Diam, meresapi apa yang baru saja Sarah katakan atau lebih tepatnya memohon kepada dirinya untuk tidak lagi masuk kedalam hidup Sarah. Bagaimana mungkin Rangga dapat mengabulkannya, sementara keinginan Rangga satu-satunya adalah menemani Sarah sampai wanita yang dia cintai itu dinyatakan sembuh. Meski terdengar mustahil, tapi Rangga ingin selalu terlibat dalam apapun yang Sarah lewati. Hingga maut memisahkan. Klasik dan kuno, tapi memang seperti itulah hal yang Rangga impikan untuk mereka berdua.
"Bagaimana aku tidak terlibat, sementara akulah dalang dari semua ini." Rangga mengatakan itu, Sarah menghembuskan napasnya.
"Aku yang menuduh mu selingkuh, dan jujur saja aku masih mempercayai hal itu hingga saat ini. Kita tidak akan bisa bersama-sama lagi jika keyakinan ku saja bertentangan dengan kenyataan yang ada bukan?!"
"Untuk itu aku disini, aku akan terus bersama kamu sehingga kamu dapat melihat jelas kalau aku tidak mengkhianati kamu Sarah. Biarakan wanita dan semua orang yang kamu kenal mengatakan aku selingkuh, aku ingin lihat apa yang akan mereka katakan kepada mu sementara aku selalu ada disini bersama mu selalu."
"Kamu tidak bisa ada didekat ku dua puluh empat jam Rangga," kata Sarah lagi masih menolak Rangga. Dia hanya sadar diri, sudah membuat kesalahan karena penyakitnya dia menyakiti mereka berdua sampai kedua anak mereka terkena imbasnya juga, tentu saja perceraian ini berimbas pada Salsa juga Raga, mereka juga terpisah karena Sarah ingin menyembuhkan luka yang Rangga perbuat padanya, padahal luka itu hasil dari halusinasinya sendiri.
"Bisa, aku bisa berada didekat mu dua puluh empat jam setiap harinya asalakan kau mau kembali menikah denganku." Sarah terdiam, bahunya masih dipegang oleh kedua tangan Rangga. "Bukankah sedari dulu kita sering membagi beban berdua," ujar Rangga lagi.
Beginilah memang Rangga, berkeinginan kuat dan dia akan selalu tetap pada pendiriannya. Hanya saja yang disayangkan Sarah mengapa dulu Pria yang mengaku masih mencintainya hingga saat ini menyerah ketika dulu dia ingin bercerai. "Sarah ayo melangkah lagi bersamaku," ujar Rangga dan Sarah masih diam. Rangga kesulitan membujuk Sarah, wanita yang memiliki netra berwarna coklat terang itu kali ini lebih sulit untuk dia bujuk. Mungkin luka yang dulu Sarah rasakan tidak membuatnya bisa dengan mudah meraihnya lagi.
***
Pov Sarah.
Aku terbangun, pagi ini tidak ku lihat wajah Rangga dan Dita saat keluar dari dalam kamar dan mengitari seluruh ruangan di apartemen ini. Aku menarik napas lega, samar-samar aku kembali mengingat apa yang Dokter katakan tentang ku. Penyakit yang aku derita saat ini, kepala ku terasa pusing dan aku terduduk di kursi kerjaku.
Bayang wajah kedua buah hati yang aku tinggalkan di Jakarta semakin memukul kuat diri ini, aku ibu yang buruk. Aku harus tetap waras demi mereka, dan juga demi Ibu serta Kak Fara. Aku memegang perut saat merasa lapar menderaku. Bangkit mencari bahan yang bisa aku olah untuk sarapan dilemari es, tapi ternyata isi kulkas ini kosong. Hanya satu kotak jus jeruk yang ada.
Aku menghela napas lelah, sepertinya harus melangkahkan kaki ke minimarket bawah terlebih dahulu sebelum aku memasak. Dengan cepat aku membersihkan tubuh dengan pancuran air hangat, mengabil kaos berlengan panjang dan celana kulot berwarna hitam. Aku hanya membawa dompet kecil untuk ke minimarket bawah. Sudah lama rasanya memang aku tidak ke minimarket bawah itu, pantas saja isi kulkas ku kosong.
Jarak yang aku tempuh tidak terlalu jauh, hanya turun dengan lift dan keluar gedung apartemen ini karena letaknya bersebelahan. Memilih yang aku butuhkan seperti susu, roti, telur, tidak lupa sayur dan buah-buahan. Bisa saja berbelanja di toko asia di Los Angeles ini, tapi jaraknya lumayan jauh hingga aku memilih makanan yang bisa aku olah dari minimarket ini saja.
Saat berjalan pulang aku melihat Clara dari kejauhan, dia meminta ku untuk menahan pintu lift. Dengan senang hati aku melakukannya, beberapa orang didalam lift terlihat tak suka dengan apa yang aku lakukan. "Hei jangan menahannya, kau masuk saja kami semua buru-buru." Salah satu wanita dengan setelan kantor sudah menegur diriku.
"Sebentar aku menunggu teman ku." Aku menjawab dengan sopan meski ada rasa tidak enak saat ini. Clara juga kenapa lama sekali, dia malah terlihat menelpon saat ini. Seorang Pria didalam lift kali ini yang meminta ku untuk berhenti menahan pintu lift.
"Tunggu sebentar," kataku lagi kali ini merasa kesal. Kenapa orang-orang dikota ini begitu tidak ramah. Wanita yang tadi menegurku akhirnya keluar melihat posisi Clara berada. Dia melihatku lagi dengan tatapan bertanya.
"Mana temanmu, jangan bercanda pagi-pagi seperti ini. Aku harus kembali ke unit milikku mengambil barang yang tertinggal, lift lainnya sedang diperbaiki. Kau ini," katanya menuduhku mempermainkan mereka. Aku yang merasa tidak membuat kesalahan fatal langsung menjawab.
"Itu temanku, dia juga tinggal di gedung ini. Apa kau buta?!"
Dua orang Pria akhirnya juga ikut melihat dan salah satu diantaranya tertawa "Kau wanita gila," kata wanita tadi dan aku yang kesal langsung memanggil Clara agar wanita itu segera datang. Tiba-tiba tanganku ditarik oleh seorang petugas keamanan gedung ini.
"Ada apa ini Pak?" tanyaku dan aku melihatnya meminta maaf kepada semua orang yang tadi berada didalam lift.
"Maaf Nona, anda harus ikut saya sebentar." Dari kejauhan aku melihat Clara bertanya dan aku menggelengkan kepala. Meski ini gara-gara wanita itu, tapi aku tidak ingin melibatkannya. "Begini salah satu dari pemilik apartemen di gedung ini tadi menghampiri saya, dia mengatakan merasa terganggu dengan apa yang anda lakukan digedung ini. Kami akan menghubungi pemilik tempat anda tinggal agar bisa mendapatkan jalan keluarnya." Pria bertubuh tegap itu menjelaskan, aku merasa sangat malu ketika dia mengatakan ada penghuni lain yang terganggu dengan kehadiran ku di gedung ini. Di tengah-tengah kebingunganku, aku melihat satu tangan merengkuh bahu ku. Dia menatapku dan bertanya ada apa. Aku bingung, benarkah yang aku lihat Rangga ini nyata atau tidak? kembali aku alihkan pandangan kepada Petugas Keamanan yang kembali berbicara lagi.
"Aku juga sering melihat anda berbicara sendiri seperti tadi. Apa Anda memiliki masalah nona?" tanya Pria itu.
"Aku tidak berbicara seorang diri, itu tadi tetangga apartemen ku namanya Clara. Apa kau tidak melihatnya?"
"Maaf Nona, tapi tidak ada orang disana. Dan tetangga yang dekat dari unit anda hanya ada satu yang berpenghuni, dan wanita itu bukan bernama Clara. Saya sudah lama bekerja disini sehingga saya lumayan kenal dengan setiap penghuni disini, apalagi deretan lorong apartemen anda itu hanya terdapat lima orang saja. Bagian paling belakang adalah anda dan satu orang lainnya, jadi tidak ada yang namanya Clara."
Aku tidak percaya dengan yang petugas Pria ini katakan, kepala ini juga terasa sangat sakit sekarang. Dia mengatakan akan membahas masalah barusan setelah pemiliki gedung ini tiba. Aku merasa sangat bingung, rasanya ingin aku meneriaki mereka kalau aku jelas melihat seorang wanita bernama Clara yang merupakan tetangga sebelah unit ku. Aku memegang pelipis, rasanya aku takut. Kini ku rasa aku tidak dapat membedakan lagi mana yang nyata dan mana yang hasil halusinasi pikiranku.
Tuhan. Kenapa aku bisa mengalami hal ini?
"Sarah Lo gak apa-apa?" tanya Dita yang kini berada disisi kanan ku. Cemas dan takut menjadi satu, sungguh aku ingin pergi dari hadapan mereka semua. Ingin ku jawab, tapi bisa saja Dita di sampingku ini tidak nyata dan orang-orang akan melihatku tidak waras. Aku juga melihat Rangga menatap ku menunggu apa yang akan aku katakan. Aku menggelengkan kepala berulang kali sambil berteriak "cukup...cukup...aku tidak gila," kataku kemudian aku berlari dari mereka semua yang entah nyata atau tidak.
Bersambung...
Yuk yang gak sabar baca ke lanjutannya bisa baca di Karyakarsa Nadra El Mahya. Di sana sudah up sampai tamat plus ekstra part juga loh..
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Suamiku
Romance'Saat masa depan ku tetap berpusat padamu' Kisah di mana menyerah menjadi alasan untuk berpisah,tetapi kehidupan baru yang kau jalani kembali berpusat padanya. Pada Dia kisah yang sudah lama kau kubur dalam balut kain emas, dan tak ingin kau buka l...