Bab 11

1K 120 1
                                    

Alessio sadar sejak awal, ia tidak akan pernah bisa untuk bersikap dingin bahkan marah kepada Gianna lebih lama. Meskipun dalam tiga tahun belakangan ia cukup mahir untuk bertingkah seakan-akan dirinya tidak peduli pada Gia, hal itu dapat terjadi karena selain Alessio sibuk dengan Ales Saluti, intensitas mereka dalam bertatap muka dengan panggilan video juga sangat jarang.

Sangat berbeda saat Alex menatap Gianna secara langsung.

Bukan pertama kalinya bagi Alessio melihat Gianna yang begitu cantik dengan riasan dan pakaian yang dia kenakan—nyaris seumur hidupnya. Tapi malam itu ... ketika Alessio pikir dia mampu untuk terus mengabaikan Gia, Alessio tahu dia telah membuat kesalahan besar.

Tidak cukup dengan banyak pasang mata berusaha untuk menelisik Gianna, rasa cemburunya kian tidak terkendali ketika Leon Vitiello membuat klaim pada Gianna. Dengan sepak terjang Leon yang brengsek di sekolah lama pria itu, Alessio tahu dia tidak akan melepaskan Gia, tidak kepada pria bajingan seperti itu.

"Kau seharusnya mendengar ucapanku dengan baik, Vitiello," desis Alessio ketika ia melihat Leon tengah berdiri sendiri sebelumnya.

"Apa? Apa kau akan menghancurkan 'kerajaan' milik Ayahku? Aku tidak tahu bahwa kau adalah pria pengecut yang suka mengancam..."

"...apa kau sangat marah karena aku bersama Gia karena kau Pamannya? Tidak adil, berikan kesempatan pada Tuan Silvestre Gattani untuk marah—karena pada kenyataannya, dia setuju dengan keberadaanku di sisi Gia."

"Kau ingin benar-benar hancur rupanya," Alessio mendengus pelan. "Aku tidak akan membiarkan Gianna berada di sisi pria bajingan sepertimu—apalagi dengan reputasimu di sekolah lamamu."

"Kau sudah tahu ternyata," Leon terkekeh dengan santai. "Tapi gadis itu sudah mengkonfirmasi bahwa dia memfitnahku, tidak ada bukti konkrit bahwa anak yang dia kandung adalah anakku."

"Gia sepertinya akan keluar sebentar lagi," Leon berpura-pura melirik jam tangannya, "ah... aku akan mengantarkannya pulang."

"Haruskah aku memakai pengaman malam ini Alessio?"

Alessio masih mengingat ucapan Leon Vitiello yang berhasil membuat emosinya memuncak. Hingga Alessio dengan berang memukuli pria itu hingga tersungkur ke tanah. Fitnah atau bukan, Alessio tidak peduli.

Egonya memuncak hanya karena dia tahu Gianna bersama seorang pria—hanya karena seorang pria menginginkan Gianna. Tentu saja, Alessio sangat cemburu.

"Kau hanyalah Pamannya," desis Leon. "Kau seharusnya menempatkan diri sebagai seorang Paman—kenapa kau memandangku seakan-akan aku adalah musuh besarmu?"

"Gianna Gattani bukan kekasihmu, Alessio. Tenanglah," ejek Leon. "Dia milikku."

"Mulai hari ini, Gianna bukan kekasihmu lagi," balas Alessio sedingin es.

Alessio memejamkan kedua matanya, menyesap rokok yang dia selipkan di bibir, membiarkan asap berembus diikuti angin malam dari balkon kamarnya. Setelah menghisap sebanyak lima kali, ia kemudian mematikan benda itu ke asbak.

Alessio beralih pada sebotol vodka yang belum ia sentuh sama sekali. Ia menenggak cairan itu hingga habis seperempat botol. Sedikit rasa panas melewati tenggorokan, tiba-tiba ponsel Alessio bergetar, Saverio mengirimkannya pesan. Ia menghembuskan napas pelan dan melangkah menuju ruang kerjanya—untuk kemudian mengirimkan salinan pada pria itu.

Alessio : Apa kau tahu pukul berapa sekarang?
Saverio : Maaf, besok kau tidak akan datang ke kantor, aku pikir aku tidak ingin lupa.
Saverio : Terima kasih.

Langkah kaki Alessio terhenti di depan kamar Gianna. Ia melihat pintu kamar gadis itu terbuka dan mendapati Gia terlelap di atas meja belajar. Beberapa buku tampak berserakan—dijadikan tumpuan oleh gadis itu.

"Apa kau selalu seperti ini Princess?" bisik Alessio. "Ayo, kita pindah ke tempat yang lebih nyaman."

Gianna melenguh pelan ketika Alessio berusaha untuk memindahkannya ke atas ranjang. Di dalam dekapan Alessio, Gianna membuka matanya dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul.

"Uncle Alex?" bisik Gia, "hm... apa yang kaulakukan di sini."

"Tidurlah," balas Alessio.

Gianna menenggelamkan wajahnya ke bantal. Alessio menutup jendela besar yang mengarah ke balkon, lalu menata buku Gianna yang berserakan. Sebelum melirik Gia, ia memastikan bahwa seluruh tugas Gianna telah dikerjakan.

"Aku bisa mencium parfummu," gumam Gia dalam tidurnya saat Alessio merebahkan diri di sisi gadis itu.

Alessio menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Gia, ia tersenyum saat berkata, "benarkah?"

Tidak ada jawaban; Gianna benar-benar telah terlelap sepenuhnya.

Kedua mata cokelat Alessio menelisik Gianna yang tampak damai. Gadis itu kian mendekat dan Alessio hanya mampu membeku merasakan Gianna menenggelamkan wajahnya ke dada Alessio.

Gianna belum memberikan Alessio jawaban, mereka langsung pulang setelah berdebat di basement, dengan suasana hening sepanjang jalan. Sedikit canggung. Walaupun demikian, Alessio tahu ia tidak lagi bersikap dingin pada Gia.

"Aku pikir aku sudah gila sekarang, Amore Mio," ujar Alessio dengan pandangan terhenti pada bibir ranum Gianna.

Alessio tidak menahan diri lagi. Ia menunduk, mengecup bibir Gianna sekilas dan setelahnya menayadari bahwa gairahnya meletup-letup seketika.

Ini adalah bagian salah yang seharusnya kaupikirkan, Alex.


TBC

Under His ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang