Chapter 7

12 7 0
                                    

.
.
.
.
.

"Atau jangan jangan lo udah bukan gadis lagi?"

PLAK

"Udah?"

"UDAH? UDAH PUAS NYAKITIN GUE HAH?!"

"GUE JUGA PUNYA PERASAAN DEVAN! GUE JUGA MANUSIA BIASA, GUE BISA SAKIT HATI!"

"LO SELALU BILANG GUE EGOIS,GA PERNAH MIKIR PERASAAN LO."

"TAPI SEKARANG GUE TANYA. LO PERNAH GA MIKIRIN PERASAAN GUE SEBAGAI PACAR LO?! PERNAH GA HAH?!"

"GUE SELALU SALAH DI MATA LO SEKALI PUN GUE BENAR!" tak peduli sekitarnya, Vanessa benar benar mengeluarkan unek-unek Nya yang selama ini ia pendam seorang diri.

"LO SELALU BILANG GUE ITU JALANG, ULAT BULU, WANITA MALAM. LO PIKIR GA, KALAU KATA KATA LO ITU NYAKITIN GUE!"

"BAHKAN DENGAN KATA MAAF SEKALI PUN GA BISA NYEMBUHIN LUKA YANG UDAH KEGORES DIHATI GUE VAN!.."

"gue cape Van, gue sakit.." Suara nya melemah. Pipi yang mulus itu kini telah basah oleh air mata yang tanpa diminta selalu saja turun.

"LO BILANG NYESEL PACARAN DENGAN GUE. ASAL LO TAU DEVAN PRINATA, GUE LEBIH NYESEL PERNAH KENAL BAHKAN PACARAN DENGAN SOSOK BRENGSEK SEPERTI LO"

"mari kita akhiri ini" Ucapnya dengan suara serak yang hampir tak terdengar, tapi masih didengar baik oleh Devan dan Erlandga yang masih diam mulai mengerti dengan situasi saat ini.

"Kita putus" Ucapnya dengan senyuman manis dan setelah mengucapkan kalimat itu penglihatan nya mulai memburam,sedetik kemudian semuanya gelap tanpa cahaya apapun. ia pingsan.

🦋🦋🦋

Dengan perlahan Vanessa membuka matanya, ia mengedip kan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang ada. ia memegang kepala nya yang masih terasa sakit. Matanya tak henti menelisik keruangan yang asing baginya.

Ruangan yang sangat sederhana untuk sebuah kamar. Banyak gambar motor dan hiasan hiasan yang tersusun rapi di dinding. Suasana kamar ini seperti kamar seorang laki laki.

Dengan perlahan ia duduk dan bersandar dikepala kasur. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi. Dan dimana ia sekarang.

Ingatannya kembali ke beberapa jam lalu, dimana ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Devan.

setetes air bening itu kembali membasahi pipi putih nan mulus itu. Ia mendongak untuk mencegah air mata itu kembali turun walaupun sia-sia saja. dengan tak sopannya air mata itu kembali turun tanpa kendalinya.

"Air mata lo terlalu berharga buat nangisin seorang lelaki" Ucap seseorang yang baru berada diambang pintu.

Vanessa menoleh kesumber suara. Ia hanya terdiam menatap kosong seseorang yang berjalan mendekat kearahnya.

"Keputusan lo udah tepat" Ucapnya memotivasi. Bibirnya perlahan bergerak melengkung membentuk senyuman indah yang sangat jarang ia perlihatkan kepada siapa pun kecuali pada malaikat tak bersayap nya. Mama-nya.

Sedari tadi Vanessa hanya diam membisu, namun tak urung air matanya tetap mengalir deras. Dengan susah payah ia menahan suara isakan yang ingin keluar. namun pada akhirnya isakan tersebut lolos keluar dari mulutnya.

BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang