BAB 7 : Sedih, bukan marah

63 4 0
                                    


Hana mengetuk pintu kamar Riga perlahan.

"Ri, kamu tidur, Nak?!"

Bukannya membuka pintu kamarnya, Riga malah mengirim pesan singkat padanya lewat chat.

'Aku mau tidur, Ma. Maaf.'

Hana mengirimkan sebuah rekaman suara pada Riga sebagai balasan. Kemudian mengela napasnya dan berbalik badan. Kembali menuju lantai bawah.

"Gimana?" tanya Hana pada Justin yang keluar dari kamar Viona. "Vio baik-baik saja, kan? Dia dan Riga kenapa?"

Justin tersenyum, kemudian menggelang perlahan.

"Nggak, Viona baik-baik saja, kok. Cuman kesal karena dia minta Riga untuk punya kekasih, tapi Riga nggak mau."

"Hanya karena itu?"

Awalnya Justin diam, tapi pada akhirnya ia mengangguk perlahan. Mengiyakan pertanyaan istrinya. Mungkin emosi Vio lagi buruk, jadinya dia baper dan sedih.

"Oo," sahut Hana.

Keduanya segera menuju kamar. Ya, Justin akan mandi dan Hana harus menyiapkan pakaian ganti untuk suaminya itu.

Viona mengunci pintu kamarnya dari arah dalam dan merebahkan badannya di kasur. Mungkin terlalu kepikiran dengan perkataan Riga, membuat kekesalannya meningkat begitu.

Selama ini ia tak pernah mempermasalahkan perbedaan perhatian kedua orang tuanya, antara dirinya dan Riga. Karena ia tahu dan paham jika Riga memang butuh hal yang lebih. Toh ia bisa dapatkan dari yang lain.

Sean dan keluarga dia juga sayang padanya. Tian dan Rhea, yang kapan saja ia butuh juga selalu ada. Tapi ketika Riga pesimis untuk hidup, sedihnya seperti dia benar-benar akan pergi.

Ponselnya ia letakkan di nakas. Masih sore, ia akan tidur untuk beberapa jam agar otaknya kembali mereda.

Jam menunjukkan pukul tujuh malam. Riga keluar dari kamar dan turun menuju lantai bawah. Saat sampai, hanya mendapati orang tuanya yang berada di ruang keluarga. Kemudian ikut duduk di sana.

"Baru bangun?" tanya Justin.

"Habis ngerjain tugas."

"Bilang ke mama apa tadi? Tidur, kan?"

"Iya, hanya sebentar. Lalu lanjut bikin tugas," ungkapnya.

Di saat yang bersamaan, terdengar suara deru mobil yang memasuki pekarangan rumah. Itu artinya masih yang sering ke rumah, karena pak satpam langsung memberikan izin masuk.

"Siapa?" tanya Hana saat ada tamu malam-malam.

"Mungkin Sean. Tadi dia hubungi aku untuk minta izin makan malam di luar sama Viona," jelas Justin.

"Tapi Vio di mana?" Giliran Riga yang bertanya.

"Di kamarnya. Dari tadi saat papa pulang dia belum keluar sama sekali," jawab Justin.

Ya, benar sekali tebakan Justin. Yang datang memang Sean. Tak lama, pemuda itu muncul ... menghampiri Hana dan Justin. Kemudian mencium punggung tangan keduanya bergantian.

"Malam, Om, Tante."

"Malam, Sean."

"Mau ketemu Vio?"

"Iya," jawabnya.

"Tapi, Nak ... Vio nya belum keluar dari kamar."

"Dari tadi, Tante?"

"Dari sore."

Mendengar itu, tentu saja Sean agak bingung, ya. Ingin bertanya lebih lanjut, rasanya nggak enak. Apalagi terlihat raut yang badmood dari Riga.

Pemilik Hati Sang Pewaris (Session 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang