"Nara, setelah saya pertimbangkan, saya masih tetap pada jawaban saya kalau saya tidak bisa mengabulkan keinginan orang tuamu" Jelas Alex yang pada akhirnya sudah membuat keputusan
"Kenapa Alex? aku mohon, tidak ada lagi yang bisa bantu aku untuk saat ini selain kamu" Tanya Nara kembali.
"Kamu pasti tahu bagaimana kehidupan yang saya lalui sampai saat ini. Bagi saya menikah atau memiliki keluarga adalah hal yang tabu. Kedua orang tua saya berpisah dengan keadaan tidak baik-baik saja. Saya takut kalau nantinya saya akan menjadi seperti mereka" Jelas Alex lagi putus asa. Alex memiliki trauma kehidupan pernikahan karena ia menjadi saksi bagaimana keluarganya hancur. Alex beruntung karena saat ini ia masih bisa bertahan meski beberapa hal menjadi trauma untuknya.
"Aku tahu tetapi bukankah itu hanya bentuk kekhawatiranmu saja? Kamu bahkan belum mencobanya" Ucap Nara kembali meyakinkan.
"Tidak itu bukan hal yang patut di coba. Bagaimana kalau gagal? Saya tidak mau membuat orang lain terluka, apalagi itu kamu. Teman perempuan pertama yang bisa dekat dengan saya. Kamu orang yang baik jadi saya harap kamu bisa segera menemukan seseorang yang terbaik sebagai pendampingmu." Jelas Alex kembali.
"Saya mohon ini adalah terakhir kali saya memberikan penjelasan padamu. Kedepannya saya harap kita masih bisa berteman. Masalah orang tuamu, beri tahu saya jika kamu butuh bantuan untuk menjelaskan. Yang pasti keputusan saya sudah bulat. Maafkan saya Nara" Ucap Alex kembali sambil meninggalkan Nara yang terduduk lemas di hadapannya.
***
Entah apa yang membawa Alex pergi ke Bandung di weekend awal bulan ini. Padahal ia tahu perjalanan Jakarta-Bandung benar-benar tidak ramah. Macet dimana-mana tetapi anehnya Alex tetap memutuskan untuk tetap pergi.
Perhentian pertama Alex adalah outlet Alfakids yang akan segera di buka. Ia mengecek setiap titik, karena khawatir ada yang terlewat. Semuanya sudah sempurna tinggal finishing di beberapa sudut, bangunan tersebut siap di gunakan. Setelah ia selesai dengan mandatory pertamanya, perhentian selanjutnya adalah tempat makan yang sempat Mavis rekomendasikan. Entah Alex yang rindu makanannya atau rindu suasananya, yang jelas Alex merasakan hal yang berbeda dari kunjungan yang pertama ia lakukan.
Tempat itu sangat ramai, bahkan Alex pun sempat menunggu karena tidak ada kursi yang kosong. Benar kata Mavis, padahal tempat itu menjual makanan rumahan tetapi bisa di kemas dengan vibe yang berbeda, sehingga orang-orangpun rela mengantri hanya sekedar untuk menuntaskan rasa lapar. Ah ia jadi rindu lagi dengan Mavis.
Terakhir ia pergi ke Mall, tempat Mavis mengajaknya sewaktu terakhir kali ia ke Bandung. Lagi-lagi Alex menyusuri kenangannya dengan Mavis. Kini ia berakhir di area permainan tempat ia menghabiskan waktu yang cukup lama dengan Mavis saat itu.
Ia merasa menyesal, kenapa pertemuan terakhir mereka harus berakhir seperti itu. Kenapa ia tidak mengucapkan sepatah kata pada Mavis? Padahal Mavis menunjukan performa yang baik saat itu. Kenapa ia tidak berkomentar ketika Nara dan Kavi meledeknya? Seharusnya ia menyanggah bahwa ia tidak akan menikahi Nara. Bahwa ia memiliki trauma dan tidak akan menikah. Bahwa meskipun pada akhirnya ia harus menikah, ia akan menikahi perempuan yang mampu membuatnya nyaman seperti yang Mavis lakukan.
Benar kata orang, penyesalan memang datang terlambat. Nasi sudah menjadi bubur. Alex pun merasa hari ini sudah cukup, ia harus kembali ke Jakarta. Dia khawatir setelah dari sini ia akan ke rumah Mavis untuk mengungkapkan segala yang ia rasakan.
Saat ini Alex sedang berdiam diri di satu permainan yang ada disana. Mengumpulkan sisa energi sebelum pulang ke Jakarta. Namun ketika hendak bangkit, pendengarnya menangkap suara yang tidak asing, suara yang ia rindukan. Suara yang ia harap bisa ia dengar setiap saat. "Alexkan? Sedang apa kamu disini?" Tanya perempuan tersebut membuat Alex tersadar bahwa suara itu bukan ilusi.
***
"Jadi ada urusan apa kamu ke Bandung Alex?" Tanya Mavis membuka pembicaraan. Setelah tadi ia menemukan Alex di area permainan, Mavis memutuskan mengajak Alex mengobrol di salah satu restaurant yang ada di Mall tersebut. Mavis pun pada akhirnya berinisiatif membuka pembicaraan setelah keduanya dari tadi saling diam.
"Apakah harus ada urusan jika mau ke Bandung?" Tanya Alex. Dasar manusia menyebalkan, pikir Mavis. Dari terakhir momen pertemuan mereka tidak ada ucapan yang bisa Alex ucapkan lebih baik.
"Ya engga sih, cuma kaget aja tiba-tiba bisa ketemu" Jelas Mavis. Ternyata ia masih kebal menerima ucapan ketus dari Alex.
"Kamu sendiri kenapa ada disini? Sendirian pula" tanya Alex penasaran. Jika Alex lihat dari penampilan Mavis saat ini sepertinya Mavis sedang kencan. Alex penasaran karena tidak menemukan orang lain selain Mavis di sana.
"Tadinya aku sama Kavi mau nonton. Tetapi belum sempat nonton Kavi dapat panggilan telfon dari kantor. Infonya ada hal urgent yang harus segera ia selesaikan" Jelas Mavis. Binggo, Alex benar pasti Mavis memang sedang kencan.
Mavis tidak sadar bahwa ada perubahan pada rawut wajah Alex ketika mendengar penjelasannya tersebut. Alex akhirnya paham sepertinya hubungan Mavis dan Kavi membaik dan bahkan mungkin mereka akan segera kembali bersama.
"Oh gitu, jadi kamu di tinggal sendirian di sini? Kasihan sekali" Ucap Alex sarkas.
"Hahaha sudah biasa untungnya ini di Bandung jadi aku nggak kesal. Coba kalau di Jakarta. Bete berat pasti mau kemana mana nggak tahu jalan" Jelas Mavis.
"Ohya ngomong-ngomong bagaimana hubunganmu dengan Nara?" Tanya Mavis hati-hati. Sejujurnya ia tidak bertanya hanya saja ia penasaran.
"Baik, tidak ada masalah" Jawab Alex berbohong.
"Kalau begitu mungkinkah jika kalian akan segera menikah?" Tanya Mavis kembali.
"Sepertinya pertanyaanmu sudah terlalu jauh Mavis" Entah kenapa Alex sampai sebegitunya menjawab pertanyaan Mavis.
"Ah baiklah kalau begitu. Maafkan aku yang terlalu berlebihan. Selamat ya Alex ku doakan kalian agar selalu bahagia" Ucap Mavis. Suara Mavis bergetar, entah Alex sadar atau tidak. Rasanya Mavis ingin menghilang saja. Sejujurnya mendengar ucapan tersebut sisi hati Mavis kembali merasakan nyeri"Tidak , aku baik-baik saja" Rapal Mavis dalam hati.
Keduanya pun kembali sibuk dengan pikirannya masing-masing. Makanan yang di hidangkan sudah tidak menggugah selera. Namun meskipun begitu keduanya tetap menyantapnya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk menghabiskan makanan tersebut. Setelah makanan mereka habis, Mavis dan Alex memutuskan untuk segera meninggalkan restaurant tersebut.
"Mavis, selamat untuk presentasinya. Saya tunggu kinerja nyatanya minggu depan" Ucap Alex tiba-tiba. Alex pikir ia harus mengatakannya dari pada sampai Jakarta ia menyesal. Toh semesta mempertemukan mereka pasti ada alasannya.
"Ya, terimakasih Alex. Ini semua juga berkat bantuanmu" Jawab Mavis. Ia sangat berharap mendengar pujian tersebut namun aneh dia tidak merasa senang ketika sudah mendengarnya.
"Jika projek ini selesai kita sudah tidak ada alasan lagi untuk bertemu ya?" Tanya Mavis yang kini menghentikan langkahnya membuat ia tertinggal beberapa langkah di belakang Alex.
"Ya, kita tidak ada alasan untuk bertemu kan?" Jawab Alex. Mavis yang mendengarnya pun merasa sedih. Ia pikir ia masih bisa berteman dengan Alex meski semua urusannya sudah selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Event Organizer
RomanceSudah setahun Mavis bekerja di event organizer dan selama itupula ia menjalani hidup yang tenang. Sampai satu waktu ia mendapatkan client yang ternyata orang menyebalkan yang sempat ia temui sebelumnya dan juga mantannya. Kehidupan Mavispun terutama...