"HAN, PASAR MALEM!!!"
"HAH? APAAN?"
Ressa mendesis kesal, helm dan angin adalah perpaduan yang lengkap untuk belajar menjadi budek. "PASAR MALEM!!" jerit Ressa menunjuk ke salah satu arah sembari menggeplak kepala yang terbalut oleh helm itu dengan kesal.
Menatap arah yang di tunjuk oleh Ressa membuatnya seketika tertawa. "Nunjuk pasar malem ternyata," katanya pelan.
Sesuai keinginan Ressa, motor yang sedang ia bawa akhirnya berhenti di area pasar malam. Hanendra segera mencari tempat untuknya memarkirkan motor. Tempat parkir sangat penuh, cukup membludak. Hanendra bahkan hampir tidak mendapatkan lahan untuk parkir jika tidak di bantu oleh tukang parkir.
"Gila penuh banget," ujar Ressa selepas turun dari motor.
"Gimana? Mau masuk?"
"Udah nanggung gak, sih? Tapi kalau lo gak mau, gapapa. Kita jalan lagi aja."
"Ya, udah masuk."
Hanendra tertawa kecil melihat Ressa yang kesusahan membuka tali helmnya.
"Ini kenapa gak bisa, sih?"
"Gue lupa bilang kalau itu emang macet, jadi jangan di kunci."
Seketika Ressa melotot, merasa panik dengan informasi yang baru saja di dengarnya itu. "Terus gimana? Masa gue pake helm terus kaya gini, sih? Lo juga kenapa gak bilang anjir!"
"Sorry... sorry, gue lupa." Hanendra berjalan mendekat. "Sini gue bantuin," ucapnya mengambil alih lengan Ressa pada tali helm. Untuk pertama kalinya mereka berdiri sedekat ini. Ressa bahkan bisa merasakan deru nafas halus laki-laki itu mengenai lehernya. Sungguh demi apapun, posisi ini sangat bahaya bagi jantungnya.
Ini jantung bisa tenang dikit gak, sih anjir! Si Han kalau denger lu gedebag gedebuk di situ gimana!! Gadis itu menggerutu kesal pada batinnya.
"Dah." Sepatah kata yang keluar dari mulut Hanendra membuat Ressa akhirnya bisa bernafas lega, setelah beberapa saat yang lalu ia refleks menahan nafasnya. Gadis itu dengan segera memberikan helmnya. Merapihkan kembali rambutnya bahkan tanpa di duga Hanendra juga ikut membantunya merapihkan rambut. Lama-lama Ressa bisa benar-benar gila dengan sikap si Gemini ini.
Lantas saja keduanya mulai berjalan beriringan menuju gerbang pasar malam selepas memastikan motor sudah terparkir dengan baik. Tapi belum sampai mereka masuk ke dalam area, keduanya tercengang. Pasar malam itu benar-benar sangat penuh.
"Han, gimana?" tanya Ressa terlihat ragu.
"Udah tanggung," ujarnya lantas menggenggam lengan kiri Ressa dengan erat. "Lo jangan lepasin tangannya. Kalau hilang bisa berabe."
Tepat saat itu, Ressa benar-benar akan menggila rasanya. Ia ingin berteriak dengan segala perlakuan manis Hanendra kepadanya. Dia sama gue yang notabenenya temen baru aja kaya gini. Gimana sama Gisel yang emang dia punya perasaan lebih. Gisel lo harus tau kalau lo beruntung bisa di kasih perhatian sama cowok sebaik dia, Gi. Bisik batinnya dengan netra yang menatap tangannya yang terpaut sempurna pada lengan besar Hanendra.
*****
Bulan bergerak semakin tinggi. Eksistensi manusia juga sudah mulai berkurang, sedikit demi sedikit. Tentu saja, ini sudah pukul 10 malam. Yang dimana artinya manusia mulai sedang berusaha terlelap agar besok bisa kembali beraktivitas dengan energi yang full.
Berbeda dengan orang kebanyakan yang sudah mulai terlelap. Kedua insan yang sedang menikmati makanan di angkringan selepas puas berkeliling di pasar malam itu masih asik berbincang-bincang. Bertemankan seporsi makanan yang di tusuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dawai Gamaka || Lee Haechan [DONE]
Fiksi PenggemarSpin off Dear Mahanta Gimana rasanya kena Friendzone? Gak tau, tanya aja Hanendra Book ini aku buat singkat. Gak akan sepanjang yang Dear Mahanta Maybe? Wkwk Btw, yang belum baca Dear Mahanta, boleh mampir dulu kesana:) Ada kisahnya Rafa juga di Ba...