7. Laut dan Lana

26 3 0
                                    

Setibanya di lingkungan tempat tinggalnya, alih-alih meminta mengantarkan sampai depan rumah, Juan justru meminta kusir di depannya untuk berhenti tak jauh dari area laut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setibanya di lingkungan tempat tinggalnya, alih-alih meminta mengantarkan sampai depan rumah, Juan justru meminta kusir di depannya untuk berhenti tak jauh dari area laut.

"Saya berhenti di sini saja, Pak. Terima kasih,"

"Eh? Rumah Adén téh numana? Di sini mah tidak ada rumah," Nandar—pria seusia Darmastuti itu celingak-celinguk mencari keberadaan rumah terdekat di sekitar area tersebut, namun yang terlihat hanyalah lahan luas dengan jalan lebar yang kondisinya cukup sepi, hanya terlihat pepohonan kelapa dan beberapa pohon buah mangga.

Diperjalanan tadi Juan sempat menitipkan Darmastuti padanya. Meminta tolong untuk menjaganya dan bersikap baik pula. Lalu sedikit bercerita bahwa ia merupakan anak kandung Darmastuti. Lebih tepatnya peranakan. Juan tak merasa malu sedikitpun, justru ia ingin dunia tahu bahwa ia memiliki ibu hebat seperti Darmastuti.

"Rumah saya memang bukan disini, Pak. Tapi saya mau ke laut dulu sebentar," ujarnya sembari tersenyum.

Tak memperpanjang, Nandar pun akhirnya mengangguk mengerti, lalu berpamitan pada Juan.

Berjalan beberapa meter, Juan pun sampai di area pantai. Ia melangkah kembali sampai dirinya dekat dengan laut. Juan menatap laut biru itu, pikirannya teringat kembali akan sosok Lana—perempuan unik yang dengan perbedaannya itu, justru menarik seluruh perhatian Juan.

Ia menghela napas, "Bagaimana cara memanggilnya?" ujarnya bermonolog.

Juan menggaruk pelipisnya sekilas, memikirkan berbagai cara untuk memanggil Lana. Kemudian ia memperhatikan sekitar. Dirasa cukup sepi, ia pun mengangkat tangannya di dekat mulut. Menarik napas, "LANAAAAA!!!"

"LANAAAA KELUARLAH!!"

Suara teriakan Juan menarik perhatian beberapa nelayan yang baru sampai di dermaga, cukup jauh dari tempat berdiri Juan sekarang.

"Aneh jelema, téh. Budak saha éta? Siga lain bangsa urang éta mah,"  ucap salah satu nelayan sembari memicingkan mata karena posisi keduanya yang terhalang jarak.

¹(Orang aneh. Anak siapa itu? Kayak bukan bangsa kita,)

"Paling anak Walanda stres hayang mulang,"

²(Paling juga anak Belanda yang stres mau pulang,)

"Hayu, ah. Harus cepat bawa ikan ke pasar. Naha jadi ngomongkeun batur kieu." ujar yang lain, sembari mengangkat ember besar berisi ikan hasil melaut. Ia pun berlalu diikuti oleh nelayan-nelayan yang lain.

³(....Kenapa jadi ngomongin orang gini.)

Sedangkan di tempat lain, Juan masih kebingungan memikirkan cara untuk memanggil Lana. 

Ia pun menghela napas. Berjongkok dengan tangan terulur menyentuh air laut yang sesekali menyapa kakinya. Juan memang sengaja membuka sepatunya. Sederhana, dirinya hanya ingin merasakan dinginnya air laut di pagi hari menyapa kakinya.

NERIDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang