3. Ikan bakar

27 6 0
                                    

"M-mermaid?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"M-mermaid?!"

Juan menoleh saat suara ibu kembali memekik lebih kencang dari sebelumnya. Ibu sudah mulai berjalan untuk menghampirinya. Juan kembali mengarahkan pandangan ke arah batu karang.

Hilang.

Gadis itu hilang tanpa jejak. Juan mengucek matanya sekilas hanya untuk memastikan bahwa apa yang ia lihat tadi itu benar-benar nyata atau halusinasi.

Menyadari ibu yang kesusahan berjalan di air, Juan bergegas kembali dengan ember digenggamnya. Ia memutuskan untuk melupakan kejadian tadi. Mungkin dirinya memang halusinasi karena efek lelah sehabis perjalanan jauh, pikirnya.

"Ibu, ayo kita kembali." Juan menarik tangan sang ibu pelan karena ia tak mau jika wanita kesayangannya itu sampai tersungkur ke dalam air.

"Sebentar, atuh. Kenapa jadi buru-buru gini? Tadi kamu—Gusti! Pelan-pelan masukin ikannya! Itu baju kamu jadi basah, kan?! Hanyir atuh, kasep!" Ibu menjadi heboh saat sampai di tepi pantai dan Juan dengan cepat memasukkan ikan-ikan itu ke dalam ember dengan grasak-grusuk. Alhasil bajunya terkena cipratan ikan yang menggelepar.

"Ayo, Ibu! Kita harus segera ke rumah. Kita harus segera membakar ikan ini mumpung masih segar." ujarnya beralasan.

Setelah selesai dengan sesi grasak-grusuknya itu, Juan kembali berdiri. Merangkul bahu sang ibu untuk berjalan beriringan.

Sepanjang jalan Juan tak henti-hentinya tersenyum. Ia benar-benar bahagia karena akhirnya ia bisa bertemu ibu lagi. Walau papa memberikan satu syarat yang cukup berat, tapi itu bukanlah hal penting. Masalah itu bisa ia pikirkan di lain waktu. Yang terpenting sekarang ia bisa melihat ibu, dan merangkulnya seperti saat ini.

"Ibu tidak ke pasar?" tanyanya membuka suara sembari menoleh.

Ibu sedikit mendongak karena postur tubuh anaknya yang lebih tinggi. "Justru ibu baru pulang dari pasar. Langsung ke laut ngecek ikan."

Juan mengangguk mendengar penjelasan ibu.

Darmastuti—wanita ringkih yang kini sudah memasuki usia 50-an. Tubuh yang kecil dan tak begitu tinggi. Kulit sawo matang khas pribumi. Membuat wajahnya semakin manis dilihat.

Darmastuti bekerja serabutan. Terkadang ia menjadi pembantu di rumah-rumah Belanda. Di pagi hari, Darmastuti akan pergi ke pasar dan menemui nelayan untuk membantu mengantar ikan-ikan hasil tangkapan ke beberapa lapak yang sudah biasa menerima pasokan ikan segar.

Tak jarang pula Dasmastuti menjadi kuli panggul—membawa barang-barang belanjaan orang-orang Eropa atau pribumi yang memiliki jabatan tinggi. Apapun Darmastuti lakukan untuk bisa menyambung kehidupan. Mencari upah recehan yang sangat berarti untuk kelanjutan hidupnya di esok hari. Untuk menghemat uang, ia selalu memasang jaring ikan di pesisir laut. Walau tak setiap hari ada ikan yang terjebak, tapi setidaknya ia sudah berusaha. Tak perlu melaut, satu sampai dua ikan saja cukup baginya untuk mengganjal perut.

NERIDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang