BAB 5 : Mode Ngambek

74 4 0
                                    


"Kamu keterlaluan nggak sih, Kak," ujar Viona saat keduanya melanjutkan langkah keluar dari area rumah sakit. "Masa ngomelin dia."

"Siapa yang mengomel. Aku kan hanya mengatakan hal yang memang seharusnya dia lakukan. Apa itu menurutmu seperti sebuah omelan?"

"Tentu saja," jawab Viona.

"Saat aku berada di kampus, itu artinya posisiku adalah dosenmu. Lalu tiba-tiba kamu bersikap layaknya kekasihku di depan umum, apa itu hal yang baik?" tanya Sean.

"Mana pernah aku begitu," balas Viona tak terima, seolah Sean sedang menuduhnya.

"Aku bukan sedang menuduhmu, Viona. Itu kan hanya memberikan sebuah contoh. Saat tadi posisiku sedang bertugas, aku juga nggak akan bersikap bebas seperti ini padamu, kan."

"Ya, mana pernah aku begitu. Malah aku berusaha nggak papasan sama kamu di kampus, biar sikapku nggak bikin kamu risih."

"Hanya di depan umum, tidak dengan di luar itu. Terkadang kamu di kampus, di luar jam mengajar pun selalu menghindariku."

Viona terkekeh mendengar perkataan Sean. Ya, ia kadang bingung menempatkan posisinya sebagai mahasiswinya Sean atau kekasih dia jika berada di area kampus. Suka kebawa suasana kalau dekat dia. Makanya jarang sekali bertemu muka dengan Sean. Paling ya sebatas dia di depannya sebagai dosen dan ia sebagai mahasiswi yang berada di kursi.

"Takutnya kalau kita sering ketemuan di kampus, sikapku ke kamu kelewat batasannya seorang mahasiswi."

"Hanya di jam kerjaku, selain itu kamu adalah kekasihku, Vio."

Sudahlah ... mau mleyot rasanya kalau Sean sudah berkata perihal posisinya sebagai kekasih. Dia bukanlah seorang cowok yang terbilang menutupi perasaan jika hanya berdua dengannya. Sangat berbeda jika di depan semua orang yang justru lebih jaga sikap. Itupun tergantung siapa yang ada di sekitar, ya.

Sampai di parkiran, Riga dan Billa sudah menunggu di sebuah kursi yang ada di sekitar sana. Jadilah, semuanya menuju rumah keluarga Riga dan Viona. Sean satu mobil dengan Riga, sedangkan Viona bersama dengan Billa.

"Nanti kalau mama nanya-nanya kenapa dan mengapa kita satu mobil, bilang aja kalau mobil lo lagi service."

"Iya, iya ... gue paham kok. Berkat ajaran sesad lo, gue udah pinter acting di depan Tante Hana ataupun Om Justin. Meskipun di depan Om Justin agak ngeri-ngeri juga, soalnya berasa sedang membaca pikiran gue."

Viona malah tertawa mendengar penuturan Billa perihal papanya yang ... memang kenyataannya begitu. Bawaannya kalau lagi bohong tuh udah ketahuan saja. Malah kadang pura-pura percaya, tapi setelah itu di lain waktu malah mengomeli perihal kebohongan itu.

Beberapa saat perjalanan, sampai di rumah. Memasuki area pekarangan rumah setelah pak satpam membukakan pagar pembatas sebagai akses keluar masuk.

Turun dari mobil, Riga langsung melepaskan plester yang tadinya menutup bekas infus. Jika mamanya tahu, bisa-bisa bukan hanya dirinya yang kena marah, tapi juga termasuk Sean dan Viona.

"Katanya makan siang di rumahnya Sean," ujar Hana saat keluar ketika mendengar suara deru mobil yang memasuki pekarangan rumah.

"Udah, Ma," jawab Viona.

"Cepat banget?"

"Ngapain lama-lama. Kan makan doang. Nanti kalau kita bilangnya nginep di rumahnya Kak Sean, barulah durasinya lama dan bermalam," terang Viona tak mau kalah dari ocehan mamanya. Ya, anggap saja jika kecerewetannya menurun dari wanita yang masih terlihat cantik dihadapannya ini.

Pemilik Hati Sang Pewaris (Session 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang