33 : TOUS IMPLIQUÉS

262 24 2
                                    

Penggunaan tumbuhan obat seperti tanaman mint, lavender, dan chamomile untuk meredakan berbagai penyakit dan gejala mulai dibagikan kepada para tentara.

Rosaline sendiri lah yang memberikan kotak berisi obat herbal itu kepada tentara-tentara Valcke, ditambah beberapa pakaian dan alat medis lainnya.

Helios dari jauh memperhatikan gerak-gerik Rosaline dan tanpa sadar senyuman terukir dari sana. Betapa indah nya Rosaline jika dipandang, tak hanya fisik saja― baik sifat atau pun kepribadian, Rosaline sangat lah sempurna.

Rosaline tanpa kenal lelah karena sejak pagi datang, ia sudah bekerja keras menjadi relawan.

"Tatapan ini memang terlihat sangat sederhana tetapi justru dari tatapan itulah aku merasa sangat bahagia. Kau adalah seluruh hidupku. Aku akan mengikuti dirimu sampai ke ujung bumi dan aku ingin kau tahu itu. Aku mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini, dan itu tidak akan pernah berubah. Kau adalah segalanya bagiku, hatiku, jiwaku." batin Helios kala melihat senyuman merekah Rosaline yang tulus menjadi relawan.

Tiba-tiba Astoria datang dan memecah lamunan Helios.

"Bagaimana kabarmu, Sir?" tanya Astoria berbasa-basi.

"Seperti yang kau lihat Miss Frantz."

Astoria mengikuti arah pandang yang dituju Helios― kedua bola mata itu menatap Rosaline dengan dalam. Ia cemburu, namun bahagia. Rasanya sulit dijelaskan. "Sir, betapa bahagia nya aku melihatmu bahagia akhir-akhir ini. Kau dan aku tumbuh bersama, kemudian untuk pertama kali nya dirimu tampak hidup." Astoria mengucapkan dari lubuk hati nya.

Helios melakukan kontak mata dengan Astoria, "Terima kasih."

"Kau tertarik kepada Her Highness, Princess Rosaline bukan?" tanya Astoria pura-pura tidak tahu, "Tidak usah berbohong, aku mengetahui nya."

Helios menganggukan kepala kecil tanpa memjawab lalu mengalihkan pandangan kembali ke arah Rosaline.

"Jika ini adalah sebuah drama, mungkin ini adalah bagian sedih-nya." celetuk Astoria, "Kalau begitu, aku permisi Sir Helios. Masih ada banyak pekerjaan." Astoria melangkahkan kaki menuju tempat yang ia tuju.

Helios mengeryitkan alis kebingungan mendengar pernyataan Astoria.

******

Astoria meninggalkan barak militer sejenak sembari menunggangi kuda. Ia memacu kuda dengan sangat cepat dikarenakan gejolak rasa sakit hati nya.

Nasi sudah menjadi bubur, itu lah yang Astoria rasakan. Astoria menyesal tidak mengungkapkan perasaannya pada Helios sejak dulu. Bulir-bulir air mata mulai mengalir di sudut bola mata Astoria.

Tanpa sadar, Astoria kehilangan keseimbangan, penyebabnya adalah jalanan curam sebab ia berada kaki bukit dan menyebabkan Astoria terjatuh sampai terguling-guling. "Ya Tuhan!" tubuh Astoria menabrak sebuah batu hingga ia terhenti disana.

Suara tangisan bercampur semua rasa sakit mulai terdengar.

Seolah tidak peduli pada darah segar mengalir di dahi nya, Astoria tetap merasa hati nya yang lebih sakit.

"Lemah sekali, bangunlah."

Astoria langsung menghentikkan tangis nya lalu membulatkan mata terkejut. Ia berusaha bangkit dan bersandar pada batu besar. "K-kau?" baru lah ia meringis kesakitan.

"Aku melihatmu memacu kuda dengan cepat dan terjatuh, dan aku memutuskan kemari untuk membantu mu. Ada apa?" Lauren merasa ingin tertawa.

"Kau tidak perlu sok akrab." Astoria memegangi dahi nya.

"Patah hati itu adalah hal yang wajar dalam kehidupan, Miss Frantz― mau ku bantu melakukan sesuatu agar kau terhibur?" Lauren menyilangkan kedua tangan di depan dada dengan sikap angkuh.

Astoria berusaha untuk berdiri namun kaki nya terasa sangat nyeri sehingga ia tertatih-tatih.

"Kau ingin berjalan dengan cara tertatih-tatih seperti itu? Hewan di bukit ini akan tertawa."

"Diam! Kubilang diam!" bentak Astoria merasa sangat kesal pada Lauren.

Lauren tanpa basa-basi langsung menompang tubuh Astoria, membantu nya dengan ikhlas. "Aku adalah pria sejati Miss Astoria Frantz. Aku akan membantu mu tanpa mengharapkan imbalan."

Astoria mulai berjalan kecil karena dibantu Lauren, "Kulakukan ini dengan terpaksa, Your Grace."

"Your Grace? Selama ini kau salah, aku belum memiliki gelar itu karena ayahku masih hidup. Tapi dikemudian hari aku akan menjadi Marquess."

"Aku tidak bertanya." jawab Astoria singkat, padat, dan jelas.

"Dalam hati mu, kau ingin menjadi Marchioness-ku bukan?" Lauren melirik Astoria dengan tatapan genit sembari mengangkat-angkat alisnya.

"Kau sangat percaya diri, aku muak― ngomong-ngomong apa kau tidak membawa kuda? Seluruh tubuhku sangat sakit."

Tanpa basa-basi Lauren langsung berlutut dan menawarkan punggungnya untuk menggendong Astoria. "Naiklah, aku akan membawa mu kembali ke barak militer."

"Aku yakin kali ini menggunakan pamrih."

"Naik atau kau kutinggalkan mati disini?"

Astoria sedikit gugup menaiki punggung Lauren.

Memastikan Astoria tidak terjatuh, Lauren pun kembali bangkit. Terus melangkah, memijak tanah yang berbatu.

Punggung Lauren mulai terasa tegang, tetapi ia tak mengendurkan langkahnya. Lauren tetap berusaha mempercepat langkahnya menuju baraak militer.

Tangan Astoria ditempatkan di antara leher dan bahu untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas saat digendong di punggung.

"Kau merasa canggung? Aku bisa mendengar deru nafas mu." Lauren tersenyum smirk sembari berjalan.

"Sangat. Karena kau orang asing."

"Kau harus terbiasa karena kau adalah Marchioness-ku, My Lady." dalam ketegangan, Lauren tetap menjahili Astoria, karena sangat menyenangkan.

"Aku tidak sudi bahkan saat aku mati sekalipun."

Lauren tertawa keras. Walaupun nafas nya tengah-tengah ia tetap akan membantu Astoria kembali ke barak militer― rencana nya untuk menyelinap masuk ke dalam barak militer akan semakin di depan mata.

Fokus pada tujuan, mendapatkan Rosaline dan menyingkirkan Helios.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
~~~~~~~~~~
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Next?

Jangan lupa vote + komen + share!❤️

Fyi aku udah dapet ending yang akan kutulis✨

@N.Z.K

ENOUMENT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang