Jemputan untuk Angkasa

398 12 0
                                    

    "when you  don't feel okay.
     You can come to me
   I Will cure you"
- Sagara Nabastala Pradika
.

.

.

.

.

Happy reading

  

                                  

Ponsel Sagara tidak berhenti berbunyi, mungkin itu notifikasi dari media sosial atau WhatsApp. Tapi Sagara hanya diam, menatap tukang martabak yang cekatan membungkus pesanan nya.

"Berapa kang?" Sagara meraih bungkusan martabak rasa coklat yang diberikan padanya.

"Dua puluh ribu bro." Jawab tukang martabak sambil tersenyum.

"Gaul juga nih kang martabak." Batin Sagara sambil menyerahkan uang hijau.

Sagara kemudian pergi ke parkiran di dekat alun-alun kota,ia memarkirkan motor nya disana. Sagara membuka hp nya sebentar, untuk membalas beberapa pesan, lalu ia menaiki motornya dan melesat melewati ramainya kota Bandung sore itu
.

.

.

.

.

"Bang!!" Sagara menghampiri Angkasa sebelum ia menoleh, jika ditunggu ia mendengar pun tidak akan bisa, karena Angkasa merupakan seorang tunarungu.

"Kapan kamu datang?" Tanya Angkasa lewat gerakan tangannya.

"Baru aja kok bang."jawab Sagara dengan bahasa isyarat. Angkasa mengangguk-anggukan kepalanya, ia memperhatikan wajah adiknya, ada memar baru disana.

"Kamu dipukul ayah? Atau ada orang yang ngelakuin ini ke kamu?" Wajah Angkasa nampak khawatir, namun Sagara hanya geleng-geleng Sambil tersenyum.

"Aman, ini cuma gara - gara manjat pohon mangga bang. nggak usah khawatir!" Bantah Sagara dengan wajah yang menyakinkan.

"Awas aja kalau kamu sampai bohong!" Ancam Angkasa, mendengar itu Sagara hanya bisa tersenyum getir.

"Iii ..... Takutnye.... Angkasa si jagoan silat mukul Gara! Bunda!! Tolong!!" Sagara bersorak- sorak tak jelas. Walau tak bisa mendengar nya, Angkasa nampak terkekeh kecil. Sementara orang orang disekitar mereka hanya memperhatikan , mereka hapal kelakuan Sagara di kala menjemput Angkasa di tempat latihan silat.

"Gara martabak di motor Lo buat kita nih?" Tanya Arkan pelatih Angkasa.

"Nggak! Ini buat si intan payung, Lo beli aja sana sendiri!" Jawab Sagara sambil menunjuk Angkasa dengan keras sambil menunjuk Angkasa

"Astaghfirullah!! Kunaon ai teh!! Berisik pisan kamu Sagara!!" Tegur Jono, salah satu pelatih senior. Ilmunya di atas Arkan, tapi ia tak pernah sombong.

"Maaf bang! Soalnya si Arkan mau nyuri martabak gue!!" Suara Sagara makin keras, bukan nya tenang malah makin buat heboh anak satu ini.

"Sagara udah! Pulang lo sana! Kasian Angkasa udah nungguin lo ngomong dari tadi!" Arkan nampak marah besar, kakinya memasang posisi kuda-kuda.

"Waduh ada yang beli es.....mosi nih! Lari!!" Sagara menarik Angkasa pergi, sementara Arkan sudah ditahan oleh Jono dan Iqbal.

"Fiuh..... Kita selamat" gumam Sagara saat motornya mulai bergerak. Namun Sagara menyadari satu hal, martabak manis rasa coklat nya tak ada, motor itu berhenti.

"Waduh!! Martabaknya ketinggalan!!" Sagara berujar panik, ia berpikir kalau martabak itu sudah di makan Arkan untuk menghilangkan rasa marah. Namun tangan Angkasa menepuk bahu Sagara, yang membuatnya langsung menoleh.

"Ini martabaknya" seolah-olah Angkasa mengatakan bahwa martabak itu ada pada dirinya sejak tadi.

Sagara tersenyum lega, tapi ia bingung, kenapa Angkasa seperti bisa mendengar perkataan ia barusan?

Seolah mengerti dengan kebingungan Sagara, Angkasa kemudian menggerakkan jarinya. Sagara yang melihat itu tersenyum lebar, ia kembali menyalakan motornya.
.

.

.

.

.

"Assalamualaikum!!" Hanya Sagara yang mengucapkan salam, ia sudah membuka pintu rumah.

" Waalaikumsalam, bang? Kamu sudah pulang?" Sang bunda langsung menghampiri Angkasa, menghiraukan Sagara yang terdiam di tempat.

"Kamu mau minum coklat panas, bang? Bunda bikinin!" Ajak bunda pada si sulung meninggalkan si tengah sendirian dengan pandangan iri.

Sagara mencengkram kuat bajunya yang basah karena hujan. " Ya, ini rumah tempat gue pulang." Bantinnya sambil tersenyum getir. Ia kemudian melepaskan sepatu dan berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

"Besok gak usah sekolah ya, bang? Bunda khawatir, nanti kamu bakalan demam" Sagara yang memang masih berada disana mendengar ucapan sang bunda sambil menggerakkan jari-jarinya pada Angkasa. Ia terdiam sebentar, menatap Angkasa yang wajahnya memerah dan tengah duduk di sofa lantai bawah.

Sagara kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar dan menguncinya. Ia melepas pakaiannya yang basah, martabak yang tadi ia beli diletakkan di meja belajar. Setelahnya, Sagara hanya mengganti pakaian, kemudian ia beralih menatap martabak yang mungkin sudah basah. Ia pikir bisa berbagi itu dengan Angkasa dan juga abhi. Tapi melihat perlakuan sang bunda tadi cukup membuat pertahanannya runtuh.

Ia tahu, Angkasa tunarungu karenanya. Ia tahu, Angkasa yang merupakan kakaknya itu lebih pintar akademik nya daripada dirinya. Ia tahu, ia hanya seorang kapten volly dengan nilai yang menengah, tidak rendah, tidak pula tinggi.

Tapi bisakah orang tuanya memberikan nya kesempatan? Angkasa saja memaafkannya bahkan sangat sangat menyayanginya.

"Bunda..... Aku benar benar bersalah ya? Makanya sifat bunda juga juga berubah seperti ayah? Ini udah 7 tahun Bun. Gara rindu kasih sayang kalian....."



Halo guys!!
Maaf ya kalau banyak typo nya. Semoga kalian suka sama cerita kita. Mohon maaf bila ada kesamaan nama dan yang lain lain.jangan lupa vote sama komen ya. Makasih guys

Bye bye 👋👋

Akhir Tak Bahagia ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang