07. Lari pagi

61 4 0
                                    

[ dia bilang, “yang semangat sayangnya aku!” ]

===

Reva menguap kecil saat pintu diketuk. Ia berjalan dengan linglung dan begitu ia membuka pintu, ia malah harus berhadapan dengan Jendra yang terlihat segar dengan balutan kaos tanpa lengan dan celana futsal.

“Pagi, cantik. Olahraga bareng yok? Gue mau lari keliling kompleks. Baliknya kita makan bubur ayam di depan Masjid. Gimana?” tawar Jendra.

Reva mengusap matanya dan menjawab, “males. Masih ngantuk. Gue mau tidur lagi biar abis ini bantu-bantu Tante Nisa masak.”

“Ngapain sih? Belum jadi mantu kok, gapapa gosah bantu-bantu masak. Mending temenin gue lari pagi aja,” ucap Jendra.

Reva mengerang kesal dan menyuruh Jendra untuk pergi. Namun, Jendra tak menyerah. Ia malah menyeret Reva ke kamar mandinya dan menyipratkan air ke wajah Reva sampai gadis itu tersentak kaget.

“JENDRA! DINGIN!” seru Reva.

Jendra tertawa kecil dan kemudian menepuk pundak gadis itu sambil berkata, "sikat gigi abis itu cuci muka dan gue tungguin di depan pintu. Kita lari bareng-bareng. Oke?” Jendra pergi tanpa membiarkan Reva menjawab.

Reva menatap kepergian Jendra dengan perasaan kesal. Ia membasuh wajahnya dengan air di wastafel dan kemudian mulai menyikat giginya dan mencuci muka. Ia akan berganti baju setelahnya dengan baju kaos lengan panjang dan celana olahraga karena ia yakin Jendra mengajaknya lari di jam-jam yang mana masih dingin suhu cuacanya.

===

Jendra duduk bersandar pada pintu kamarnya menunggu Reva. Hasan yang baru selesai mandi pun keluar dari kamarnya dan menatap Jendra dengan tatapan kaget.

“Bang, lo ngapain ngegembel depan kamar sendiri? Kayak laki kena usir bini aja deh,” ucap Hasan.

“Lagi nungguin Reva. Mau lari berdua. Siapa tau nanti ketemu belokan buat ke KUA. Hehe,” ucap Jendra.

“Masih pagi, jangan halu deh.” Hasan membalas.

Tak lama Reva pun membuka pintu kamar Jendra dan keluar dengan kaos biru muda lengan panjang dan celana olahraga panjang dengan warna senada. Rambutnya juga ia kuncir kuda. Hasan yang melihat itu langsung menyapa, “pagi, Kak Reva!”

Reva tersenyum balik. “Pagi, San. Udah mandi aja lo,” ucapnya. Hasan mengangguk. “Iya, Kak. Gue mau ke rumah temen. Dia ngajakin kerja kelompok.” Hasan menjawab.

“Pagi banget,” ucap Jendra sambil bangun.

“Katanya biar sarapan bareng gitu. Emaknya kalo sarapan suka masak bubur kacang ijo. Gue lagi pengen, makanya gue iyain aja dia suruh kerja kelompok pagi-pagi gini,” jawab Hasan.

“Lha, kenapa enggak minta Tante Nisa bikinin aja?” tanya Reva.

“Mana bisa Mama bikin bubur kacang ijo? Bubur ayam sih bisa, kalo bubur kacang ijo enggak bisa.” Jendra menjawab.

“Kalau gitu, kapan-kapan ke rumah Kakak aja, San. Nanti Kakak minta Mamanya Kakak bikinin,” ucap Reva.

“Wah? Serius, Kak?!” seru Hasan senang.

Reva mengangguk. “Hasan doang? Gue enggak?” tanya Jendra dengan wajah merengut.

“Lo siapa emang?” balas Reva.

Jendra semakin menekuk wajahnya. Hasan tertawa melihat Kakaknya. “Hahahah ... dahlah, Bang. Gue duluan ya, Kak Reva! Dah!” pamit Hasan.

“Dia adek gue kok malah pamit sama lo doang sih?” sungut Jendra.

[END] A Match Made in Chaos Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang