🪄PERTAMA🪄

55 13 0
                                    

"Tapi kan aku lebih tua dari kamu," Bantah Qais dengan nada setengah bercanda sambil mengangkat alis, mencoba mempertahankan argumennya.


   Nala hanya mengedikkan bahu dengan ekspresi datar. "Cuma selisih 4 bulan doang, lagian nggak jauh beda kan?"


"Sama aja kan aku lebih tua," Sahut Qais, nadanya semakin berusaha meyakinkan.


"Nyenyenye," Ujar Nala tak kalah ketus, meski sebenarnya ia ingin tertawa melihat usaha suaminya untuk menang dalam perdebatan kecil yang tak berarti ini.


   Qais hanya tersenyum geli. Ia tahu Nala akan selalu mengalah jika perdebatan mereka berujung pada hal-hal manis seperti ini. Perlahan ia mengusap puncak kepala istrinya dengan sentuhan lembut. "Ya udah, kamu istirahat aja di kamar. Biar aku yang cuci piringnya, oke?" Qais kemudian beranjak dan membawa tumpukan piring kotor menuju wastafel.


   Nala tertegun sesaat. Biasanya, urusan cuci piring adalah tugasnya, tapi kali ini, Qais melakukannya tanpa diminta. Ada sisi lain dari Qais yang perlahan mulai tampak sejak mereka menikah, sisi yang penuh perhatian dan kepedulian yang kadang-kadang membuat Nala merasa tersentuh sekaligus terheran-heran.


   Tapi Nala tak bisa membiarkan suaminya mencuci piring sendirian sementara ia hanya berleha-leha di tempat tidur. Ia buru-buru bangkit, berjalan ke dapur dan mengambil alih tumpukan piring bersih yang sudah dicuci. "Makasih ya," ucapnya sambil menyimpan piring-piring itu di rak.


   Setelah urusan dapur selesai, mereka pun masuk ke kamar. Kamar itu kini remang-remang, hanya diterangi oleh sinar lembut dari proyektor kecil yang memancarkan gambar galaksi di langit-langit. Atmosfer kamar berubah menjadi lebih hangat dan intim, tapi juga membawa sedikit kecanggungan di antara mereka.


   Nala memilih mengabaikan rasa canggung itu dan dengan penuh semangat melompat ke atas ranjang. "Pinter juga kamu hias kamar kayak gini. Berasa tidur di bawah bintang-bintang!" Katanya dengan penuh kekaguman. Pandangannya terpaku pada proyeksi galaksi yang seolah-olah mengelilingi mereka.


   Qais tersenyum puas melihat istrinya senang. "Iya dong, buat kamu," Ucapnya lembut. Namun, pandangannya berubah curiga saat melihat Nala memiringkan ponselnya dengan gaya yang sudah ia kenal betul. "Ngapain tuh?" Tanyanya curiga.


   Dengan cengiran khasnya, Nala membuka aplikasi game online favoritnya tanpa merasa bersalah. Namun sebelum loading selesai, Qais dengan cepat merebut ponsel itu dari tangannya. "Udah, udah... tidur aja, sekarang udah jam setengah dua pagi, tahu nggak?" Peringat Qais dengan tegas sambil mendekap tubuh istrinya erat-erat, seolah tak ingin memberi kesempatan untuk protes.


   Nala awalnya hendak memberontak, tapi debaran jantung Qais yang tak teratur membuatnya terdiam. Perlahan ia mulai merasakan kehangatan yang berbeda. Ia yakin, wajah suaminya pasti sedang memerah seperti udang rebus. Tindakan sederhana ini mungkin terlihat sepele, tapi bagi Qais, ini adalah langkah besar dalam menunjukkan rasa sayangnya.


   Tanpa banyak kata, Nala membiarkan dirinya terlelap dalam pelukan Qais yang erat dan penuh kehangatan. Ia merasa aman dan nyaman, sesuatu yang baru baginya tapi tak bisa ia tolak. Dalam dekapan itu, mereka berdua pun tenggelam dalam mimpi masing-masing.

symphonyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang