Mantan Bikin Beban

75 50 52
                                    

Jangan lupa vote dan comments ya pren ^^

~••••~

Melupakan mantan memang bukan hal gampang, tapi terus diingat juga bukan perkara yang bisa dibenarkan.

~••••~

Sempat dicegah untuk bertemu dengan For Gen Z oleh Angkasa ternyata sama sekali tidak memberikan pengaruh apapun untuk Gendis. Hal itu terbukti dengan adanya Gendis dan Zora di salah satu cafe yang terletak tidak jauh dari sekolah.

“Jadi lo sebenernya kenapa, Gendis?” Zora bertanya saat mendapati Gendis terdiam. “Lo boleh cerita ke gue kalo lo mau. Gue bakalan jamin nggak bakalan ada yang tau tentang apa yang lo bilang. Privasi lo bakalan gue jaga baik-baik.”

For Gen Z sangat menghargai privasi setiap orang. Mereka tidak segan mendengarkan teman-teman yang memang membutuhkan ruang tersendiri. For Gen Z juga kerap kali membagi tugas untuk menangani kasus. Dan untuk Gendis, Zora lah yang bertugas.

“Gue bingung mau cerita dari mana, Kak.”

Perlahan pandangan Gendis yang semula menunduk mulai terangkat. Menatap Zora yang melukiskan sebuah senyuman penuh arti.

“Nggak papa. Pelan-pelan aja lo bebas mau cerita dari mana,” saran Zora. “Eh, tapi kalo boleh gue tau kenapa lo nggak minta bantuan atau cerita sama kakak lo aja?”

Gendis menghela napas panjang. “Nggak mau, Kak. Lo tau sendiri Kak Angkasa sering buat ulah dan gue takut di saat gue cerita dia malah gegabah. Pernah dulu gue cerita ke dia, tapi Kak Angkasa malah langsung datengin orang yang bersangkutan dan ngajak tarung. Takut banget hal itu kejadian lagi. Gue muak sama kekerasan.”

Zora mengerti. Lambat laun mulai memahami hubungan antara Gendis dan Angkasa. Sepasang kakak beradik yang memang lebih sering terlihat ribut daripada akur.

“Mungkin karena sebenarnya dia peduli sama lo. Cuma ya caranya memang kurang tepat,” ujar Zora seraya menyerahkan segelas minuman yang baru saja datang diantar pelayan. “Minum dulu biar lo lebih tenang.”

Kening Gendis berkerut kala melihat segelas minuman bewarna hijau diarahkan mendekat padanya.

“Itu apa, Kak?”

Green tea milk,” sahut Zora memberikan sedikit jeda dalam ucapannya. “Bagus banget buat relaksasi. Green tea punya kandungan L-theanine, asam amino yang bisa bikin pikiran lo lebih tenang. Ditambah susu yang juga bagus buat balikin suasana hati lo jadi better.”

Thanks, Kak. Gue semakin salut sama lo. Udah cantik, baik, suka bantu orang. Dan satu lagi, lo pinter banget. Tim For Gen Z memang dibentuk sama orang yang bukan kaleng-kaleng.” Gendis berkata dengan lebih semangat.

Pantas saja Zora banyak dikenali orang dengan pengetahuan luas. Ternyata kabar itu bukanlah isapan jempol belaka karena wawasan perempuan di hadapannya benar-benar harus diacungi jempol.

Zora terkekeh kecil. “Nggak usah berlebihan. Gue juga masih banyak belajar. Jadi, gimana? Apa lo udah jauh lebih tenang dan mulai cerita?”

Gendis membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman. Bersiap untuk mulai bercerita dan berhenti membuang waktu.

“Gue cuma mau minta pendapat lo. Karena sesama cewek gue yakin lo bakalan bisa lebih paham dibanding Kak Angkasa.”

Zora menanggapi dengan anggukan. Memberi ruang dan waktu untuk Gendis mengungkapkan keluh kesahnya tanpa disangkal terlebih dulu.

“Cowok gue, Kak. Namanya Andi.” Gendis menarik napas panjang. “Kak Angkasa sama sekali nggak suka hubungan gue sama Andi. Kak Angkasa bilang Andi bukan cowok yang baik karena  sekarang dia belum dapet kerja dan nggak lanjut kuliah. Gue tau memang Andi bukan cowok yang berada, dan gue nggak merasa keberatan karena Andi bagi gue itu cowok yang baik dan selalu ada.”

Gendis kembali menunduk. Bercerita sama saja kembali mengingat luka. Namun, jika tetap diam dia akan terus tersiksa dengan pemikiran dan rasa bingung akan perasaannya.

“Gue bingung, Kak. Gue kasian liat Andi kesusahan.” Gendis dengan cepat mengusap air mata yang meluncur di pipinya. “Kemarin Andi dateng ke rumah. Dan Kak Angkasa langsung usir dia. Gue dan Andi dipaksa putus. Bahkan mereka sempet berantem. Gue tau maksud Kak Angkasa baik, tapi gue juga nggak bisa lepas Andi gitu aja. Andi yang selalu ada ketimbang Kak Angkasa yang terlalu sibuk. Sementara kedua orang tua gue udah nggak ada.”

Zora mengusap pundak Gendis yang semakin terisak. Cukup kaget mendapati fakta baru jika Angkasa dan Gendis sudah tidak memiliki orang tua.

“Gue memang nggak ada di posisi lo, tapi setidaknya gue bisa rasain apa yang lo alami. ”Gue yakin lo pasti bingung harus nurut kakak lo atau terus bareng Andi. Iya ‘kan?” Zora berucap seraya memilih kalimat yang tepat agar tidak menginggung perasaan.

Gendis mengangguk pelan.

“Kalo menurut gue, mungkin maksud Angkasa memang baik karena nggak mau lo kebawa susah nantinya. Karena lo tau sendiri Andi nggak punya kerjaan dan nggak kuliah. Angkasa takut soal masa depan lo,” ujar Zora.

Kini giliran Gendis yang terdiam. Semua kosa kata seakan lenyap dari otaknya.

“Lo juga masih terlalu muda buat sakit hati karena cinta, Gendis. Walaupun gue tau Andi buat lo kasih arti yang besar karena dia selalu ada di saat lo kesepian.” Zora menghembuskan napas pelan sebelum menyambung kembali perkataannya. “Masih banyak hal yang bisa lo lakuin daripada galau. Awalnya memang berat, tapi nanti lo bakalan terbiasa. Kita doain aja semoga Andi juga bisa dapat kehidupan lebih baik. Kita nggak tau masa depan bakalan kayak gimana.”

Zora memberi tanggapan sebisanya. Karena dia tidak bisa menyalahkan salah satu pihak. Semuanya pasti memiliki alasan masing-masing.

“Mungkin kehilangan dia bikin lo ngerasa ada yang kurang, tapi bukan berarti dunia lo akan berhenti. Semangat Gendis!”

Gendis mengusap air matanya. Isakan perlahan mulai menghilang. Gendis kembali duduk tegak dan tersenyum simpul. “Makasi, Kak. Karena pendapat dan saran dari lo perasaan gue jadi lebih ringan.”

Zora membalas senyuman Gendis. “Selama gue bisa bantu gue bakalan bantu. Dan selama gue bisa jadi pendengar. Gue siap buat dengerin semua curhatan lo. For Gen Z berusaha ada buat yang membutuhkan. Termasuk lo. Jadi, lo nggak perlu sungkan lagi.

“Tapi, Kak. Gue boleh nanya lagi?” tanya Gendis sedikit ragu dengan pertanyaannya. Namun. Ketika sudah diangguki oleh Zora, Gendis kembali berkata, “sebenarnya lo udah punya pacar belum sih? Terus kabar kalo lo pacaran sama Kak Bagas itu bener nggak?”

Zora tertawa ringan. Seakan pertanyaan Gendis menggelitik dirinya. “Gue belum pernah pacaran. Gue juga aneh kenapa bisa kasih tanggapan soal cinta di saat gue belum pernah rasain. Mungkin karena kita sesama cewek kali ya dan gue juga sering denger cerita orang.  Jadi, gue bisa ngerti.”

Gendis mengerjapkan mata berkali-kali merasa belum begitu yakin. Zora yang tadi terlihat sangat mendalami dan mengerti soal perasaan ternyata belum pernah menjalin hubungan.

“Kalo soal Kak Bagas gimana, Kak?”

“Sesama anggota For Gen Z kita nggak boleh pacaran. Gue dan Bagas sebatas teman, dan itu udah jadi kesepakatan.” Zora menjawab dengan cepat dan tanpa ragu.

Tanpa mereka sadari, terpaut beberapa meja dari tempat Zora dan Gendis berada terdapat seorang lelaki yang duduk memunggungi dan diam-diam menguping pembicaraan. Suasana cafe masih terbilang sepi membuat pembicaraan Zora dan Gendis masih bisa terdengar samar walaupun dari jarak tidak terlalu dekat. Lelaki itu menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa kala mendengar jawaban Zora barusan.

“Ternyata masih dianggap cuma sekedar teman," gumam lelaki tersebut dengan suara pelan.

~••••~
TBC

Hi pren^^
Gimana sama part di atas? Apa ada yang susah juga lupain mantan? Masih remaja sekolah udah rasain putus cinta sampe ngerasa galau? Hal iru udah banyak banget ya di luaran sana.

Sorry for typo huhu.
Mudah mudahan kalian suka sama ceritanya. Jan lupa tinggalkan jejak. Vote dan comments ya ^^

Salam hangat

Risyyu

For Gen Z (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang