Hai lagi, jangan lupa vote dan komen
🦋🦋🦋🦋
2024
Tahun-tahun telah berlalu kini tepat 2 tahun Dewa menjabat menjadi menteri hukum dan hak asasi manusia bersamaan dengan itu juga Dewa meneruskan bisnis ayah-nya yaitu bisnis properti dan real estate, bisnis yang bergerak di bidang kepemilikan properti yang dapat dijadikan sebuah aset, baik berupa tanah, bangunan serta segala sarana dan prasarana yang terdapat di dalamnya sebagai satu kesatuan. 47 tahun sudah umurnya sekarang, sejak kepergian sang ayah, Dewa yang sekarang tidak seperti Dewa yang dulu, Dewa yang selalu bersikap manis, dan mudah akrab dengan orang baru, kini sudah hilang. Digantikan dengan Dewa yang pendiam, selalu menunjukkan wajah datar, serta tidak perduli dengan sekitar. Tentu saja orang-orang terdekat Dewa sangat kehilangan, merindukan sikap Dewa yang dulu, merindukan senyuman Dewa yang sekarang sudah jarang bahkan hampir tidak pernah menunjukkan senyumnya.
"Pak, saya dapat laporan dari mbak Maya, bapak disuruh ke rumah menemui ibu." Beritahu Adam, sekretaris mendiang ayah-nya.
Dewa tidak membalas ia hanya menatap sekilas Adam, ia bangkit dari duduknya membalikkan tubuh tegapnya pada jendela kaca yang terbentang lebar menampilkan hamparan kota Surabaya sore hari ini. Dewa menundukkan pandangannya ke bawah, terdengar hembusan nafas dari pria itu.
"Ibu sudah minum obat?" Tanya Dewa tanpa menatap lawan bicaranya.
"Belum pak, ibu menolak meminum obat jika pak Dewa tidak pulang menemui ibu."
Dewa membuang nafasnya kasar. "Memang anaknya cuma saya saja?"
Dewa membalikkan tubuhnya, wajah datarnya terangkat menatap Adam yang masih berdiri tak jauh dari pintu utama ruang kerjanya.
"Sebaiknya bapak pulang terlebih dulu pak, kasihan ibu."
Dewa melirik jam yang melingkar di lengannya, lalu tanpa membalas ucapan Adam Dewa berlalu begitu saja tanpa khawatir meninggalkan Adam di dalam ruang kerjanya. Melihat itu Adam tampak menghembuskan nafasnya, merasa khawatir akan keadaan keluarga dari majikannya. Setelah kepergian Brahmana, keharmonisan serta hangatnya pelukan keluarga sudah tidak terasa lagi.
Dewa melangkah masuk ke dalam mobil miliknya. "Rumah ibu" perintah Dewa pada sopir pribadinya.
Mobil sedan berwarna hitam itu pun melaju dengan kecepatan sedang, Dewa memejamkan matanya merasakan angin yang masuk ke dalam sela-sela jendela mobil yang sengaja ia buka sedikit kacanya. Beberapa menit diperjalanan akhirnya mobil sedan berwarna hitam itu terparkir di depan pekarangan rumah masa kecilnya, pria itu keluar dari mobil dan menatap sekeliling menerawang masa lalunya yang bahagia hidup dengan hangatnya keharmonisan keluarga disini.
"Pakdhe!"
Dewa menoleh ke belakang mendengar suara yang sangat familiar. Senyuman tipis terbit saat melihat keponakan laki-laki dari adik perempuan pertamanya. Remaja laki-laki berumur 13 tahun itu berlari menubruk tubuh Dewa, memeluk erat tubuh Dewa. Dewa mengusap rambut hitam legam milik keponakannya.
"Pakdhe tahu gak? Aku dapat juara pertama tingkat kabupaten di perlombaan lompat jauh mewakili sekolahku!" Beritahunya dengan tatapan berbinar.
Dewa tersenyum tipis seraya menganggukkan kepalanya satu tangannya pun terangkat mengusap lembut rambut keponakannya.
"Oh ya? Selamat ya, pertahankan terus prestasimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewa Asmara | Tamat
RomancePertemuan tidak di sengaja sehingga keduanya saling mengucapkan janji kelak akan bertemu kembali. Pada tahun 2008 Raden Sadewa saat itu masih berumur 31 tahun bertugas menjadi tim SAR untuk membantu korban gempa bumi di desa yang berada di provinsi...