Bab 14

509 67 3
                                    

A/N : Versi PDF Under His Control (full sampai ending) bisa kalian pesan di WA : ‪+62 858‑6347‑4083‬. Selain itu, bisa dibeli juga di Google Play Books dan dukungan Karya Karsa @iamtillyd

***

Alessio Gattani menunggu di parkiran depan gedung sekolah, bersandar di mobil Ferrari hitam miliknya dan sesekali melirik ponsel pria itu; menunggu kabar Gianna seandainya gadis itu sudah melewati kelas terakhir.

Suara bisik-bisik dan tawa terdengar, bahkan tidak sedikit yang memandang Alessio penuh minat. Para remaja, wanita—mereka tahu apa yang mereka lihat di depan matanya—dan Alessio sudah terbiasa menjadi pusat perhatian seperti itu.

"Princess," bisik Alessio saat Gianna melangkah mendekat ke arahnya dengan ragu.

"Jangan memelukku," rengek Gianna, "aku sangat bau keringat."

Alessio terkekeh pelan mendengar protes Gianna. Ia tetap memberikan pelukan kilat pada Gianna dan menemukan bahwa gadis itu tidak bau sama sekali. Harum vanilla adalah harum dominan yang menusuk di hidung Alessio. Jujur saja ... ia ingin lebih lama memeluk Gia, tapi mereka berada di sekolah sekarang.

"Uncle..."

Seperti ini, kehidupannya dan Gia terasa sama. Namun, mereka lebih 'dekat' lagi. Bagi Alessio terasa cukup; Giannanya tidak berubah, tapi mereka saling memahami apa yang mereka rasakan satu sama lain.

"Ke mana kita akan pergi? Kenapa jalannya tidak ke mansion? Kau tahu aku belum mandi—"

Alessio tersenyum dengan pandangan lurus ke jalanan kota Milan. Mobil Alessio berhenti di depan lobi Gattis Food. Ia kemudian menyerahkan kunci pada valet sebelum mengamit jemari Gianna—agar gadis itu satu langkah dengannya.

"Bukankah ini kantor Papa? Apa kau ingin berbicara dengannya sekarang—"

"Silvestre tidak lagi bekerja di sini, Gia," potong Alessio dengan suara yang rendah, "aku tidak ingin mengambil resiko berpisah denganmu lebih cepat, Amore. Ayo masuk."

"Gia? Hai," sapa Marcella dengan senyuman lembut di bibir. "Alex bilang dia ingin mempertemukanmu denganku—dia ingin aku berbicara padamu."

"Tidak perlu khawatir, aku bisa menyimpan rahasia," tambah Marcella seakan menyadari kerutan bingung di kening Gianna.

Alessio melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya disusul oleh Gianna dan Marcella. Gianna duduk di samping Alessio, sementara Marcella duduk di seberang mereka.

"Seperti yang kau sudah kauketahui ... aku dan Alex—kami bukan sepasang kekasih yang 'nyata', Gia," ujar Marcella membuka cerita.

"Uncle Alex mengenalmu dengan baik," bisik Gianna.

Marcella tertawa pelan, "kami dekat, tapi tidak dalam hal lain. Aku berani bersumpah atas ucapanku jika aku tidak dibayar sama sekali ataupun sepakat untuk berbohong dengan Alex. Kami bahkan baru bertemu ketika aku melamar di Gattis Food."

Alessio beranjak bangkit ketika ponselnya berdering. Ia kemudian mengangkat panggilan lalu setelah berbicara di telepon, Alessio memasukki ruangan tim peneliti makanan, dengan sengaja memberikan ruang bagi Gia dan Marcella berbicara.

"Apa kau percaya padaku bahwa aku bukan kekasih Marcella?" bisik Alessio ketika Marcella telah pergi.

"Tapi ... kenapa tidak?"

Alessio mengerutkan kening. Ia menatap Gianna tepat di mata dan balas bertanya, "kenapa tidak?"

"Marcella sangat cantik, Uncle. Dia—cara dia berbicara, dia sangat dewasa dan siapa yang tidak terpesona pada Marcella? Bahkan Mama menyukai Marcella," jelas Gianna lirih.

Alessio menelisik Gianna dengan saksama. Siapapun tahu bahwa mahakarya Tuhan bernama Gianna Gattani adalah makhluk yang sempurna. Di usianya yang masih belia, Gianna telah menunjukkan dari seluruh garis di wajahnya bahwa dia akan semakin tumbuh menjadi malaikat yang cantik. Hidung yang mancung dengan bentuk yang pas, bibir kecil nan penuh, mata cokelat madu yang dipayungi bulu mata yang lentik.

"Bagaimana mungkin kau bisa berpikir demikian Gia?" bisik Alessio dengan suara yang rendah. "Bagiku, kau seribu kali lebih cantik dari wanita manapun, tidakkah kau menyadari bahwa di acara kemarin semua pria menatapmu dengan penasaran?"

"Aku tidak menyadari hal itu," ujar Gianna tercekat. "Ta-tapi ... jika hanya karena aku cantik—"

"Bukan karena hanya cantik," Alessio memotong dengan tegas. "Jika hanya cantik yang kaupikir di kepalamu, ya, aku mengakui bahwa Marcella memang cantik."

Pupil mata Gianna membesar. Alessio menarik pinggang Gianna mendekat, menutup jarak di antara mereka.

"Tapi Gia..." Alessio membawa jemari Gianna di dadanya, "jika kaupikir aku jatuh cinta padamu hanya karena kau memiliki paras yang sempurna. Kau salah."

"Karena mungkin saja ... seperti yang kaupikir di kepalamu, maka jika hanya cantik, aku bisa jatuh cinta kepada Marcella. Benar begitu?"

Gianna mengangguk, Alessio menekan jemari Gianna lebih dekat dengan dadanya—tepat di jantungnya. Sementara kedua matanya tidak berhenti menatap gadis itu.

"Jantungku—hanya dengan menatapmu jantungku menghentak-hentak seperti ini," ujar Alessio serak.

"Aku merasakan hal yang sama ketika menatapmu, Uncle," ujar Gianna dengan pipi memerah. "Aku pikir karena Uncle seperti Pangeran."

"Pangeran?"

"Sangat tampan."

Alessio terkekeh pelan. Ia mencium buku jari Gianna sekilas. "Kaupikir aku sangat tampan?"

"Apa aku harus menjelaskannya?" bisik Gianna dengan malu-malu. "Aku pikir aku mengagumimu ... tapi aku melihat banyak pria tampan lain. Dan mereka, tidak bisa membuat jantungku berdebar hanya karena menatapnya."

"Tutup matamu," perintah Alessio dengan serak.

Gianna menurut tanpa bertanya. Alessio seketika menunduk, mencium bibir Gianna dengan lembut. Sejenak Alessio merasakan Gianna yang terkesiap karena terkejut. Tapi ketika Alessio meraih pinggang Gianna dan membungkusnya dengan lengannya, gadis itu mulai rileks perlahan.

Meskipun masih sedikit kaku, Gianna mulai membalas ciuman Alessio. Decapan di antara mereka terasa kian mulai intens. Suhu pendingin ruangan terasa kurang bagi Alessio. Tubuhnya memanas, darahnya berdesir dan ia seakan ingin meledak seketika.

"Bagaimana aku mampu menjelaskannya padamu?"

Gianna menunduk dengan pipi semerah tomat. Jemari gadis itu terlepas dari kerah kemeja Alessio. "Menjelaskan a-apa?" cicit Gianna dengan pipi memerah.

"Pengaruhmu, Gianna Gattani. Apa yang baru kita lakukan tadi, bukankah hal itu juga membuat darahmu berdesir?"

"Karena aku merasakannya. Ada sesuatu yang akan membuat kita terasa sempurna ketika bersama. Dan hal-hal seperti itu ... aku rasa, aku tidak akan memilikinya di wanita manapun."

TBC

Under His ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang