Johan's POV
Aku adalah seorang Ayah dari anak laki-laki.
Iya, hanya kalimat itu yang bisa mendeskripsikanku. Tak ada yang spesial dariku dan aku sedang tidak ingin menceritakan masa lalu ku, jika masa lalu ku terungkap aku takut cara pandang kalian terhadapku berbeda.
Kailin Hanabi adalah nama yang ku berikan pada nya ketika ia masih didalam kandungan, nama itu ku berikan sebenarnya karena aku meyakini bahwa anak yang lahir akan berjenis kelamin perempuan. Setelah meninggalnya istriku, Kai adalah segalanya yang ku punya.
Aku bersyukur Kai berkelakuan baik pada ku bahkan setelah apa yang ku lakukan pada nya, aku tak akan mengulangi kesalahanku lagi—dan untuk membayar semua dosa ku, aku berjanji akan membesarkan Kai sampai anak itu bahagian dan tak perlu memikirkan masalah yang ada, karena semua masalah yang datang pada nya akan aku singkirkan terlebih dahulu.
Kejadian demi kejadian aku lalui, dimulai dari hal yang membahayakan Kai hingga membahayakan diriku sendiri. Betapa sulitnya melindungi anak itu, seperti situasi yang ku hadapi sekarang.
Kota besar memang tak bisa diprediksi akan terjadi hal apa ya?
"Jadi, kamu suka sama anak ku?"
"Iya...izinkan saya ketemu sama Kai."
Kai, anak ku adalah seorang remaja berusia 17 tahun dengan tubuh tinggi semampai namun kurus, pergelangan kaki nya saja lebih kecil dari genggaman tangan ku. Walau tinggi nya sama dengan Rakel, namun bisa dilihat jelas bahwa otot dan tubuh Rakel lebih beaar dari Kai. Anak ku adalah remaja laki-laki yang harus belajar agar masa depan nya cerah dan hidup bahagia.
Tapi, terkadang ada orang-orang yang tak membiarkan hal itu terjadi.
"Maaf, tapi nggak bisa. Tolong pulang lah sebelum saya bertindak kasar." Ujar ku pada seorang pria tua yang terlihat jauh lebih tua dariku.
Seorang pria dengan keriput diwajah nya menyukai remaja berusia 17 tahun.
Jam 11 malam mengetuk pintu rumah ku untuk memintaku mengizinkan nya bertemu dengan Kai. Dengar, aku tak peduli dengan penyimpangan yang orang ini idap tapi tolong jangan mendekati anak ku.
Bruk!
"Ah..." Aku sedikit terkejut ketika orang tua ini terjatuh bersimpuh dikaki ku, "Bapak...bangun lah."
"Saya mohon!" Dia memeluk kedua kaki ku sembari merintih, "Saya sudah lama nggak merasakan perasaan ini! Anak anda, anak anda lah yang berhasil membangkitkan perasaan ini lagi!!" Teriakan yang ku khawatirkan dapat membuat Kai bangun dari tidurnya membuatku sedikit panik.
Aku menutup pintu rumah ku untuk jaga-jaga.
"Pak, pulang lah..."
"Saya mohon!"
Aku menghela napas jengah, dengan paksa aku menarik lengan nya untuk berdiri dan menatap wajahku. Terlihat jejak air mata dan gigi emas yang bertengger dibagian baris kiri atas mulutnya. Pria tua ompong yang sudah menambal gigi nya yang seharusnya duduk bersantai dirumah malah sibuk menyalurkan hasrat penyimpangan seksualnya pada anak ku? Apa dunia ini bercanda?
"Kalau bapak punya rumah tolong pulang lah, kalau nggak. Pulang lah ke rumah anak bapak." Aku berbicara dengan nada ditekan, menatap mata nya dengan tatapan tajam.
Ia menarik tangan nya dari genggaman ku hingga terlepas, "Cih, nggak sopan. Sama orang tua kok berani nya bicara seperti itu."
Setelahnya pria tua itu melangkah pergi dari teras rumah ku hingga punggungnya hilang dibalik gelap nya malam.
Aku masuk ke dalam dan menghela napas lelah, apa orang-orang tak bisa bersikap normal? Aku harap orang tua itu pergi dan tak pernah kembali kesini.
Tak langsung tidur, aku berjalan ke arah kamar Kai dan membuka sedikit pintu itu sampai aku bisa mengintip ke dalam nya, jika anak itu tahu aku sering mengintipi nya ketika tidur maka sudah bisa dipastikan aku akan mendapat masalah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Makan Malam Bersama Ayah
RandomIni bukan tentang makan malam, ini juga bukan tentang apa yang dimakan. Tapi, ini tentang rasa yang belum pernah terungkapkan dan tak bisa diungkapkan antara dua insan yang terhalang oleh ego mereka sendiri. Rasa gengsi, canggung, benci, sayang dan...