Loyalty
[ Angst --- Family ]
~ I don't regret it ~
🌧🌑
.・。.・゜✭・♡・✫・゜・。.
.
.
.
.
Hiks…
Hiks…
“Solar… . . .”
Disetiap tarikan nafasnya tenggorokan ku terasa tercekik, seakan ribuan jarum menghantam titik terlemah ku setiap saat hal ini terjadi.
Isakan tangis dari suara yang teduhnya terasa memilukan. Ada aroma alkohol yang samar di keheningan malam yang menyelimuti mereka.
Hanya belaian lembut di atas kepalanya yang awalnya canggung ia berikan pada satu figure yang kini bersimpuh didepannya, memeluk erat perut nya seakan tidak ingin kehilangan dunianya lagi.
Apa yang salah? Dimana letak kesalahannya? Atau semua pertanyaan yang ada di kepalanya ini hanyalah cara untuk dirinya menemukan sebuah alasan?.
Ya, mungkin semenjak itu.
Semenjak tangan mungilku digenggam erat oleh sosok yang harusnya ku sebut sebagai ayah yang menampilkan raut wajah kosong di balik mata Ruby nya yang menyembunyikan sejuta emosi disaat keadaan duka terjadi disana?
Entahlah diriku masih berusia belia saat itu, anak berusia tiga tahun yang berdiri di samping ayahnya tanpa berkata apapun karena tidak mengerti situasi, tapi satu hal yang pasti anak itu tahu jika disekeliling mereka terjadi lautan tangis yang pecah.
Namun saat netra Ruby kelabu nya menatap sosok sang ayah yang sejak tadi terdiam, dia ikut terdiam.
Tapi dia tahu, tangan lebar milik ayahnya bergetar, dan disaat tidak ada seorangpun yang disisinya dia mulai menangis.
Di malam itu ayah memelukku, dia terus menerus menggumamkan kalimat yang sulit dicerna oleh anak di usia 3 tahun.
“Maaf, maafkan ayah”
“Ayah pasti akan menjagamu, jangan khawatir”
“Ayah pasti akan menjagamu hingga tidak ada yang dapat melukaimu “
“Jangan pergi dari sisi ayah, kumohon Tuhan jangan biarkan orang yang kusayangi pergi lagi”
“Ayah menyayangimu Supra”
Namun anehnya… . .
Ayah pergi menjauh, seolah-olah dia membangun tembok besar diantara kami, ada jurang yang sangat dalam saat diriku melangkah lebih dekat kearah ayah.
Sentakan kasar ketika aku menyentuhnya, kernyitan menyedihkan saat ayah menatapku, sosoknya terus menerus menjauh dari hidupku.
Dan disitulah aku tahu bahwa ini lah batasan ku, aku tidak memiliki hak untuk menerobos diding kokoh yang telah ayah buat diantara kami.
Hingga waktu berlalu aku hidup tanpa merasakan sosok ayah meskipun kami hidup dalam satu atap, dan aku paham sebagian besar dari kisah yang ku alami saat diriku menginjak usia 15 tahun aku mulai terbiasa, namun.
Kenapa?
“Ah sial aku ketiduran disofa, pukul berapa ini? Aku harus pindah sebelum ayah pulang “
Kenapa?
Ada bau Alkohol yang samar, suara langkah kaki yang tegap namun terasa aneh ketika pintu utama terbuka di malam hari itu.
Kenapa?
“Ayah?”
Kenapa?
Sorot mata dari sosok yang kini berdiri di depanya sangat berbeda, sorot mata ruby yang menyedihkan.
Kenapa?
Ketika tubuh besar itu limbung kearah Supra memeluk tubuhnya dengan erat hingga membuat dadanya sesak, waktu terasa berhenti ketika Supra tersadarkan oleh pundak nya yang basah dan isakan tangis yang lirih dari sosok Ayahnya ini bahkan dia belum paham apa yang sedang terjadi.
Hingga akhirnya dia tahu kenapa alasannya.
“Solar… jangan pergi”
Ah, ternyata karena itu.
“Tetaplah disisiku”
Karena aku mirip dengamu mom.
Emosi yang awalnya bertumpuk seolah-olah runtuh ketika Supra dihadapkan oleh ketidakberdayaan ayahnya. Rasa kecewa yang ia pendam tersekat di ujung nuraninya.
Saat itu pada akhirnya kedua orang yang telah kehilangan cahaya mereka mencoba untuk menyokong hidup satu sama lain.
Supra tersenyum pahit, belaian lembut dari angin musim gugur menerpa wajahnya, dia akhirnya berjongkok menyodorkan sebuket mawar putih yang indah dengan sulaman kelabu disekitar nya.
“Aku tak menyesalinya” Tatapan mata Supra meneduh.
“Terimakasih telah membimbing ku ke dunia ini, bunga pertama dari kelulusan studi ku akan ku persembahkan padamu mom”
“Kau harus bangga mempunyai anak pintar seperti ku”
“Jangan khawatir aku akan menjaga ayah meskipun PGD* milik ayah terhadap mu belum sepenuhnya sembuh”
Supra terkekeh, meskipun kekehanya terlihat begitu menyedihkan.
“Jangan terlalu menghantui Ayah mom”
Ucap Supra di depan sebuah makam bertuliskan Solar. A. D dengan kalung penghargaan di lehernya yang bertuliskan “Mahasiswa lulusan termuda” karena ia lulus di saat usia nya masih 20 tahun.
8 tahun yang lalu
"Ayah anda, maksud saya Tuan Halilintar, beliau mungkin sedang dalam keadaan PGD"
"PGD?" Supra terkejut.
"Benar, karena itu Tuan Muda, saya harap anda tidak benar-benar membenci ayah anda, karena di seluruh dunia ini hanya beliau satu satunya orang yang benar benar menyayangi anda, karena anda adalah darah daging nya dan anugrah yang Tuan Solar berikan pada kami".
Seorang pria paruh baya mencoba menggenggam lembut tangan Supra kecil di depannya.
"Ironis sekali aku harus menerima orang yang memperlakukan ku layaknya orang mati di kediaman ini"
Pria itu berjongkok di depan Supra, tangannya dengan lembut menepuk nepuk rambut Supra.
"Anda tahu? Anda benar benar-benar mirip Tuan Solar ketika mengenakan kacamata itu"
"Setiap kali melihat anda saya jadi teringat dengan sosoknya"
Setelah menyelesaikan ucapannya pria itu tersenyum dan pergi meninggalkan Supra yang terdiam.
Prolonged Grief Disorder
Merupakan gangguan kesedihan yang berkepanjangan mengacu pada sindrom yang terdiri dari serangkaian gejala yang berbeda setelah kematian orang yang dicintai.
Seseorang yang mengalami sindrom tersebut biasanya mengalami kesedihan mendalam secara intesif selama lebih dari 12 bulan usai kematian orang yang dicintainya.
Biasanya, kesedihan berlarut-larut tersebut menyebabkan seseorang selalu teringat pada orang yang dicintainya hingga mengganggu aspek-aspek lain kehidupan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Teaser Star - Halisol
Fiksi Penggemar[ Halisol Fanfic ] (Kumpulan one shoot Halisol) "Para Astrologi bisa saja mengutarakan dengan banyaknya asumsi jika manusia dengan Rasi bintang tertentu dapat menjadi penggoda handal" "Tapi dimataku hanya satu bintang yang begitu menggoda, bahkan n...