||Keganjalan Dan Kemiripan?|| ~ 4 ~

111 16 0
                                    

Enjoyy!
>>>>>

Posisi mereka sekarang berada di Rooftop sekolah. Selain di belakang sekolah, rooftop adalah tempat ternyaman kedua yang mereka sering kunjungi hanya untuk sekedar berbincang hal penting atau sekedar nongkrong saja. Karena memang tempat ini sama halnya dengan belakang sekolah. Sepi. Sangat jarang ada orang kesini kecuali mereka.

Tatapan Halilintar sama sekali tidak berpaling dari Thorn yang sedari tadi melamun dan enggan untuk membuka suara. Hanya menyimak perkataan bahkan perkataan teman-temannya saja.

Tidak seperti biasa. Saat Blaze dan Gopal melawak di tambah dengan Solar yang emosian Thorn akan tertawa atau bahkan ikut meroasting teman-temannya itu, tapi sekarang laki-laki itu hanya diam bak membisu.

"Kenapa, Thorn?" tanya Halilintar tiba-tiba. Keadaan Thorn yang seperti ini sangat tidak biasa.

Gempa dan yang lainnya pun ikut menoleh ke arah Thorn, tersadar dirinya sedang di pandangi teman-temannya Thorn hanya mengulas senyum tipis dan menggeleng seakan memberitahu yang lain bahwa dia sedang baik-baik saja.

"Jangan di pendam Thorn, ingat kita ada disini buat lo. Gak ada sama sekali yang punya niat jahat ke lo, jangan samain kita sama bajing*n lain di luar sana, okey!" Gempa sempat memperhatikan sikap Thorn yang tiba-tiba saja diam, sama halnya Dengan Halilintar.

"Dey, lo gak usah ragu kalau mau cerita sama kita, asalkan satu kata dibayar cokelat. Hehe... " ucap Gopal cengengesan.

Plak!

"Adoy, sakit anjj!" pekik Gopal saat merasakan satu pukulan mendarat lembut di bahunya.

"Kalau satu kata di bayar pukulan, mau?" Taufan mengangkat sebelah alisnya, senyum smirk muncul di bibir tipisnya.

Gopal bergidik ngeri, senyuman Taufan bisa membunuh siapa saja. Menyeramkan, pikir Gopal.
"Gue bejandah doang, santai huhuhu~."

"Gue ikut, Fan. Udah lama tangan gue nganggur nih." Tangan Blaze mengepal dan di tepukan ke tangan sebelahnya.

"Gue patahin tangan lo, mau? Biar sekalian." Bukan Taufan yang menjawab melainkan Halilintar.

Mata Blaze seketika membola dengan mulut ternganga. Oh ayolah, jangan Halilintar. Ia sangat tau bagaimana rasanya di tonjok Halilintar karena memang Blaze pernah merasakannya. Sudah jelas itu sangat menyakitkan.

Blaze tidak menjawab. Laki-laki itu memilih lari dan bersembunyi di balik tubuh Ice dan juga Solar yang sedang duduk bersamaan.

"Tolongin gue, gue insyaf dah," titah Blaze ketakutan. Sedangkan Halilintar masih saja menatapnya dingin.

"Bego," gumam Ice tertuju pada Blaze.

"Tolol!" Solar berujar mengatai Blaze.

"Kalau lo masih gak mau cerita gak apa-apa gue juga gak maksa, tapi ada hal yang harus lo tau Thorn. Gue sama yang lainnya masih nunggu lo terbuka sama kita, sampai kapanpun." Halilintar tersenyum tipis bahkan sangat tipis hingga hampir tak terlihat. Matanya tidak lepas dari Thorn. Anggota paling bungsunya.

Thorn menatap Halilintar. Ia bisa merasakan ketulusan hati Halilintar yang ingin menemaninya, matanya kemudian menatap semua anggota Galsvion yang sekarang menjadi temanya atau rumah kedua nya.

"Makasih kalian, aku beruntung banget dapat kawan kayak kalian semua." Thorn terharu tidak tau harus berkata apa. Galsvion adalah alasan kenapa dia bertahan sampai saat ini.

"Udahlah drama sedih sedihnya, gue terharu ampe mau nangis. Siapapun tolong lap in air mata gue," ucap Blaze mendramatis walaupun sempat mencairkan suasana, kata-kata nya masih tetap di tatap sinis oleh teman-temannya. Blaze emang Always salah, wkwk.

GALSVION |•The Family Gang•|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang