Prolog

13.2K 1.1K 76
                                    

PROLOG

A/N : Aku tidak tahu berapa kali aku memperbaiki cerita ini. Tapi setelah dicek ulang, memang ada bagian yang kacau sekali. Untuk cerita ini sendiri berkaitan dengan Wicked Bond dan When We Kiss, jadi aku harus memastikan berulang-ulang supaya tidak ada plot hole.

Abaikan bab yang sudah kupublish sebelumnya. Silakan kita mulai dari awal di prolog untuk di Wattpad.

***

"Bagaimana rasanya? Apa menurutmu terlalu manis?"

"Tidak, ini cukup." Wanita berambut pirang itu menyodorkan sesendok krim pada Alessio dan memintanya mencicipi di sendok yang sama, "cobalah. Sepertinya kau hanya mencicipinya sekilas tadi."

Alessio menerima suapan itu. Ia mengunyah perlahan lalu senyuman di bibirnya tertarik. "Aku tidak menyangka akan membuat kue yang tidak gagal sama sekali."

"Benar, ini seperti mimpi, terakhir kali kau membuatnya—"

"Uncle Alex," putus Gianna membuat ucapan wanita berambut pirang itu terhenti.

"Gia," balas Alessio. "Apa kau membutuhkan sesuatu?"

"Aku ingin berbicara denganmu," ujar Gia nyaris tak terdengar.

"Ya?"

Gianna melirik wanita di sisi Alessio, sekali lagi membalas tatapan Alessio dan kembali melirik wanita itu, sebelum berkata dengan tegas.

"Hanya kita berdua," bisik Gia.

"Aku akan meninggalkan kalian berdua, maaf, permisi."

Alessio menatap pintu yang tertutup rapat. Kemudian dia beralih menatap gadis remaja yang kini menatap Alessio sepenuhnya. Ketika ia melangkah mendekat, saat itu juga Alessio dapat melihat dengan baik kedua mata Gianna yang berkaca-kaca.

"Kenapa kau membawa wanita itu kemari?"

"Aku belum memberikanmu jawaban—aku masih menyimpan jawabanku, Uncle Alex. Aku telah memikirkannya semalaman."

"Gia, aku ... maafkan aku atas ucapanku padamu sebelumnya." Alessio menghembuskan napas, "aku pasti sedang kehilangan akal kemarin. Forget about it, Gianna. Lupakan apapun yang kukatakan padamu. Apa kau ingin mencicipi kue buatanku? Kau selalu menyukai cokelat dari Belgia—aku membuatnya untukmu."

"Apa kau menyukainya? Atau kau berusaha untuk menyembunyikan dirimu dari balik punggung wanita itu?" cerca Gianna mengabaikan ucapan Alessio. "Seperti yang kaulakukan Uncle, aku juga tidak bisa berbohong, aku tahu apa yang kuinginkan."

"Tiap detik aku melihatmu tertawa dengan wanita lain, aku tidak menyukainya. Ketika kau memberikan seluruh perhatianmu pada wanita lain, hal itu terasa salah di mataku. Aku hanya menginginkannya untuk diriku. Aku tidak menginginkanmu untuk siapapun, Uncle..."

"...tidak siapapun, tidak untuk siapapun."

"Anggap kau tidak pernah mengatakan ini, Gia. Mari kita keluar dan kembali berkumpul."

"Katakan lagi," bisik Gia lirih. "Tanya padaku apakah aku bisa berkencan dan menjadi kekasihmu, aku akan memberikan jawabannya."

"Aku akan menjawab; ya. Aku ingin berkencan denganmu dan menjadi kekasihmu," tambah Gia dengan bergetar.

Gadis itu bahkan tidak memohon, tapi tatapan kedua matanya seperti sebuah permintaan telak yang tidak sepatutnya ditolak.

"Gia, apa kausadar apa yang kaubicarakan?" desis Alessio tercekat.

"Aku tidak menginginkamu, Gianna. Kau adalah keponakanku—"

"Kita tidak sedarah—"

"Kita adalah Gattani, Gianna. Kakakku adalah Ayahmu."

"Kau tidak bodoh, Uncle. Kau mendengarku dengan baik sebelumnya," balas Gia tak mau menyerah. "Aku ... aku juga ingin menjadi kekasihmu."

Kedua mata Alessio membulat. Pria itu membalas tatapan Gianna dan melihat permohonan yang nyata kali ini.

Sial, maki Alessio dalam hati.

"Kau tidak mengerti," Alessio berbisik, "Gianna..."

"Please, aku tidak ingin melihatmu dengan wanita lain. Aku cemburu, aku tidak menyukainya. Apa kau sadar kau telah menyakitiku?"

"Aku menginginkanmu, Uncle," ujar Gia dengan suara nyaris tak terdengar.

"Kau membuat keputusan yang salah, Gia," Suara Alessio berubah lebih dalam, "apa kau serius ingin menjadi kekasihku?"

"Ya, Uncl—"

Alessio tidak menunggu sampai gadis itu menyelesaikan ucapannya. Ia berderap meraih pinggang Gianna, bibirnya meraup bibir gadis itu dan menciumnya dengan dalam. Satu-satunya hal yang sangat ingin Alessio lakukan sejak awal; mencicipi dengan nyata bagaimana rasa gadis itu dari bibirnya yang ranum.

Dia telah menahan diri dan bertingkah seperti seorang Paman yang bermoral. Hanya dengan tatapan polos Gianna yang dipenuhi dengan kilat berbunga, iblis di dalam di diri Alessio meronta-ronta, berharap untuk keluar dan meraih kesempatan itu.

Gianna-nya yang polos. Gadis itu bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk sekadar membalas decapan Alessio.

"Apa kau bahkan mengerti apa yang kulakukan padamu sekarang Gianna?" tanya Alessio serak.

Gianna menatap Alessio dengan kedua pipi memerah. Alessio menurunkan sentuhannya dari pipi gadis itu menuju bibirnya yang membengkak.

"Gia, kenikmatan saat kau merasakan sesuatu yang manis seperti madu ... ketika aku menempelkan bibirku seperti tadi, apa kau tahu namanya?"

Alessio menunduk untuk mensejajarkan pandangan matanya, "mereka menyebutnya ciuman, Gia. Kita baru saja berciuman."

"Aku bisa melakukan ini padamu setiap hari, aku akan selalu menginginkannya," ujar Alessio dengan sengaja.

Alessio menginginkannya, ya, dan ia berharap kata-katanya akan membuat Gianna takut. Tapi alih-alih merasa takut, Gianna meraih tengkuk Alessio dan mencium bibir Alessio sekilas.

"Seperti ini? Aku tidak keberatan."

"Gia—"

"Aku ingin merasakannya lagi—kau akan mengajarkanku menjadi kekasihmu."

"Tidak," Alessio memejamkan matanya sekilas. Ia melangkah menjauh perlahan, "Gia, ini salah—"

"Damn, Princess. Aku tidak akan melanjutkan kesalahan seperti ini."

"Kita bukan sedarah, berapa kali aku harus mengulangnya?"

"Itu adalah kesalahan pertama ketika aku menghancurkan fakta bahwa meskipun kita tidak sedarah, kau masih memakai nama Gattani. Aku memelukmu ... membayangkanmu sebagai kekasihku."

"Masalahnya, Gianna Gattani, kesalahan-kesalahan yang akan datang selanjutnya ... aku tidak hanya akan mencium bibirmu. Jika sejak dari sekarang kau menjadi kekasihku, aku akan mencumbu setiap jengkal tubuhmu—karena aku sangat menginginkannya. Apa kau juga tidak keberatan akan hal itu?"

TBC

Under His ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang