"Papa, aku minta maaf," ujar Viona saat dalam perjalanan pulang. Lengkap dengan mukanya yang masing menujukkan rasa kesal. Iya, kesal pada sikap Zidan tadi.
Justin menatap putrinya dengan tatapan serius.
"Kenapa minta maaf?"
"Karena dia udah ngerendahin Papa, jadi aku kesal dan nggak terima akan hal itu."
"Itu salah dia, kenapa juga malah kamu yang minta maaf."
"Ya karena aku tahu dia."
"Mana tanganmu," pinta Justin pada Viona.
Viona menyodorkan kedua telapak tangannya yang tampak masih memerah. Percayalah, itu adalah tamparan pertama kali yang ia lakukan dalam kehidupannya dan itu pake tenaga saking marahnya.
Justin mengusap lembut telapak tangan anak gadisnya itu. "Bagaimana rasanya?"
"Panas," jawabnya jujur. "Tapi aku merasa puas."
"Nggak boleh emosi seperti itu. Kamu perempuan, loh. Masa main gampar begitu saja."
"Tapi dia salah," bantahnya. "Kalau ada teman Papa yang tiba-tiba bilang kalau aku adalah cewek nggak baik, Papa marah nggak?"
"Tentu saja."
"Nah, itu juga yang sedang ku rasakan," terangnya. "Kalau dia nggak melakukan apa yang ku mau, aku nggak akan puas."
Padahal ia pikir kedua anaknya tak emosian. Ya, sedikitnya bisa lega lah karena emosi itu pasti menurun darinya. Tapi sikap Viona barusan merubah pemikirannya.
"Papa nggak mau kalau sikap kamu seperti barusan. Bukan membela diri, tapi lebih ke emosi kamu. Papa nggak mau kamu kalah dengan emosi."
"Emosiku tergantung bagaimana cara orang memperlakukanku. Bukankah itu hal yang wajar."
"Vio ..."
"Udahlah. Papa nggak tahu perasaanku, makanya bisa mengatakan hal itu. Lagian, aku juga bukan main gampar orang begitu saja kok. Sudah ku bilang, kan ... tergantung situasi, kondisi, keadaan dan bagaimana orang memperlakukanku."
Jadilah, Justin memilih diam ketika Viona mulai kesal. Saat mobil berhenti dan Justin hendak turun, Viona menahan niat papanya itu.
"Papa jangan bilang mama tentang kejadian barusan."
"Memangnya kenapa kalau mama kamu tahu."
"Udah sore, aku mau masak, aku mau ke rumah sakit ... yakali mau dengerin mama ngomel dulu. Ntar malah jadwal keberangkatan ku besok dibatalin."
Pak supir yang mendengar perkataan Viona malah dibuat ikutan tersenyum. Mau tertawa juga nggak mungkin berani, kan.
"Bapak juga. Jangan bilang-bilang mamaku," peringatkan Viona pada pak supir.
"Baik, Non," sahut laki-laki itu.
Seperti yang diinginkan Viona, sampai di dalam rumah Justin bersikap seolah tak terjadi apa-apa.
"Bik, area dapur aku yang pake, ya!" teriak Viona agar para asisten rumah tangga yang ada di area dapur segera menjauh dari sana.
"Baik, Non!"
Seolah tahu saja, mereka segera melakukan apa yang diminta oleh Viona. Ya, semua juga tahu jika gadis ini sedang menguasai dapur, jangan ada yang ikut campur.
"Kamu mau ngapain, sih, Vio? Baru juga nyampe rumah," tanya Hana
"Masak lah, Mama. Masa iya mau ngadem."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemilik Hati Sang Pewaris (Session 2)
Romance(Session 2 dari cerita Istri Kedua Sang Billionaire) Riga sudah mengatur hatinya jika tak akan pernah mengenal yang namanya cinta, apalagi sampai jatuh cinta. Tapi permintaan orang tuanya dan Viona, membuat Riga justru membuka hatinya. Tak pernah d...