjak pemberontakan pertama terjadi. Aku mungkin tidak akan membersihkannya. Aku mendesah dan menyuruh siapapun orang di luar untuk masuk.
Seorang pria berumur pertengaan tiga puluhan dengan wajah yang tersayat di pipi kanan dan dahi sebelah kirinya masuk. Matanya seakan-akan berumur melebihi umur lima puluh akibat duka yang diterimanya. "Yang Mulia Raja Osmon menyuruhku kemari, Pangeran."
"Bagaimana keadaan di luar, Jenderal?"
"Semua telah tenang. Keributan telah diatasi. Orang-orang yang menginisiasi keributan telah dimasukkan telah dibunuh dan mayat-mayatnya telah dibersihkan dari halaman istana."
"Apakah ada tanda-tanda dimana dua tawanan itu?" tanyaku walaupun aku sudah tahu jawabannya.
Wajah Jenderal sedikit frustasi sebelum berkata, "Tidak ada, Pangeran Arran. Mereka seperti hilang begitu saja. Dugaan saya adalah mereka pergi ke tempat ramai di ibukota, nyaris tidak mungkin untuk mencarinya satu-satu. Tidak mungkin mereka keluar dari Kama dalam waktu singkat sebelum keamanan ditingkatkan."
"Kapan tepatnya keamanan kita ditingkatkan, Jenderal?"
"Setengah jam setelah keributan terjadi. Mereka pasti telah keluar dari istana saat itu karena tidak ada yang melihat mereka. Tetapi tidak ada laporan dari prajurit yang melihat mereka pergi dari Kama. Saat itu, seluruh pintu masuk dan keluar Kama telah dijaga ketat," balas Jenderal.
Aku tersenyum kecut, "Mereka tidak akan jauh-jauh. Mereka akan menyiapkan serangan-serangan lagi."
"Apa yang harus kulakukan, Pangeran?" Seluruh badan Jenderal menegang akibat ucapanku. Aku melihat matanya teguh dan penuh kesigapan.
Perang ini tidak akan pernah selesai, pikirku.
"Tingkatkan pengawasan pada Istana Kama. Mereka akan mencoba masuk lagi untuk mengambil alih istana, tempat ini satu-satunya tempat yang belum pernah mereka invansi. Seluruh pemimpin kota dan prajuritnya harus tetap berada di kota-kota mereka, tidak boleh ada yang kembali ke Kama tanpa persetujuan. Kita harus menjaga kota-kota lain, kalau tidak Sanja mungkin terpecah dengan kita yang mundur ke Kama. Kemudian, aku mau seluruh Ibukota di jaga ketat, di bagian paling ramai sekalipun. Jika ada dua orang mencurigakan, tangkap mereka," jelasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Song of Winged Messanger #1
FantasiThe Protector and The Rebel Silas, perempuan. Terlahir berbeda di dunia penuh Tanda di pergelangan tangan. Ia terlahir tanpa Tanda, ia terlahir sebagai prajurit dan juga anak dari pemimpin kelompok yang ingin menggulingkan kerajaan. Arran, putra mah...