PART 6

32 9 0
                                    

"Oh, jadi kamu orangnya?" Ucap Sinta Alvelandro-Bunda Azraf sembari tersenyum.

Naureen terkejut ketika mendengar suara yang berasal dari bibir wanita dengan rambut di sanggul itu. Naureen menelan ludahnya. Naureen, sepertinya kau harus bersiap-siap pergi ke penjara.

"Iya, Ma. Dia orang yang nyelametin aku," ucap Azraf sembari tersenyum. Naureen tercengang. Apa? Apa yang dikatakan pria itu? Apa ia tidak salah dengar?

"Waah, duduk sini, Nak." Ucap Sinta menepuk sofa yang ada di sampingnya. "Kamu habis darimana? Kok hanya ada teman kamu?" tanya Sinta.

"Saya baru aja beli makanan, Tante," jawab Naureen menunjukkan dua bungkus nasi Padang yang baru saja ia beli.

Naureen duduk di sofa dekat ibunya Azraf. Ia tersenyum tipis. Sejujurnya ia sangat takut juga lega sekaligus. Lega jika pria itu tidak mengatakan hal yang sebenarnya, dan merasa takut jika di lain waktu pria itu mengatakan yang sebenarnya.

"Perkenalkan, saya Sinta-Bundanya Azraf," ucap Sinta memperkenalkan diri.

"Saya Naureen, Tante." Balasnya dengan canggung.

"Terimakasih ya, sudah menyelamatkan anaknya saya. Nggak tau gimana kalo nggak ada kamu," ucap Sinta Alvelandro sembari tersenyum.

"Iya, Nak. Saya juga sangat berterimakasih kepada kamu," ucap Hendra Alvelandro-Papa Azraf.

"Iya, Om, Tante. La-lagian, kita kan harus saling tolong-menolong antar sesama," ucap Naureen sembari tersenyum. Ia melirik kearah Anna yang tengah menatapnya dengan tatapan tidak enak.

"Nih bocah kalo disuruh sandiwara pinter banget," batin Anna mendengus kesal. Tidak tau bagaimana perjuangannya dalam berbicara kepada kedua orang tua Azraf ketika Naureen tengah membeli makanan. Untung saja Azraf mau berbohong.

Sinta berdecak. "Andai saja saya tau siapa orang yang menaruh daun seladah itu di makanan anak saya, pasti sudah saya caci maki, sudah saya ludahin mukanya!" Kesal Sinta.

"Saya juga nggak akan segan-segan mencabik-cabik wajahnya dengan garpu!" Ucap Sinta lagi yang entah mengapa tangan kirinya sudah terdapat garpu yang dipegangnya.

Naureen menelan ludah. Mimpi buruk apa ini? Dicaci-maki, diludahi, bahkan dicabik-cabik dengan garpu. Oh astaga ... membayangkan saja Naureen sudah membuatnya bergidik ngeri.

"Iya, Tan. Bener banget itu. Saya dukung apapun yang Tante lakukan," ucap Anna dengan semangat empat-lima.

Mendengar itu, Naureen menatap tajam kearah Anna. Kenapa tiba-tiba gadis itu tiba-tiba menyebalkan seperti ini? Oh tidak, Anna Eviany memang sangat menyebalkan dari dulu.

"Bahkan, saya juga akan tuntut dia dan masukin dia ke penjara, titik! Pokoknya saya nggak akan ampuni orang itu!" Lanjut Sinta menggebu-gebu.

Melihat ekspresi Naureen dengan keringat dingin dan wajah yang pucat, Azraf menahan senyumnya. "Bunda, udah. Lagian aku udah nggak kenapa-kenapa kok." Ucap Azraf.

"Sama aja, Zraf. Bunda nggak ikhlas kalo anak bunda kena dampak akibat karyawan yang teledor. Pokonya, kita harus laporkan karyawan itu!" Ucap Sinta masih dengan emosi yang menggebu.

"Ma, udah, Ma, sabar." Tegur Hendra menepuk bahu Sinta.

Sinta tersadar, lantas terkekeh. "Maaf, ya. Tante terbawa suasana tadi," ucapnya menahan malu.

"Iya Tante. Gakpapa. Itumah udah wajar sebagai seorang ibu yang khawatir terhadap anaknya," sahut Anna dramatis.

"Oh ya, kamu keponakannya Bu Dewi, ya?" Tanya Hendra pada Naureen.

SPARE BRIDE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang