Author's POV
Rakel lahir dikeluarga yang kaya, tinggal dirumah besar dengan suasana hangat dan mendapatkan kasih sayang yang tak terhingga, setelah meninggal nya Fara hanya ada Rakel yang tersisa sebagai anak tunggal—apapun yang Rakel minta bisa didapatkan dengan mudah bak menjentikan jari.
Dengan didikan orang tua yang lebih condong memanjakan anak, bisa dipastikan Rakel akan menjadi anak manja dan selalu mengandalkan privillage yang ia punya. Namun, semua itu tak terjadi karena Rakel diam-diam menjadikan Ayah dari sahabat nya sebagai panutan.
Menggelikan memang, tapi itu lah kenyataan nya. Sedari kecil, ia diurus oleh Ibu dan beberapa pelayan yang bekerja dirumah nya—ia selalu mendapatkan nyanyian dan hadiah mewah di setiap hari ulang tahun nya.
Awal nya ia berpikir, hidup nya sangat menyenangkan dengan keluarga yang berkecukupan dan keinginan yang langsung terwujudkan, ia berencana untuk hidup dengan mengikuti alur yang sudah keluarga nya atur. Namun, hal yang mudah didapatkan ternyata lama-lama membosankan.
Ia ingin menjadi pria seperti Johan. Pria yang penuh kasih sayang namun tak menghilangkan kesan gagah nya.
Ayah Rakel memiliki tempat gym yang terletak ditengah kota, tempat yang pernah didatangi Kai sekali. Ayah Rakel bukan lah seseorang yang gemar berolahraga atau yang berambisi membangun otot tubuh, itu hanya salah satu bisnis nya selain tempat gym Ayah nya juga memiliki beberapa Resort dan Hotel. Dengan banyak nya properti yang dimiliki, Rakel sudah seperti tuan muda.
.
.
.
.
."Mau?"
"Apa ini?"
"Roti kismis, Papa baru pulang dari Turki." Rakel menyodorkan sebungkus roti ke hadapan Kai yang kini sedang sibuk dengan buku ditangan nya.
Kai menerima roti itu dengan senang hati, "Terimakasih, ya."
"Biasa aja." Rakel membuang muka ketika Kai tersenyum pada nya, ada yang bilang bahwa semakin erat persahabatan maka akan semakin kasar kata yang digunakan, bahkan hinaan sudah seperti pujian—tapi Kai tak seperti itu, Rakel yang tak suka berbicara terkadang berpikir apa persahabatan mereka tak seerat yang dia bayangkan.
Rakel yang jarang berbicara dan Kai yang hanya berbicara hal penting.
Kematian Fara berdampak besar pada kehidupan Rakel.
Kai memakan roti itu dengan perlahan, melihat Rakel yang kini duduk dihadapan nya sembari menyilangkan tangan membuat nya mengerutkan dahi. "Kamu mau ngomong sesuatu?"
Rakel menghela napas, Kai memikiki kepekaan yang besar terhadap nya.
"Gua hampir lupa suara Fara.""Lupa itu salah satu sifat manusia, wajar." Kai meletakkan buku yang ada ditangan kiri nya ke meja, kini sepenuhnya memberikan Rakel perhatiannya.
"Nggak wajar kalau itu tentang Fara."
"Memangnya Fara bakalan senang kalau tau kamu selalu terpuruk kayak gini?" Rakel tak bisa menjawab pertanyaan Kai, jika ia ingin membantah—Rakel tahu bahwa Kai lebih mengerti seberapa menderita rasanya kehilangan. "Roti kismis nya enak."
"Coba aja saat itu bukan Fara yang mati tapi gua—"
PLETAK!
Sebelum Rakel sempat menyelesaikan kalimatnya, satu buah kotak pensil sukses mendarat diwajah nya hingga beberapa alat tulis didalamnya tumpah berserakan dilantai. Jika Fara sudah masuk kedalam percakapan mereka, sudah bisa dipastikan bahwa Rakel akan menyalahkan diri sendiri pada akhirnya.
Kai bukan nya membenci jika mereka mengingat tentang Fara, tapi Kai benci ketika Rakel menyalahkan diri sendiri. Memang nya kehendak siapa Fara meninggal? Itu semua diluar kendali manusia, jika Rakel yang mati apa Fara akan selamat? Belum tentu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Makan Malam Bersama Ayah
De TodoIni bukan tentang makan malam, ini juga bukan tentang apa yang dimakan. Tapi, ini tentang rasa yang belum pernah terungkapkan dan tak bisa diungkapkan antara dua insan yang terhalang oleh ego mereka sendiri. Rasa gengsi, canggung, benci, sayang dan...