13. Copycat

658 53 9
                                        

"Suntuk banget, Mei? Bukannya harusnya lo happy karena baru liburan dari bali?" ujar Ranggaz melihat Meisya yang tampak lesu di sampingnya.

"Kelihatannya gitu ya? Nggak kok, mungkin karena gue pucet belum make up aja jadi kelihatan kurang fresh," ujar Meisya.

Bagaimana ia bisa senang sementara otaknya kembali memutar tindakan bodohnya di Bali bersama Aero. Ia mabuk!

Dan lebih parahnya Meisya tidak mengingat apapun yang ia lakukan selama mabuk. Di pagi hari ketika ia bertanya kepada Aero, pria itu hanya membalas seadanya.

"Nothing happen last night."

Baiklah, kalau Meisya boleh jujur, ia mungkin sedikit mengingat beberapa hal. Mereka berciuman, di sofa. Sayangnya Meisya sendiri ragu dengan memorinya. Ia tidak yakin apakah hal itu memang terjadi atau hanya mimpi atau bahkan hanya memori fiktif yang dibuat oleh alam bawah sadarnya, saking sukanya Meisya kepada lelaki itu.

Lagi lagi Meisya menghela napas, yang tentu saja tidak luput dari pengamatan Ranggaz. Namun kali ini Ranggaz memilih tidak bertanya dan mengembalikan fokus ke mobil yang sedang ia setir yang akan membawa mereka ke tempat meeting.

Mereka tiba satu jam lebih awal, yang memberikan Meisya waktu untuk memoles diri dengan sedikit make up. Oke mari kita lupakan sejenak peristiwa di Bali itu. Kini ia harus fokus untuk meeting dengan sosok yang tak pernah ia sangka akan mengajaknya bertemu.

Maharatna Dewi. The famous diva, composer, producer, songwriter. The legend. Musisi senior Indonesia yang telah berkaya selama puluhan tahun dan menghasilkan ratusan karya dan juga melahirkan musisi-musisi ternama dari didikannya.

Jujur saja Meisya sangat gugup. Untuk apa sosok sekeren itu ingin bertemu dengannya. Penyanyi gadungan yang hanya dihasilkan demi uang dan suara yang dibenci masyarakat. Meisya benar-benar tidak bisa menemukan celah alasan mengapa diva legendaris tersebut ingin bertemu dengannya.

Meskipun gugup setengah mati, Meisya tetap berjalan dengan penuh percaya diri. Mungkin sebagian orang akan menilainya angkuh. Tetapi menurut Meisya, ini adalah cara untuk menutupi kelemahannya.

Sosok yang kerap dipanggil Bunda Ratna oleh industri musik dan hiburan Indonesia tersebut tampak luar biasa menawan dan mengundang perhatian. Dengan jaket kulit yang dipadukan dengan rok mini, serta sepatu boots berbulu tersebut tentu saja akan mengundang perhatian semua orang yang melihatnya. Meisya yang kerap dicap overdressed saja tampak kalah dengan tampilan sang diva tersebut. Bedanya, tidak seperti Meisya yang tentu saja akan dihujat tujuh hari tujuh malam, bagaimanapun penampilannya, tidak akan ada yang berani menghujat sang diva.

Beruntung, mereka bertemu di private room, sehingga tidak akan ada jepretan foto atau gosip yang akan timbul di esok hari akibat pertemuan dua wanita tersebut.

"Selamat pagi Bu Ratna. Senang sekali bisa berkesempatan bertemu dengan ibu," ujar Meisya sembari bersalaman. Meskipun kerap dipanggil Bunda oleh sesama public figure, Meisya cukup tahu tata krama untuk tidak berinisiatif memanggilnya seperti itu sebelum dipersilakan.

"Hai, morning, Meisya. Gak perlu terlalu kaku, aku senang loh kalau dipanggil Bunda aja. Kerasanya lebih muda," ujar sang diva. Aksen berbahasa inggrisnya sangat natural dan terdengar seperti native speaker, yang tentu saja masuk akal mengingat Ratna memang pernah tinggal di New York selama beberapa tahun. Namun ketika beralih ke Bahasa Indonesia, terdengar samar-samar aksen jawa yang sesekali terselip di beberapa penekanan kata. "Lets have a seat"

"Terima kasih, Bunda," ujar Meisya sembari menarik kursi di sebelah Ratna. "Perkenalkan ini Ranggaz manager aku." Ranggaz memperkenalkan diri, begitu juga dengan dua sosok yang menemani Ratna pada pertemuan itu, yang kemudian Meisya kenali sebagai asisten dan manager sang diva.

Sweet and Sucks!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang