Reinanta's POV
Mungkin runtutan peristiwa dihukum saat upacara, dipanggil ke BK, dilantik jadi ketua DS dadakan, dan pulang ke rumah terlalu tidak padu dan tak tentu arah.
Baik, begini.
Sekarang hari Kamis, 17 Agustus 2023. Upacara tadi pagi adalah upacara perayaan kemerdekaan, kebetulan hari yang sial karena orang yang bertugas untuk berpatroli dan memeriksa atribut siswa adalah koordinator salah satu divisi DS, Bela Negara. Namanya Fildzah. Rekan sekamarku di asrama. Benar, rekan sekamar. Aku tidak mau repot-repot memanggil semua orang di Segara sebagai teman hanya karena kami terjebak di satu tempat yang sama. Dan lagipula dia Fildzah. Sudah jelas dia sudah tahu soal rambut electric blue dan menunggu momen ini untuk menarikku keluar dari barisan di tengah semua orang karena melaporkanku hanya sebagai rekan sekamar tidak menimbulkan drama yang fenomenal.
Aku bisa menceritakan tentangnya panjang kali lebar nanti, tapi singkatnya: Fildzah Kamila adalah salah satu dari pejabat DS paling intimidatif selama periode ini. Dia seram. Alih-alih galak dan jutek, dia cenderung bicara seperlunya dengan perhitungan cepat, pertimbangan rasional, dan nada sarkastik. Penampilannya memperparah semua itu. Warna kulitnya putih gading, hidungnya mancung, bibirnya tipis, matanya besar dengan ujung yang sedikit naik, lalu—ini sudah tidak ada korelasinya lagi—selera berpakaiannya sangat... sepi. Favoritnya hitam dan hanya hitam. Aku tidak tahu apakah dia menaruh perhatian tertentu pada fashion, tapi aku menangkap kesan "memang ingin memberi impresi tidak acuh, judgemental, dan mengintimidasi" dengan semua yang dia lakukan terhadap penampilannya. Meski menurut perhitunganku dia cukup menempati peringkat kedua sebagai pejabat DS paling dipatuhi, sekarang Bianka, si perangkat pertama, sudah tidak ada.
Lalu Bianka. Dia lah ketua DS yang sah selama periode ini, dilantik tanggal 19 Juni lalu bersama pejabat DS lainnya yang meliputi wakil ketua, sekretaris satu dan dua, bendahara, dan semua koordinator divisi. Bianka seorang kader emas, sudah terpilih menjadi koordinator divisi sejak tahun pertama. Leadership skill-nya luar biasa, prestasi cemerlang, titel keluarga bergengsi, koneksi luas, dan sederet label positif lainnya. Walaupun sejak awal kedudukan kami berbeda, aku, dia, dan Axel sudah dekat sejak kelas sepuluh. Alasannya sederhana: hanya kami bertiga yang bertahan di organisasi membosankan ini sampai tahun kedua. Dengan Fildzah juga, sebenarnya, tapi aku tidak yakin mengkategorikannya sebagai dekat dengan kami bertiga.
Dewan Siswa bukan organisasi dengan pamor yang tinggi. Kewenangannya sebatas membuat acara sekolah untuk momen tertentu, menghukum siswa-siswi yang melanggar, atau paling jauh menentukan ekstrakurikuler mana yang perlu dieliminasi dan ditambah setiap tahun. Sedangkan di Segara, ada opsi untuk menjadi bandar barang haram, menjilat penguasa tertentu dengan menjadi kekasih anaknya, konsultan politik bayangan, sampai mata-mata partai politik hingga korporasi swasta. Tentu saja menjadi anggota organisasi internal sekolah itu bukan apa-apa.
Tapi di atas itu semua, mengapa aku tiba-tiba dilantik jadi ketua Dewan Siswa ketika Bianka bahkan belum tiga bulan menjabat? Jawaban cepat: aku wakilnya. Jawaban lengkap...
Semuanya bermula ketika Bianka mengundurkan diri dari sekolah pada hari Senin lalu.
Dia sudah tidak ada di asrama sejak hari Jumat sebelumnya, pulang ke rumah karena kurang sehat. Aku sempat mengantarkannya ke lobby asrama—seperti yang Axel lakukan tadi—sampai sopir keluarganya datang menjemput. Hari Sabtu dan Minggu, ponselnya tidak bisa dihubungi. Media sosialnya juga tidak aktif. Lalu hari Senin, begitu saja, aku menunggu di depan ruangan kepala sekolah untuk memperbarui arsip DS terkait barang ilegal yang disita sekolah periode tahun lalu, kemudian tidak sengaja bertemu dengan Kang Iwan yang baru keluar.
Kang Iwan itu asisten rumah tangga Bianka.
Asisten rumah mengurus sesuatu di ruangan kepala sekolah itu pemandangan sehari-hari di sini. Semua orangtua mereka sibuk. Bianka tidak terkecuali. Sebagai orang terpercaya di rumah penerus tunggal Dharmadjie Sentosa, kedatangan Kang Iwan justru salah satu yang paling tidak mengherankan
KAMU SEDANG MEMBACA
Segara Operation
General FictionSelain kantor pemerintahan, Segara adalah tempat paling rawan skandal yang pernah kuketahui. Ada anak anggota dewan di kamar asramaku, anak pengusaha perusahaan furnitur di organisasiku- lalu di sudut-sudut lain ada penerus tunggal perusahaan pangan...