Chapter 1

142 9 0
                                    

Kai's POV

Namaku Kailin Hanabi, aku seorang anak laki-laki berusia 12 tahun. Jangan bingung mengapa nama ku seperti perempuan, itu karena dulu Ibu ku berkata bahwa Ayah memberiku nama saat aku didalam kandungan tanpa tahu jenis kelamin ku. Hanabi arti nya kembang api, Ayah memberiku nama ketika ia teringat waktu dimana ia bertemu dengan Ibu, disaat festival kembang api di pusat kota pada tahun 2004.

Ibu menceritakan semua nya padaku karena tak ada tempat bercerita bagi nya selain anak laki-laki tak berguna yang dulu berusia 5 tahun.

Ibu meninggal dunia 4 tahun yang lalu, disaat hari ulang tahun ku yang ke 8 tahun, beliau belum mengucapkan selamat ulang tahun padaku karena sibuk dengan penyakit nya.

Sebagai ganti dari nama itu, aku mendapat nama panggilan Kai. Sedikit lebih terdengar seperti anak laki-laki, kan?

Pada saat Ibu meninggal, aku tak tahu apa itu meninggal, aku hanya tahu bahwa Ibu tertidur di ranjang nya seperti biasa, namun kepala desa berkata bahwa Ibu tidur untuk selama nya. Detik itu juga aku menangis dengan keras, sadar bahwa Ibu tak akan hidup kembali. Aku menangis sampai kedua mata ku membengkak dan sakit, berhari-hari aku menangis sampai air mata ku habis dan mata ku tak bisa terbuka karena bengkak nya cukup besar.

Ibu yang melahirkan ku sudah tak ada lagi, aku tak memiliki kerabat ataupun saudara, lebih tepat nya aku tak tahu, Ayah yang seharusnya bekerja untuk menghidupi keluarga tak ada kedatangan nya. Aku diungsikan ke rumah kepala desa selama tiga bulan, dalam bulan-bulan itu aku merasakan hangat nya keluarga utuh, ada peran Ayah, Ibu dan saudara kandung. Tapi tentunya itu hanya sekejap, dimalam tahun baru ketika semua orang dirumah itu pergi untuk merayakan kembang api—aku dirumah bersama seorang Paman dari keluarga kepala desa.

Seorang paman yang mungkin usia nya sekitar 30an, Pak kepala desa menitipkam ku pada paman itu, aku pada saat itu tak mengerti mengapa Pak kepala desa tak juga membawa ku bersama melihat kembang api, namun sekarang aku paham bahwa tak ada kepala keluarga yang ingin merusak suasana bahagia keluarga nya dengan membawa seorang anak dari luar.

Aku yang pada saat itu murung pun hanya terdiam dikamar duduk menatap buku cerita yang sudah kubaca berulang kali sampai-sampai aku hapal alur jalan cerita nya, di jam 12 malam ketika kembang api dinyalakan aku bisa mendengar semua ledakan itu terbang menghiasi langit, aku mengintip dari balik jendela untuk melihat kembang api.

Jadi ini yang dipikirkan Ayah ketika menamai ku, suara bising dan cahaya.

Aku mendengar suara pintu diketuk, paman masuk tanpa ku persilahkan. Itu adalah malam dimana peristiwa itu terjadi.

"Ada apa, Paman?"

"Kai sini dong deketan, Paman mau ngomong."

Perbincangan awal dari sebuah mimpi buruk, Paman meraba bagian bawa tubuh ku dan dalam sekejap membuka celana ku dan memperlihatkan bagian yang seharusnya tak terlihat, aku mematung ketika tangan Paman aktif bergerak meminjat bagian privasi ku.

Aku teringat pesan Ibu yang mengatakan bahwa ada bagian tertentu yang tak boleh orang lain sentuh dari tubuh ku.

"Aaaaaakkkkhhh!!! Tolong!!!"

Aku berteriak sampai tenggorokan ku sakit, namun Paman lebih dulu menutup mulut kecil ku dengan telapak tangan besar nya.

"Heh, diem anak kecil. Jangan ngelunjak sama orang tua."

Ketika satu jari Paman masuk kedalam anus ku, air mata yang keluar ketika hari kematian Ibu saat itu banjir kembali, aku ketakutan, apa orang dewasa semenjijikan ini? Tak sampai disitu, Paman membuka celana nya sendiri dan memperlihatkan ku alat kelamin nya, mata ku otomatis tertutup rapat karena tak ingin melihat hal mesum itu.

Makan Malam Bersama AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang