32. Kilas Balik 1

282 37 14
                                    

Hujan lembah berjalan dari bukit-bukit yang mengelilingi Witlshire. Di bawah langit yang muram yang menjadi ciri khas dataran ini. Padang-padang yang selalu sendu, seolah Wiltshire adalah anomali.

Gerimis berguguran. Jatuh dalam tetesan beku yang berpilin di antara udara. Tipis dan perlahan, namun menyengat saat kebekuan itu mengecup kulit. Kebekuan yang sama yang jatuh di atas nyala api yang mulai membakar kayu-kayu yang mengitari tiang pancang. Di sebuah alun-alun yang dipenuhi seisi desa dan penghuni kasti yang memadati lapangan utama berbentuk lingkaran dengan perimeter pembatas lingkaran luar dan dalam, berupa barisan penjaga. Begitu banyak pasang mata tertuju pada seorang pesakitan yang harus menghadapi ketakutan terbesarnya saat kematian mengecup kulitnya yang semakin rapuh dan memerah. Menyaksikan nyala api membesar dari kayu-kayu yang patah setelah berubah menjadi bara. Menyaksikan kematian berkobar dan memori melesat bagai kibaran angin. Setiap kenangan tumpah ruah, juga tentang takdir yang dibencinya. Seorang gadis yang berbeda.

Seorang gadis dengan kekuatan sihir.

Alun-alun memiliki keramaian yang sama yang selalu diberikan para ksatrian beberapa tahun ini. Hasil perburuan mereka di penjuru tanah Inggris diseret menuju gerbang sebagai tropi kemenangan dan diarak menuju tiang pembakaran di mana penghuni Wiltshire akan menatap hukuman sebagai hiburan. Kebencian pada sihir merasuk menjadi kegelapan yang membutakan. Menganggap ras mereka adalah sama seperti makhluk kegelapan lainnya. Melupakan fakta lain. Menyesap doktrin turun temurun yang mengakar dan dipahami layaknya tulisan dalam kitab suci.

Tetesan gerimis dari hujan lembah yang semakin deras. Musim panas di tanah terkutuk karena tanah ini dibenci oleh matahari. Mungkin karena kebekuan telah dijalin dalam setiap jengkal tanah atau setiap helaian udara penghuninya.

Kebekuan dari malaikat kematian yang menatap kobaran api yang semakin besar melumat si buruan. Meninggalkan jejak sihir yang sekali lagi tunduk di bawah kekuasaannya. Dia merenggut banyak nyawa atas doktrin yang dia pegang sampai mati. Mata abu-abu menyiratkan badai yang gelap dan pekat meskipun apa yang dia perhatikan adalah nyala api yang menerangi Wiltshire di bawah langit muram.

Draco Malfoy berdiri di sudut, membiarkan ksatria lain yang mengurusi eksekusi buruannya. Saat dia telah yakin, dia menarik pedang miliknya yang telah menumpahkan begitu banyak makhluk kegelapan. Dia mengacungkannya tinggi-tinggi sementara matanya tertuju, terpaku pada permata berwarna zamrud dalam bentuk sebuah liontin. Detik berikutnya, bilah besi terkutuk itu melesat dan menembus batu bercahaya sampai sinar itu padam. Memadamkan sihir yang disimpan sejak awal. Pemuda itu tidak memiliki sedikit pun petunjuk bahwa bilah besi yang disimpannya kembali telah menyeret sihir ke dalam setiap senti serat besi yang dia miliki. Membuatnya menjadi penakluk. Lebih kuat dari sihir itu sendiri. Dan sama terkutuknya dengan malaikat kematian.

Mata abu-abu yang kini menarik dirinya pada kobaran api yang telah menelan seorang gadis dari antah berantah tempat spionasenya yang terakhir. Wales. Terkadang dia tidak perlu membakar habis desa-desa mereka atau menyeret seluruh pengguna sihir. Karena satu nyawa sudah cukup untuk meneruskan pesan. Keberhasilannya akan menjadi dongeng yang mereka lantunkan. Dia akan menjadi yang ditakuti. Akan selalu seperti itu.

Draco tidak pernah berminat menikmati kemenangan dengan memastikan pengguna sihir hingga payah menjadi abu. Dia akan berlalu. Pergi meninggalkan alun-alun dan keramaian yang menggaungkan namanya tanpa balas apapun. Dia akan melangkah meninggalkan keramaian sampai dia hanya merasakan kesunyian dalam senyap. Keheningan yang menyeretnya dalam hari-hari terkutuk lainnya.

Dalam perjalanannya menjauh, terkadang dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri apakah dia memang ditakdirkan menjadi sang jendral dengan hidup yang dikutuk. Menjadi alat bagi penguasa yang dimanfaatkan hanya kebengisannya dan kredibilitasnya sebagai seorang jenderal yang tidak pernah gagal. Dia melupakan bagaimana rasanya menjadi seorang manusia atau bagaimana dia bisa menjadi seseorang normal sebelum tangannya berlumuran darah dan hatinya gelap oleh kehausan akan kehancuran.

(DRAMIONE) LADY OF THE CASTLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang