Aku menghidangkan sepiring balu mentega yang baru matang di atas meja. Kulirik Toji lantas menyantapnya, aku pun duduk di samping Megumi yang telah mengucapkan terima kasih kepadaku.
"Kau juga makanlah dulu. Nanti aku saja yang membereskan piringnya." Megumi berkata.
"Tidak perlu, tak masalah kok."
Megumi tak mengatakan apa-apa lagi, tetapi ia memutar kedua bola matanya setelah menatap Toji. Pria berusia 43 tahun itu tetap meyantap kue buatanku dengan tenang, sesekali membalik halaman koran yang tengah ia baca di meja makan.
Setelah selesai makan, Toji berdiri dengan membawa korannya. Ia menguap dan menggaruk kepala. Terlihat masih ngantuk karena baru pulang pagi tadi.
"Makasih, ya. Saya mau tidur dulu."
"Iya, Pak."
Walau berkata demikian, dia tetap membawa koran ke kamarnya. Setelah kepergian Toji dari meja makan, Megumi mulai mencibir pria berbadan besar itu.
"Dasar tidak sopan."
Aku hanya tertawa kecil untuk meredakan kecanggungganku. Mau bagaimana pun, di sini sebagai teman lelaki Megumi, aku menginap gratis karena diizinkan oleh Pak Toji. Kami yang masih SMA tentu saja tak mempunyai banyak uang untuk menyewa rumah sendiri. Untuk membalas kebaikan hati mereka, terkadang aku memasak sarapan dan camilan seperti tadi.
"Aku baik-baik saja, makanlah lagi."
Aku kembali memotongkan bolu mentega untuk Megumi, dan kami menyantapnya bersama.
.
.
.
Tamat
Tema: Makanan kesukaan, harus pakai karakter dirimu yang gendernya dirubah jadi berlawanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Never Forget You (Pria-pria yang telah mati)
Fiksi PenggemarSepenggal kisah untuk pria-pria yang telah mati, kurindukan dan sering kali membuat bunga di hati menjadi layu. Kadang kala teringat, bermimpi, dan memutar kenangan agar tak meleburkan ingatan yang telah berkarat. Melupakan nama, suara, bahkan waja...