1. 1920

81 13 3
                                    

•Adegan kekerasan
Bullying
I'm sorry. Tapi kalo di antara teman-teman ada yang pernah mengalami hal-hal tersebut dan memiliki sebuah trauma. Silahkan, teman-teman boleh skip chapter ini. Fighting to whoever you are there
•Tidak untuk ditiru di kehidupan nyata

Selamat membaca♡


𝑳𝒂𝒏𝒂 𝑵𝒆𝒓𝒊𝒅𝒂, 𝟏𝟗𝟐𝟎

"Siapa yang mengundang pribumi menjijikan ini?"

Langkahnya seketika terhenti. Beberapa dari mereka terdengar terkekeh seakan mengejek pada gadis pribumi tersebut. Lalu Maria melangkahkan kakinya mendekat. "Tak tahu diri. Aku sudah melarangmu datang ke sini, kenapa masih datang? Rendahan sepertimu tak pantas berada di sini,"

Sakit. Hanya itu yang Lana rasakan. Walau sudah biasa mendapat perlakuan seperti ini di tempat lain, tetap saja, rasanya selalu sama—sakit.

"Baju ini kamu curi dimana? Ini tidak pantas dipakai perempuan seperti kamu. Sejak kapan sebuah gaun dipadukan dengan sandal jelek seperti itu?" Maria menendang pelan kaki Lana. Sontak gadis itu meringis tertahan. Maria memakai sepatu model Ankle Boots berwarna coklat serasi dengan gaun putih dengan sabuk coklat yang melingkar disekitar pinggangnya. Begitu anggun dan juga menawan. Sedangkan Lana hanya mengenakan sandal jepit butut.

Lana tidak lupa mengganti sandal, ia memang tak mempunyai yang lain. Itu adalah satu-satunya yang ia miliki.

Maria kemudian memberi kode pada orang di belakang. Tak lama dua orang laki-laki menariknya mundur dengan cukup kasar.

"Buang pribumi jelek ini," perintahnya.

"Apa kita boleh memakainya dahulu?" ucap salah satu membentuk senyuman jahil.

"Terserah kalian saja." Maria berbalik. Namun sentuhan tangan Lana yang bermaksud menahan Maria agar melepaskan dirinya, justru membuatnya seketika murka. Ia tak sudi kulitnya disentuh oleh seorang pribumi— orang paling rendah di matanya itu.

"LANCANG!"

Detik itu juga satu tamparan keras mendarat di pipi Lana. Gadis itu sampai sedikit terdorong mundur, badannya terhuyung. Jika kedua laki-laki tadi tak memeganginya, pasti ia sudah tersungkur.

Lana merasakan pipinya begitu panas. Matanya menjadi buram, cairan bening kini memenuhi pelupuk mata. Kapanpun air mata itu akan jatuh pada akhirnya.

"BERANI SEKALI PRIBUMI SEPERTIMU MENYENTUH TANGANKU! KAMU MAU MATI?!"

Belum puas, Maria lanjut mendorong Lana hingga jatuh. Gadis itu hanya bisa menangis, suatu kesalahan yang ia sadari—ia melewati batas. Namun, ia juga manusia biasa, ia memiliki nafsu, ia ingin marah. Tapi apa boleh buat, bukanlah beradu otot yang penting saat ini, melainkan kekuasaan. Siapa dirinya? Berani melawan Netherland maka sama saja menantang kematian!

Maria mencengkram leher Lana. Gadis itu kesulitan bernapas. Tangannya kini berusaha melepaskan cekikan tangan Maria.

"Hhh.. Ss-saki—t..."

"Ini akibatnya karena kamu sudah lancang terhadapku! Ini baru permulaan," Cengkraman itu terlepas. Lana dengan cepat mengambil oksigen banyak-banyak. Dirinya terbatuk-batuk, memegang leher yang kini terasa berdenyut.

Sedangkan Maria ia beranjak. Membawa sebuah pecut kuda milik Frederick yang biasa laki-laki itu gunakan saat berlatih berkuda.

Maria mengangkat pecut tersebut, Lana sudah pasrah dengan apapun yang akan Maria lakukan padanya. Matanya terpejam, siap menyambut pecutan yang akan terasa sangat menyakitkan.

NERIDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang