15: Amarah Raden Sadewa

9.4K 631 51
                                    

Banyakin komentar dan votenya teman-teman💞

Judulnya saja Dewa Asmara, mana mungkin pisah kann????

🦋🦋🦋🦋

"Pak Dewa yakin ingin kembali ke kota?" Adam kembali bertanya sebelum ia membukakan pintu untuk Dewa.

Dewa mengangguk samar tanpa menatap Adam di sampingnya. Pandangannya terangkat memandang gapura yang berdiri gagah bertuliskan nama desa yang telah menjadi saksi kisah romansanya dengan Asmara.

"Lalu Asmara bagaimana, pak Dewa yakin?"

Dewa menoleh pada Adam saat sekretarisnya itu menyebut nama Asmara, mata Dewa tampak sendu. Dewa tidak memberi kabar jika ia akan pergi, setelah kemarin ia kembali diberi peringatan oleh Yudi jika ia tidak boleh memberi kabar Asmara saat ingin pergi meninggalkan desa.

"Matahari sudah semakin naik Adam, cepat bukakan pintunya." Perintah Dewa tanpa menjawab pertanyaan Adam.

Adam mengangguk patuh, dibukakan pintu mobil agar majikannya bisa segera masuk ke dalam mobil sedan berwarna hitam itu. Dewa menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi mobil, matanya terpejam mengingat kenangan-kenangan bersama Asmara di desa ini. Sudut bibir Dewa terangkat, bagaimana manisnya kisah romansa mereka berdua.

Lebih dari 1 minggu Dewa meninggalkan desa, yang Dewa lakukan di kota adalah bekerja, bekerja, dan bekerja. Jika sempat ia akan mengunjungi makan ayah dan ibunya. Jangan sangka jika di kota Dewa tidak memikirkan Asmara, setiap hari bahkan setia menit Asmara selalu menghantui pikiran Dewa, sampai sakit Dewa dibuatnya. Kadang Dewa juga menangis tanpa suara di malam hari saat ia merindukan Asmara.

Di desa, Asmara merasakan sedih, kesal, marah, kecewa. Semua Asmara rasakan saat diberi kabar jika Dewa pergi tanpa berpamitan atau pun mengabarinya melalui surat. Sudah lebih dari seminggu Asmara menangisi Dewa. Setiap sebelum tidur Asmara selalu memandangi jendela berharap Dewa datang menghampirinya, namun semuanya hanya percuma saja, Dewa sudah kembali pergi meninggalkannya.

"Sudahlah Asmara, bapak sudah bilang kan? Dia hanya mempermainkan kamu, pria dewasa seperti Dewa mana mau main serius." Celetuk Bani saat melihat Asmara yang sedang menyiapkan sarapan di dapur.

Asmara tidak ada niatan untuk menjawab, dia hanya diam. Mengabaikan Bani yang sedang bicara dengannya.

"Besok siap-siap, pak Yudi akan membawa keluarganya kemari." Lanjut Bani sebelum pergi meninggalkan Asmara di dapur.

Tangan Asmara yang sedang mengaduk teh pun terhenti, lagi-lagi ia menangis. Bani bilang, ia ingin membahagiakan Asmara. Namun pria itu terus saja memaksa Asmara untuk menikah dengan pria yang sama sekali tidak Asmara cintai. Ide untuk kabur dari rumah selalu hadir di kepalanya, namun tak kunjung Asmara lakukan.

Tetapi kali ini Asmara benar-benar serius, ia ingin pergi meninggalkan desa. Tidak peduli kemana ia pergi nanti, yang terpenting Asmara tidak mau menikah dengan juragan tanah di desa ini.

"Nduk ... Mungkin bukan jodohnya, tidak apa-apa ya, turutin apa yang bapak minta?" Rania mengusap lembut bahu Asmara.

Tidak ada jawaban sama sekali dari mulut Asmara, wajah gadis itu datar walaupun beberapa tetes air mata jatuh membasahi pipinya. Asmara tidak mau sampai itu terjadi, bagaimana pun caranya ia harus pergi dari sini.

Dewa Asmara | TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang