Tertipu

36 21 0
                                    

Happy reading. Jan lupa vote dan comments ^^

~••••~
Orang yang pandai bermuka dua itu lebih berbahaya. Jadi berhati-hatilah.
~••••~

“Lo ‘kan yang nyebar foto itu?” tanya Ronal dengan nada suara dingin. “Setelah gue bantu, apa ini balasannya? Anela, mau lo apa sih?”

Sepasang alis si pemilik nama berkerut bingung. Merasa malas bertemu dengan Ronal di salah satu lorong sekolah yang sepi. Lelaki itu mendesak Anela untuk menemuinya jika tidak mau rahasianya diangkat kepermukaan.

“Kenapa lo bisa nuduh gue?” tanya Anela dengan tenang.

Ronal tersenyum sinis. “Gue nggak bodoh. Gue yakin kalo lo orang yang udah ambil foto di belakang sekolah waktu itu. Yang tau rencana ini cuma lo, gue, Fahri sama Wendi. Nggak mungkin mereka yang lakuin karena saat itu lagi bareng gue. Lagian di sana sepi, nggak ada orang lain. Kecuali lo yang ngintai dari kejauhan ‘kan?”

Anela menarik napas panjang. Kemudian beberapa saat setelahnya ia menyahut, “kalo iya kenapa?”

Ronal memukul tembok tepat di samping wajah Anela membuat gadis itu sedikit terperanjat. Usahanya membantu Anela seakan tidak berarti apa-apa. Padahal Ronal sudah mengikuti semua yang diinginkan oleh Anela.

“Gue bantu lo buat teror Zora. Gue juga bantu lo kerjain Zora di belakang sekolah. Apa ini balasan lo? Ternyata lo lebih licik dari apa yang gue kira. Penghianat lo!” teriak Ronal sudah tidak peduli jika akan ada yang mendengar.

Anela menatap Ronal dengan sorot mata tidak seperti yang biasa dia tampilkan. Anela seakan menunjukkan sikap aslinya. Sangat jauh dari kelembutan dan keimutan yang selama ini menutupi jati diri Anela sesungguhnya.

“Lo sendiri yang nawarin bantuan sebagai balas budi. Sebenernya gue juga nggak ada niatan buat sebar foto itu kalo lo nggak malah main kasar sama Kak Angkasa,” ujar Anela. “Apapun boleh lo lakuin selama itu ditujukan untuk Zora. Bukan Kak Angkasa. Gue nggak minta lo buat bikin Kak Angkasa babak belur. Lo tau sendiri gue sayang dia.”

Ronal melipat kedua tangannya di depan dada. Balik menatap Anela tidak kalah tajam. “Angkasa datang itu karena di luar rencana. Gue juga nggak tau kalo dia datang buat nolong si Zora. Seharusnya lo sadar diri kalo sekarang lo itu udah nggak ada artinya lagi buat dia. Apalagi lo bilang sendiri adiknya lebih setuju dia sama Zora dibanding lo 'kan?”

Anela tampak tidak setuju dan merasa tersinggung dengan apa yang disampaikan oleh Ronal. Terbukti dengan tangannya yang terkepal kuat berusaha untuk menahan emosi. Bagaimanapun Anela sadar jika dia tidak akan bisa mengalahkan Ronal secara fisik. Untuk itu Anela lebih memilih untuk menahan tangannya yang sudah tidak sabar ingin menampar Ronal sejak tadi.

“Jangan asal kalo ngomong. Nggak mungkin Kak Angkasa suka Zora.” Anela tetap kukuh pada pendapat dan pemikirannya. “Nggak mungkin juga kalo dia bantu Zora karena alasan tertarik atau suka. Mungkin dia lakuin itu cuma karena kasian.”

“Kalo gue mulai tertarik sama dia memang apa urusan lo?” sebuah suara terdengar dari arah belakang Anela.

Jantung Anela berdegup kencang. Dia sudah tidak asing dan sangat hapal dari siapa asal suara tadi. Perlahan Anela memutar badan menghadap orang tersebut. Mata Anela mengerjap beberapa kali. Otaknya pun menjadi ikut lambat untuk berpikir. “Kak Angkasa? Sejak kapan lo di sini?”

“Gue udah denger semuanya. Nggak usah lempar topik ke arah lain.” Sepasang netra Angkasa mengarah kepada Anela. Raut kecewa kentara terlihat dari mimik wajah Angkasa. “Gue nggak nyangka, Nel. Di balik kelembutan dan keluguan lo, ternyata lo orang yang kejam. Sama sekali gue nggak pernah sangka Anela yang dulu berubah jauh dengan lo yang sekarang.”

For Gen Z (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang