Fear Of Missing Out?

34 23 0
                                    

Happy reading. Jan lupa vote dan comment ya ^^

~••••~
Istilah FOMO sudah tidak asing terjadi pada kalangan Gen Z. Tidak mau jika sampai tertinggal mengenai berita atau tren terkini.
~••••~

SMA Insani Unggul kembali digegerkan oleh kabar terbaru mengenai Power Boys yang melakukan tindakan tidak patut untuk ditiru. Seantero sekolah banyak membicarakan dan mencari tahu mengenai keajadian sebenarnya.

Bagas yang baru saja mengetahui hal tersebut tentu sangat terkejut. Bagas beberapa kali mendengar kabar itu dari orang-orang yang kebetulan sedang membicarakan topik terkait. Untuk memastikan, Bagas mendatangi sekumpulan siswi yang tengah berbincang di depan kelas.

“Permisi. Tentang Zora yang dikerjain Power Boys itu kalian nggak sebar berita bohong ‘kan?” tanya Bagas langsung mengarah keinti dan tujuannya. “Kalian kalo nggak punya bukti apa-apa jangan gampang sebar gosip kayak gitu. Bisa jadi kalian cuma Fomo."

Fomo atau Fear Of Missing Out adalah rasa takut atau cemas merasa “tertinggal” yang muncul di dalam diri seseorang akibat ketinggalan sesuatu yang baru, seperti berita, tren, dan hal lainnya.

Siswi berambut pendek sebahu itu memperlihatkan layar handphone yang menampilkan sebuah foto. Terdapat potret saat Zora basah kuyup dengan tiga orang lelaki di sana. Ia adalah Ronal, Fahri dan Wendi. “Masa lo baru tau kabar itu? Fotonya bahkan udah kesebar di mana-mana. Lo aja kali yang ketinggalan info."

Melihat foto tersebut, Bagas menarik napas panjang dengan dada naik turun menahan emosi. Cukup kesal karena sejauh ini Bagas malah baru tahu jika Zora mengalami pengalaman yang tidak mengenakan. Gadis itu sama sekali tidak bercerita apa-apa mengenai kejadian di belakang sekolah.

“Kalian tau siapa yang sebar foto itu?”

Gadis lain yang menggunakan hijab menjawab, “kita nggak tau. Pokoknya udah kesebar gitu aja dari satu grup kelas ke grup kelas lainnya.”

“Kalo gitu makasih informasinya. Gue duluan,” pamit Bagas buru-buru kemudian berbalik badan menuju ke kelas.

Bagas merasa tidak tenang saat ini. Terlebih saat ia melihat Zora di dalam foto sangat mengkhawatirkan. Bagas harus segera bertemu dengan Zora untuk meminta penjelasan secara langsung.

Namun, saat melewati ruang kepala sekolah, perhatian Bagas tidak sengaja tertuju pada obroal yang samar-samar terdengar. Merasa ada yang tidak beres karena Bagas seperti mengenali salah satu suara dari dalam ruangan. Bagas menengok kanan kiri memastikan sekitar tidak ada orang. Setelah itu Bagas bergerak semakin mendekat ke arah ruangan kepala sekolah. Tidak lupa Bagas mengeluarkan handphone nya dan membuka aplikasi perekam suara.

“Bisakah kamu berhenti membuat ulah? Saya tidak tau harus mencari alasan apalagi untuk melindungi kamu agar tidak dikeluarkan dari sekolah,” ujar Pak Septo selaku kepala sekolah.

Kening Bagas berkerut bingung, benar dugaannya. Ada sesuatu yang tidak beres pada kepala sekolah SMA Insani Unggul. Dengan perlahan Bagas mengintip suasana di dalam ruangan untuk mengetahui dengan siapa kepala sekolah itu berbicara. Lagi dan lagi Bagas dibuat terkejut saat melihat Ronal ada di dalam, tepat sesuai dugaan Bagas.

“Apa uang yang saya bayar belum cukup sampai Bapak harus berbicara seperti tadi?” tanya Ronal dengan santai.

Pak Septo mengusap wajahnya kasar. “Uang yang kamu berikan itu sebenarnya tidak cukup. Bahkan tidak sebanding dengan jabatan yang saya miliki sekarang. Resiko nya sangat besar.”

Ronal terkekeh kecil. Menatap Pak Septo seakan sudah tidak segan lagi. Sementara kepala sekolah yang terkenal tegas itu malah terlihat melunak jika berhadapan dengan Ronal. Bagas yang menyaksikan interaksi dua orang di dalam ruangan pun semakin dibuat bingung.

“Bapak sendiri yang dari awal mudah untuk disuap. Jadi, saya tidak perlu memikirkan resiko yang Bapak hadapi.” Ronal kemudian mengangkat sebelah sudut bibirnya menatap Pak Septo tanpa takut. “Butuh berapa uang lagi biar saya dan teman-teman Power Boys aman dan terus bertahan?”

 ~••••~

“Zor lo kenapa nggak cerita pas malem lewat telepon atau chat gue sih? Kenapa lo baru ngasih tau kalo si Ronal sama Power Boys itu ngerjain lo di belakang sekolah?” tanya Maira menghujani Zora dengan banyak pertanyaan sejak tadi. "Kalo gini 'kan gue jadi ketinggalan info. Padahal gue berusaha buat terus update."

Zora tersenyum penuh arti. Sebenarnya Zora tidak ingin jika kejadian kemarin menjadi buah bibir yang banyak diperbincangkan. Namun, Zora pun tidak bisa berbuat banyak menyadari kabar itu sudah tersebar dalam waktu yang terbilang singkat.

“Gue udah nggak kenapa-napa, Mar. Lo liat aja sendiri gue sehat ‘kan?” ujar Zora dengan semangat. "Lo juga kayaknya kena Fomo deh, Mar."

Maira menilik Zora dari ujung rambut hingga ujung kaki untuk memastikan sahabatnya itu benar-benar dalam keadaan sehat. Memang tidak ada luka apapun yang terlihat, tetapi tetap saja Maira merasa khawatir apalagi setelah melihat foto Zora yang sudah banyak tersebar.

“Iya sih lo nggak memar, tapi pasti lo takut juga ‘kan karena harus berhadapan sama mereka ditambah lo disiram pakai air super bau?” Maira masih kepo. Jika penasarannya belum terbayar, Maira pasti akan terus bertanya agar tidak terus kepikiran.

Zora bergerak membereskan buku pelajaran yang sudah selesai digunakan. Bel istirahat yang sudah berbunyi membuat beberapa siswa siswi kini meninggalkan kelas untuk menuntaskan rasa lapar di kantin sekolah.

Setelah beres, Zora menatap Maira mencoba meyakinkan keadaanya melalui tatapan mata. “Mar, gue nggak ngalamin luka fisik. Cuma memang gue nggak bisa bohong kalo saat itu gue lumayan takut dan nggak nyangka ternyata orang yang teror gue selama ini adalah si Ronal. Kalo bukan buat tau pelakunya siapa, gue juga nggak mau kali nurutin surat itu buat dateng ke belakang sekolah. Tapi, untungnya kemarin ada Angkasa yang nolong. Kalo nggak ada dia, nggak tau deh gue udah diapain sama mereka.”

“Kenapa lo nggak minta gue buat anter lo ke belakang sekolah kemarin?” tanya sebuah suara.

Bukan Maira yang bertanya, melainkan Bagas yang baru saja tiba beberapa saat lalu. Lelaki itu berdiri di depan meja Zora dengan tatapan yang terlihat susah diartikan.

“Gue ngerasa nggak guna kalo gini, Ra.” Bagas kembali berkata. "Gue nggak ada di saat lo butuh. Padahal gue mau terus ada buat lo."

Zora menggeleng pelan. “Maksud gue bukan gitu, Gas. Gue udah pernah bilang ‘kan bukan maksud gue buat nutupi sesuatu dari kalian. Cuma kadang keadaan yang seakan maksa gue buat hadapin sendiri. Lagipula di surat itu ditulis kalo gue harus datang sendiri tanpa bilang siapa-siapa. Lo bisa baca sendiri kalo nggak percaya.”

Surat yang Zora temukan di lokernya itu diserahkan kepada Bagas. Tanpa banyak bicara Bagas langsung membaca isi yang tertulis dalam surat tersebut.

“Kita harus lapor ke guru. Dari dulu juga kita udah setuju ‘kan buat berusaha bubarin Power Boys? Kemarin kita memang gagal, tapi sekarang kita harus berhasil.” Maira mengungkapkan pendapatnya.

Bagas menarik napas panjang. Kemudian lelaki itu berujar, “gue udah punya bukti yang cukup kuat buat bubarin Power Boys.”

Maira dan Zora saling menampilkan mimik muka bingung. “Caranya?”

Bagas mengeluarkan sebuah handphone dari dalam saku celananya. Meskipun ada sedikit rasa ragu atas fakta yang baru saja ia dapatkan. Bagas tidak bisa memastikan posisi Ronal selaku saudara tirinya itu akan aman saat ini. Namun, bagaimanapun Bagas harus tetap mengungkap kebenaran.

“Tenang aja. Gue udah punya buktinya. Di dalam handphone gue.”

~••••~
TBC


Allo ^^
Kalo kalian pernah gasi dibuli atau dikerjain sampe kelewat batas?

Sorry for typo ya.
Jan lupa tinggalkan jejak. Vote and comments ^^

Salam hangat

Risyyu

For Gen Z (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang