Black Card

686 54 1
                                    

"kak, sampai kapan kita akan berpindah-pindah begini? Ini sudah tiga bulan sejak kakak kabur darinya. Hari perkiraan lahirmu semakin dekat, akan bahaya jika kau terlalu lelah"

Jeonghan tak menghiraukan ocehan adik yang selalu mengekornya sejak mereka di panti asuhan dulu. Bahkan hingga usianya 28 tahun gadis yang tiga tahun lebih muda darinya itu selalu bersamanya.

"Kak! Kau mendengarkan ku tidak sih?!" Seungkwan yang gemas mendekat duduk di depan Jeonghan yang sedang merapihkan nakas.

"Sudahlah, berhenti berbicara tentang hal yang sama. Karena jawabanku juga tetaplah sama! Memang ibu mana yang mau memberikan putranya hanya demi uang?!"

"Tapi kakak yang memulainya! Kakak yang sendiri yang menikah dan membuat kesepakatan dengannya! Jika tak mau berakhir seperti ini kenapa kakak tak memikirkan kemungkinan hal seperti ini sedari awal?!"

Jeonghan yang tersulut emosi membanting tas selempang yang sedang ia periksa isinya. Hingga benda yang ada didalamnya berhamburan ke lantai. "Kau pikir apalagi yang ada dalam pikiranku jika mendapat masalah beruntun yang berhubungan dengan uang? Kau pikir tanpa dia kita bisa membayar pengobatan ibu kepala panti dan memberikan uang tebusan agar tanah panti tak digusur?"

"Tapi kakak ingkar! Kakak kabur setelah tau kakak mengandung seorang anak laki-laki seperti harapannya! Akan lebih mudah jika kakak tetap bersamanya dan membiarkan Choi Seungcheol merawat bayimu! Lihat kita sekarang! Karena kakak kabur kita tak bisa kembali ke panti karena kakak takut ketahuan! Kita harus berganti-ganti tempat tinggal! Dan uang kita semakin sedikit kak!"

Jeonghan menutup matanya demi menahan emosi. Tangannya meraba perut besarnya karena sedikit nyeri. Akhir-akhir ini ia selalu bertengkar dengan Seungkwan tentang perkara yang sama.

"Aku tak memintamu untuk tetap bersamaku Kwan," Jeonghan memelankan suaranya agar tensi diantara mereka mereda. "Kau bisa kembali pada Vernon tanpa perlu khawatir padaku. Aku akan baik-baik saja,"

Seungkwan berdecak. Ia sadar tak seharusnya ia mengajak Jeonghan berdebat sedang perut kakaknya sudah sangat besar. Ia lalu menggenggam tangan Jeonghan, "bagaimana aku bisa membiarkan kakak sendirian dengan kondisi seperti ini?"

"Maka itu tenanglah, dan jangan bicarakan tentangnya lagi. Kau tak perlu khawatir, uangku masih cukup untuk menyewa apartemen ini dan biaya persalinanku. Aku janji, ini perpindahan kita yang terakhir"

Seungkwan mengalah dan menenangkan hatinya dengan senyuman kecil. Ia lalu membatu sang kakak merapihkan isi tas yang berantakan.

Tak ada yang menarik dari isi tas Jeonghan. Hanya beberapa alat rias, dompet, charger, dan buku tabungan. Ia membuka buku itu lalu menghela nafasnya melihat isinya yang tidak begitu banyak. Benar kata Jeonghan, setidaknya uang itu cukup untuk membayar sewa apartemen dan persiapan persalinan Jeonghan.

Ingin sekali Seungkwan menghubungi Vernon dengan nomor barunya dan meminta bantuan kekasihnya itu. Tapi tidak bisa mengingat kekasihnya itu masih kerabat suami Jeonghan.

Matanya lalu memicing saat melihat benda serupa kartu kredit yang tak jauh dari kakinya. Seungkwan melotot saat tau kartu itu hanya dengan melihat warnanya.

"Kak Jeonghan, kau masih memiliki black card?"

Jeonghan mendelik dan langsung merampas benda itu dari tangan Seungkwan lalu memasukannya ke dalam laci nakas.

"Jangan sentuh kartu itu apalagi memakainya. Ini salahku karena hanya mengembalikan satu blackcard miliknya dan melupakan yang satu ini"

"Tapi kak!"

"Diam Seungkwan!"

=======

Buagh!

Buagh!!

Short story JeongcheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang