[ dia bertanya, “sayangnya Jendra pengen apa?” ]
===
Oke, rupanya butuh waktu bagi Jendra untuk menenangkan kekesalan—kecemburuan—Reva. Mengapa? Ternyata malamnya saat Jendra akan minta maaf sambil membawa banyak makanan kesukaan Reva, gadis itu malah mengusirnya lantaran kesal melihat wajah Jendra. Usut punya usut, rupa-rupanya Reva sedang datang bulan.
Hari ini, Jendra tak henti-hentinya membuntuti Reva kemana saja gadis itu pergi. Tak peduli sudah diusir bagaimana oleh sang pacar, Jendra tetap keukeh mengikutinya, kecuali ke toilet tentu saja.
Reva berdecak kesal saat sedang mengerjakan beberapa soal-soal try out tahun lalu. Ia kesal bagaimana bisa Jendra malah duduk di sampingnya sambil memakan cokelat wafer dengan begitu berisik? Bahkan pemuda itu sengaja seolah-oleh memberitahukan kepada Reva bahwa betapa enaknya makanan yang ia makan. Reva ’kan jadi ingin memakannya juga.
“Brisik. Pergi!” usir Reva. Lagi.
Jendra seolah tuli. Ia malah kembali memasukkan wafer ke dalam mulutnya. Lantaran kesal, Reva langsung menyimpan mulut Jendra dengan beberapa wafer sampai pemuda itu tersedak.
“Uhhuk!”
Reva hanya melirik sadis saat Jendra meminum air mineral yang memang Reva selalu bawa setiap kali ia mengerjakan soal-soal try out tahun lalu di perpustakaan. Sebenarnya tidak boleh membawa makanan, hanya saja penjaga perpustakaan lelah berdebat dengan Reva. Jadilah, Reva diperbolehkan membawa minuman. Hanya minuman, itu juga air mineral saja.
“Galak bener sih. Coba cerita sama abang ganteng, ada apa? Hm? Mau seblak? Gaskeun. Mau mie ayam? Gaskeun. Soto ayam? Apalagi, boleh banget. Ciki? Silakan, tinggal ambil. Mau apa, hm? Mobil? Nanti, nunggi Abang ganteng jual ginjal dulu,” ucap Jendra.
Reva menatapnya tajam. “Diem deh. Pusing denger suara lo. Bukannya kelar latihan soal, malah pusing dengerin kaset rusak kayak lo!”
Jendra tersenyum lebar. Bukannya sakit hati, ia malah senang kalau dimarahi sang pacar. Agak lain, memang. Ia kemudian meletakkan dagunya di atas botol air mineral dan menatap ke arah Reva dengan tatapan polos. Hal itu membuat Reva tak sanggup mengomel lagi jadinya.
“Ugh! Diem kalo enggak mau pergi,” ucap Reva pada akhirnya. Jendra mengangguk pelan. Ia akhir diam.
Reva kembali fokus mengerjakan soal-soal latihannya dan sesekali mengusap perutnya. Hari pertama datang bulan memang terkadang rasanya sangat sakit. Perut rasanya diputar-putar tak karuan. Apalagi kalau duduk terlalu lama. Rasanya Reva ingin melemparkan buku-buku di depannya dan bersembunyi di bawah selimut di atas ranjangnya yang empuk.
“Sakit, ya?” tanya Jendra. Reva menatapnya kesal. Tatapan gadis itu seolah-olah mengatakan ‘masih harus ditanyakan yang seperti itu?’ kepada Jendra.
Jendra pun menegakkan tubuhnya dan menutup buku-buku milik Reva. Mengabaikan tatapan tajam sang pacar, Jendra langsung menarik tangan Reva dengan lembut. Ia bahkan dengan senang hati membawakan buku-buku Reva.
===
Jendra membawa Reva pergi ke Kantin. Ia meletakkan buku-buku Reva di atas meja kosong seolah-olah sebagai penanda kalau meja itu ada yang menempati. Ia kemudian mengajak Reva menuju rak-rak berisi camilan dan juga minuman kemasan yang ada di kulkas.
“Sayangnya Jendra pengen apa?” tanya Jendra.
Reva berdehem kecil. Telinganya memerah dan kemudian gadis itu mengambil beberapa camilan seperti keripik singkong dan juga beberapa minuman jus kemasan. Ia menatap Jendra dengan tatapan ketus yang sebenarnya adalah bentuk pertahanan rasa gengsinya.
“Itu aja?” tanya Jendra. Reva membalas dengan nada ketus, “lo mau gue gendut, ha?!”
“Astaghfirullah, enggak. Yaudah, iya. Segitu aja. Sekarang lo duduk gih, gue mau bayar.” Jendra berucap sambil mendorong punggung Reva menjauh.
Gadis itu menatap Jendra tajam, tapi tetap menurut. Ia berjalan menuju meja di mana Jendra meletakkan buku-bukunya tadi. Jendra berjalan menuju kasir dan kemudian mengambil satu bungkus basreng pedas.
“Totalnya Rp.20.000, Jen. Mau tambah apa lagi?” tanya si Kasir. Jendra mengangkat satu bungkus basreng di tangannya seolah mengatakan bahwa ia menambahkan basreng.
“Udah sama basreng. Satu lagi enggak?” tawar si Kasir.
Jendra menggeleng kecil. “Enggak deh. Gue enggak terlalu suka pedes, Mang. Buat Reva. Lagi dapet dianya,” jawab Jendra.
“Oh, lagi galak. Es krim sekalian enggak? Bini gue kalo lagi dapet suka makan es krim,” ucap si Kasir lagi.
“Enggak, Mang. Reva kalo lagi dapet malah enggak suka makan es krim. Katanya bikin perutnya tambah sakit.”
Kasir itu mengangguk paham dan kemudian menyerahkan kembalian kepada Jendra. Pemuda itu berjalan menuju sang pacar dimana Reva sudah asyik memakan keripik singkongnya.
Begitu Jendra duduk, Reva langsung menatap basreng yang ada di tangan Jendra. Saat Jendra membuka bungkus basreng itu, Reva langsung mengambilnya dan menyantapnya. Jendra malah terkekeh geli dan kemudian memakan keripik yang tadi diabaikan oleh Reva setelah merebut basreng di tangannya.
Percayalah, ketika makanan itu diletakkan oleh Reva di atas meja dan ia sudah memakan yang lain, maka itu adalah kode untuk Jendra bahwa makanan yang ia abaikan takkan ia makan lagi. Jadi, Sebagai pacar yang baik, Jendra akan menghabiskannya walaupun Jendra tak menyukai makanannya.
“Enak?” tanya Jendra. Reva mengangguk sambil tersenyum kecil. Ah, itu artinya ia menikmati makanannya. Haruskah Jendra membeli basreng pedas lagi?
“Jangan deket-deket lagi sama adik kelas kayak waktu itu. Bikin anak orang baper yang ada,” ucap Reva sambil terus mengunyah basreng pedas itu.
Jendra terkekeh kecil dan mengangguk. “Iya, sayangku. Janji deh enggak gitu lagi. Nanti kalo ada yang minta foto bakal gue tolak. Oh, apa perlu gue sablon kaos tulisannya ‘cewek gue namanya Reva dari kelas 12 MIPA’ supaya adik kelas yang lain kalo mau foto sama gue jadi mikir dua kali?” ucap Jendra.
Reva menatapnya malas. “Berlebihan. Norak yang ada,” ucapnya.
“Lho, daripada nanti anak orang baper? Mending norak ke pacar sendiri, ’kan? Lagipula gue rela kok norak demi lo. Apa sih yang enggak demi sayangnya aku?”
Reva menatapnya tajam. “Kalo lo berani begitu, gue botakin beneran.”
“Gapapa. Lo juga gue botakin. Biar kita couple goals. Biar viral di TikTok. Nanti diundang ke podcast trus masuk TV. Beuh, jadi artis kita. Mayan, cuan.” Jendra menanggapi tak serius.
Reva mendelik tajam. “Viral kok hal yang enggak penting sih? Viral tuh karna prestasi. Gini nih jadinya negara kita enggak maju-maju soalnya generasi mudanya pada mikir gapapa goblok, gapapa aneh asalkan viral. Coba gitu yang viral yang berprestasi.” Reva mengomel.
“Iya deh, iya. Lo aja ntar yang jadi presidennya. Biar negara kita maju semaju tekatku membawamu ke pelaminan,” ucap Jendra.
“Cringe banget njirr,” balas Reva geli dengan gombalan Jendra.
===
to be continued.
![](https://img.wattpad.com/cover/361943462-288-k388317.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] A Match Made in Chaos
Teen Fiction[ B E L U M R E V I S I ] Sudah tahu kalau kesabaran Reva itu setipis tisu yang terkena air lalu dibelah-belah lagi jadi tujuh bagian, Jendra malah hobi sekali membuatnya pacarnya itu mengamuk. Herannya, hubungan mereka sudah berjalan dua tahun lebi...