8. Penyesalan

19 2 0
                                    

"Ini rumahku,"

Juan yang turun lebih dulu dari delman langsung menatap kedua perempuan Belanda yang kini tengah menatap rumahnya.

Di pantai tadi, Juan memutuskan untuk membawa keduanya menjauh dari pantai. Perasaannya tidak enak, langit seketika mendung dan ombak mulai meninggi. Entah mengapa, Juan takut telah membuat Lana marah.

Alih-alih langsung pulang, Maria dan Marie malah memaksa Juan untuk membawanya berkunjung ke rumah. Juan menolak, tapi perempuan itu tidak akan pergi jika keinginannya tak dipenuhi.

Kini keduanya saling melempar pandang. Juan mengajak keduanya memasuki rumah. Setidaknya ia bisa memberinya minum, bagaimanapun mereka adalah tamu.

"A-ah! Tidak perlu. Kita tidak akan lama. Aku hanya ingin mengantarmu saja. Daripada pulang dengan berjalan kaki, lebih baik menaiki kereta kuda, kan?" Maria menoleh pada Marie yang langsung diangguki sembari tersenyum kikuk.

Juan memutar bola mata. "Terserah."

Maria dan Marie kembali menaiki delman tersebut, lalu melenggang pergi setelah berpamitan pada Juan.

Apa yang sebenarnya mereka inginkan?

Setelah kepergian mereka, Juan hanya menghela napas. Pasti perempuan kembar itu menyangka bahwa rumahnya seperti para anak peranakan Belanda lainnya yang bisa dikatakan layak. Karena biasanya seorang perempuan yang telah memiliki gelar 'nyai' akan diberi kelebihan, salah satunya kenyamanan tempat tinggal.

Namun Darmastuti berbeda, ia memang sempat tinggal di rumah yang terbuat dari papan dan kayu jati mahal itu, saat Juan masih kecil. Ketika Diederik memberinya kesempatan untuk membesarkan Juan. Saat Juan telah remaja, papa berniat membawanya ke Belanda, Diederik memberikan rumah itu untuknya. Namun Darmastuti menolak.

Ia tak mau menerima sekecil apapun pemberian dari Diederik. Darmastuti memilih rumah peninggalan orang tuanya yang hanya berdindingkan anyaman bambu.

Inilah salah satu alasan mengapa papa tak membiarkan Juan bertemu ibu. Apalagi sampai tinggal bersamanya. Diederik tak mau jika Juan harus tinggal di gubuk reot menurutnya itu. Bisa-bisa hancur reputasi nama keluarganya—Van de Groot.

Juan tak peduli, toh, nama dia adalah Juan, bukan Rudolf apalagi nama belakang yang tak disukainya itu.

Juan tak mengerti mengapa Maria dan Marie masih mau mendekatinya, padahal ia sudah berkata jujur bahwa di dalam dirinya mengalir darah pribumi. Ia jadi khawatir pada ibu. Setelah ibu pulang, ia akan langsung menanyakan perihal perlakuan keluarga Berg padanya.

Laki-laki itu mengurungkan niat untuk masuk rumah. Ia malah terduduk di atas bangku di halaman depan sembari terdiam. Kepalanya mendongak, melihat langit yang masih saja mendung dengan tiba-tiba. Yang pada akhirnya gerimis mulai turun.

Juan mengurungkan niat untuk kembali ke laut. Berbahaya, pikirnya. Namun di sisi lain ia juga kembali teringat pada Lana.

༺♡

Di tempat lain, kini Lana hanya termenung di atas bebatuan di dasar laut. Gelap, sunyi, sendirian.

Lana sengaja memilih tempat yang jauh dari keramaian ikan-ikan. Entah mengapa hatinya merasa kecewa saat mengetahui perempuan yang ia lihat di daratan tadi adalah Maria dan Marie. Parahnya, Juan mengenal mereka.

Harusnya Lana tak perlu kecewa, toh, dari awal juga sudah tahu 'kan bahwa Juan adalah laki-laki Belanda—sama dengan Frederick. Yang di mana, pada akhirnya, laki-laki Belanda sama saja; hanya akan membuatnya kecewa. Harusnya Lana sudah siap akan hal itu.

NERIDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang