[ dia bertanya, "apaan tuh?" ]
===
Malam harinya, Reva yang sedang belajar di kamarnya tiba-tiba saja terganggu oleh suara ketukan pintu. Ia menoleh hanya untuk mendapati sang pacar menyembulkan kepalanya dan tersenyum dengan lebar kepadanya.
"Ngedate yuk?"
Reva memutar bola matanya jengah dan memilih mengabaikan Jendra. Ia kembali berkutat pada soal-soal di depannya. Total abai pada Jendra yang menyelonong masuk sambil duduk di karpet bulu di dekat kasur Reva. Pemuda itu duduk dan melepaskan jaketnya lalu berbaring tengkurap sambil membuka toples camilan yang tersisa setengah. Kebetulan ada di dekat meja nakas Reva. Mungkin terbawa oleh adiknya Reva.
Hampir sepuluh menit, Jendra hanya asyik dengan makanan kering di sana sampai akhirnya toples itu kosong tak ada isinya lagi. Ia duduk dengan benar dan kemudian bersuara dengan suara yang menurut Reva begitu mengganggu. "Re, ayo! Main keluar. Makan seblak kek, jajan es krim kek, naik odong-odong kek. Apa gitu. Jangan diem aja belajar mulu. Lo udah pinter, sayang. Peringkat dua di kelas lho. Mau sepinter apa lagi?"
Reva memutar kursinya dan menatap Jendra dengan tatapan tajam. "Enggak ada yang nyuruh lo dateng ke sini, Jen. Balik sono. Gue mau belajar. Bentar lagi ulangan semester satu. Kita udah kelas 12. Harus banyak-banyak belajar. Apalagi nanti bakal kuliah. Lo enggak mungkin enggak bakal lanjut kuliah, 'kan?" ucapnya dengan kesal.
Jendra meletakkan telunjuknya di kening lalu berkata, "enggak!"
Reva memutar bola matanya jengah. Ia tak bisa juga memaksa Jendra kalau memang pemuda itu tak berniat melanjutkan jenjang pendidikan ke yang lebih tinggi usai lulus SMA. Mungkin saja memang Jendra ingin bekerja toh orang tuanya Jendra tak menuntut pemuda itu jika memang ia tak ingin melanjutkan sekolahnya setelah lulus SMA. Asal lulus 12 tahun sekolah saja sudah syukur menurut mereka.
"Ayo, kita nyeblak. Gue laper." Jendra tetap tak menyerah.
"Kalo laper tuh makan, Jen. Di rumah emang enggak dimasakin sama Tante Nisa? Kalo lo laper turun aja ke dapur sana. Mama tadi masak banyak kok. Lo juga udah biasa numpang makan di rumah gue kayak tamu kagak diundang," ucap Reva sambil kembali memutar kursinya. Ia kembali fokus belajar.
Jendra bangkit dari duduknya dan kemudian berdiri di belakang Reva. Menatap bagaimana cekatannya gadis itu mengerjakan soal-soal penuh angka yang membuat Jendra pusing. Pemuda itu memang tak begitu menyukai angka karena ia selalu keliru dengan meletakkan angka-angka itu ketika ia akan menghitungnya. Maka dari itu ia masuk ke kelas 12 Bahasa dan bukannya kelas 12 MIPA seperti sang pacar. Jendra cukup suka dengan kelasnya sekarang karena memang ia suka dengan bahasa asing apalagi bahasa-bahasa unik dengan berbagai aksen atau logat tiap negara.
"Re, lo main TikTok enggak?"
Reva menautkan alisnya heran. Tumben sekali Jendra menanyakan hal itu? Namun, Reva menggeleng sebagai jawaban. Ia memang memiliki akun TikTok hanya saja jarang ia gunakan. Ia juga jarang bermain sosial media karena terlalu sibuk dengan belajar dan juga meluapkan kekesalannya karena Jendra yang hobi mengerjai dirinya.
"Gue baru bikin tadi. Soalnya Mada nunjukin video lucu di TikTok," ucap Jendra. Oke, Reva takkan menanggapi pacarnya itu. Ia lebih memilih fokus dengan soal-soal di depannya daripada menanggapi ucapan random Jendra.
Tak mendapati respon bagus dari Reva membuat Jendra tak kehabisan akal. Ia kembali berkata, "gue denger-denger ada makanan baru. Namanya bing chilling. Mau nyoba enggak?"
Oke, Reva menoleh. Jendra tersenyum dalam hati. Akhirnya sang pacar menunjukkan respon.
"Apaan tuh?" tanya Reva. Baru dengar ia nama makanan begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] A Match Made in Chaos
Teen Fiction[ B E L U M R E V I S I ] Sudah tahu kalau kesabaran Reva itu setipis tisu yang terkena air lalu dibelah-belah lagi jadi tujuh bagian, Jendra malah hobi sekali membuatnya pacarnya itu mengamuk. Herannya, hubungan mereka sudah berjalan dua tahun lebi...