Empatbelas

25 1 0
                                    

"berhenti mas nyakitin Resa!" laki-laki itu berdecih memandang sinis perempuan di hadapan nya.

"Dengan selingkuh apa kamu gak menyakiti nya bahkan kamu lebih menyakiti nya. Saya seperti ini juga karena kamu."

"Tapi aku gak main fisik sama dia." elak perempuan itu.

"Gak main fisik tapi melukai mental nya. Ingat, kamu yang tidak menginginkan dia hadir di dunia ini." laki laki itu menatap tajam.

"Jangan pura-pura bodoh mas, aku tidak menginginkan nya karena semua berawal dari kamu. Jangan hanya aku yang kamu salahkan atas perselingkuhan ku, tapi nyata nya kamu yang lebih dulu memulai sampai-sampai aku tak ingin menginginkan anak itu hadir."

"Cukup Risa! Berulang kali saya bilang ke kamu, saya dan Nia sudah memutuskan hubungan sebelum akad berlangsung."

"Tapi nyatanya kamu masih sering berhubungan dengan perempuan itu! Mengabaikan aku."

"Kami hanya belum selesai dengan masa lalu kami Risa harusnya kamu paham. Siapa yang menginginkan pernikahan kita? bahkan kamu sendiri menolak dari awal, tapi setidak nya saya sudah selesai dengan Nia setelah mengetahui kamu hamil, lalu kamu memulai nya sampai saat ini."

Ayona yang berada di kamar nya memejamkan mata sesaat berusaha menulikan telinga nya mendengar keributan yang hampir setiap saat ia denger ketika mereka berada di rumah, Ayona sendiri lebih senang kedua orang tua nya yang sibuk itu tak ada di rumah meninggalkan ia seorang diri dari pada harus mendengar keributan yang tiada habis nya.

Mereka tak bercerai? Entah Ayona sendiri tak tahu dengan hubungan rumit kedua orang tua nya, padahal hubungan dari perjodohan itu menghasilkan seorang anak yang tak di harapkan. Tak ada cinta di antara mereka sampai-sampai Ayona sendiri tak merasakan juga rasa cinta dari kedua nya.

Ayona tak menangis ketika keributan ini selalu terjadi, Ayona terakhir menangis saat ia kecil saat belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, Ayona kecil hanya tau orang tua nya bertengkar ia akan berusaha melerai dengan isakan tangis dan pelukan erat di kaki mama nya atau papa nya, padahal sumber keributan itu terletak pada diri nya.

Lambat laun Ayona mengerti entah karena di dewasakan oleh keadaan atau memang di paksa paham dengan situasi kedua orang tua nya, ia memilih mengunci diri di kamar atau berendam air hangat sambil menulikan pendengaran nya dari keributan keributan yang di lakukan kedua orang tua nya, tak ada lagi tangisan saat ia sadar tapi berganti dengan tangisan pilu di sepanjang malam nya, ia bisa tiba-tiba menangis saat tertidur seperti mimpi buruk yang sebenarnya tak Ayona inginkan.

"Ayona keluar!" Suara gedoran pintu membuat Ayona bangkit, membuka pintu lalu menatap malas seseorang yang tengah berdiri dengan anggun nya, Ayona akui kecantikan diri nya menurun dari mama nya.

"Kenapa ma?"

"Besok temani mama ke salon ya, sekalian kamu juga perawatan." Lihat? Seperti tak terjadi apa-apa bukan, dan ini yang Ayona lakukan juga.

"Iya ma kalo sempat." Jawab nya sekena nya.

"Yaudah, mama mau pergi lagi. Kamu belajar yang pintar jangan buat ulah di sekolah nanti papa mu yang murka." Ayona hanya mengangguk miris, kedua orang tua nya memang berbeda memperlakukan Ayona tapi sama saja menyakiti Ayona begitu dalam. Jika papa nya kerap bermain fisik dan berkata kasar saat Ayona salah atau papa nya sedang ada masalah, maka mama nya masih berbicara baik tapi tak begitu peduli.

Setelah kepergian mama nya, Ayona memasukkan dompet dan juga ponsel nya pada slingbag mengambil kunci mobil dan berlalu keluar.

"Mau kemana kamu?" Ayona berhenti namun tak menoleh pada sumber suara yang tengah duduk di sofa.

Langkah Terakhir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang