Mavis seharusnya tahu kalau sesuatu berjalan dengan lancar pasti di depan sana akan ada badai. Setidaknya dia harus siap apabila menghadapi situasi seperti itu.
Setelah dia berhasil bertemu dengan Kavi, dan memberikan keripik singkong pada Alex sekarang dia malah harus terjebak 30 menit sampai 1 jam kedepan dengan dua orang ini. Agenda makan siang. Bukan sesuatu yang sulit namun Mavis sendiri bingung kenapa mulut dan tenggorokannya tidak bisa di ajak bekerja sama, kenapa terasa sulit sekali menghabiskan makanan ini?
"Ngomong-ngomong beres dari sini langsung balik kamu?" Tanya Kavi memecah kesunyian.
"Ya, takut keburu macet juga kalau sore" Jawab Mavis.
"Ya perjalanan Jakarta - Bandung memang kadang melelahkan sih" Ucap Kavi yang menyetujui argumen Mavis.
"Ohya kamu tidak ada kesulitankan? Alex orang yang mudah di ajak kerja sama bukan?" Tanya Kavi lagi sambil mengarahkan pandangannya pada Alex dan Mavis.
"Ya tentu saja, lagian seperti katamu, Mavis orang yang kompeten sehingga tidak sulit kerja sama dengannya" Ucap Alex. 'Wah jadi mereka berdua benar-benar membicarakanku di belakang ternyata' Gumam Mavis dalam hati.
"Luar biasa pujian bisa keluar dengan mulus dari mulutmu Alex. Baiklah tidak ada yang perlu di ragukan lagi. Mavis mohon bantuannya ya" Ucap Kavi kembali membuat wajah Mavis bersemu merah. Ternyata dia masih lemah mendengar pujian dari Kavi.
Makan siangpun selesai. Selanjutnya Mavispun pamit untuk langsung pulang ke Bandung. Menyisakan Alex dan Kavi yang masih ada di restaurant.
"Kau masih menyukainya?" Tanya Alex pada Kavi. Alex bukanlah orang bodoh yang tidak bisa menyimpulkan kejadian yang lalu dan baru saja terjadi. Mavis dan Kavi bukan sekedar teman masa lalu namun pasti lebih dari itu. Kavi yang tiba-tiba menggunakan EO tempat Mavis bekerja, dia yang gugup saat pertama kali bertemu kembali dengan Mavis, dia yang meyakinkan Alex bahwa Mavis orang yang bisa di ajak kerja sama sampai raut wajah Kavi maupun Mavis yang Alex yakini keduanya masih saling menyimpan perasaan.
"Sejujur saya masih bingung dengan yang terjadi saat ini, apakah ini bentuk dari perasaan yang belum selesai atau perasaan bersalah. Tetapi yang saya yakini, saya tidak ingin membuatnya kecewa untuk yang kedua kali" Jelas Kavi sambil mengedarkan padangannya kejalanan ibu kota yang sangat ramai.
"Baiklah saya mengerti, maafkan jika saya terlalu ikut campur" Jawab Alex.
Baiklah setelah mendengar pernyataan Kavi, Alexpun di buat bingung. Sejujurnya sepertinya Alexpun mulai tertarik dengan Mavis. Intensitas antara keduanya meningkat akhir-akhir ini membuat Alex setidaknya makin mengenal sosok Mavis. Sosok yang ternyata berbeda dengan yang dia pikirkan di awal pertemuannya dulu.
Ternyata Mavis orang yang cerdas, dapat di ajak kerja sama dan sangat supel. Mavis masih saja bisa memberikan senyuman pada Alex meskipun Alex tidak membalasnya. Selain itu pemandangan tadi pagi yang ia lihat ketika Mavis membeli dagangan dari bapak-bapak tua menambah nilai plusnya. Belum lagi dari segi fisik pun Mavis adalah tipe idaman Alex. Bertubuh tinggi, warna kulit kuning langsat khas indonesia, perpaduan yang sangat sempurna menurutnya.
Namun kembali lagi Alex dan Kavi sudah berteman lama dari semenjak ia memutuskan bergabung di bidang pekerjaan yang sama dengan Kavi. Apakah Alex memilih pertemanan mereka atau dia lebih memilih perempuan itu? Sungguh bukanlah hal yang mudah pikir Alex.
***
"Sudah jam segini Alex kok belum datang sih?" Gumam Mavis. Kemarin dia mendapat pesan dari Alex bahwa ia meminta Mavis menemaninya menemui calon tenant yang akan mengisi di outletnya nanti sekaligus akan bekerja sama ketika opening tersebut.
"Maaf Mavis tadi saya tersesat, belum lamakan?" Ucap seseorang.
'Sebentar ini bukan suara Alex' pikirnya 'Inikan...'
"Kok Pak Kavi yang datang, kemarin yang kontak saya kan Alex?" ini bukan situasi yang bagus, kemana Alex? Kenapa yang datang malah Kavi.
"Panggil aja Kavi tidak usah pakai 'Pak', Alex dan saya kan seumuran" Jelas Kavi. Memang betul hari ini seharusnya Alex yang bertemu Mavis. Namun tiba-tiba ibunya Alex masuk rumah sakit sehingga Alex pun meminta Kavi yang menemui Mavis.
"Alex ada urusan mendadak jadi dia minta tolong saya, kebetulan juga lagi free makanya memutuskan untuk datang" Jelas Kavi. Ia tahu Mavis masih pensaran namun kenapa dia yang datang bukannya Alex.
"Kamu tidak kecewakan Mavis?" Tanya Kavi kembali.
"Tidak, baiklah ayo kita harus mulai bekerja takut keburu sore juga" Ucap Mavis singkat sambil beranjak dari tempat duduknya.
Mavis dan Kavipun segera menemui calon tenant bagian Edukasi. Semuanya berjalan lancar mereka setuju untuk membuka booth sekaligus memberikan free trial pada pengunjung saat pembukaan nanti. Apabila responnya bagus mereka juga akan membuka booth permanent di tempat tersebut.
Kurang lebih Mavis dan Kavi hari ini bertemu dengan 2 vendor bagian Edukasi dan 3 vendor bagian workshop dan parenting. 3 di antaranya sudah setuju untuk menjadi bagian di opening nantinya dan 2 masih dalam pertimbangan. Tidak terasa waktu pun berlalu. Jam sudah menunjukan pukul 7 malam. Berarti sudah 7 jam dia bersama dengan Kavi, cerita masa lalunya.
"Udah lama ya kita nggak kaya gini" Ucap Kavi tiba-tiba. Saat ini keduanya sedang makan malam mengisi kembali tenaga sebelum mengakhiri aktivitasnya hari ini.
"Ya 3 tahun lalu kita masih intens bersama" Jawab Mavis. Entah keberanian dari mana Mavis malah mengorek luka lama.
"Mavis, aku minta maaf untuk semuanya ya. Aku tahu dulu, aku terlalu kekanak-kanakan? bisakah kita mulai dari awal lagi?" Ucap Kavi membuat Mavis yang saat itu sedang mengunyah makanannya tiba-tiba diam terpaku di tempatnya. Dia tidak salah dengarkan? Apa maksud Kavi berbicara seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Event Organizer
RomanceSudah setahun Mavis bekerja di event organizer dan selama itupula ia menjalani hidup yang tenang. Sampai satu waktu ia mendapatkan client yang ternyata orang menyebalkan yang sempat ia temui sebelumnya dan juga mantannya. Kehidupan Mavispun terutama...