Suara jepretan kamera terdengar berisik diikuti kilatan cahaya lampu blitz yang berkedip setiap detik untuk menangkap gambar seorang wanita cantik yang berdiri di depan background berwarna putih. Wajah cantiknya yang sudah terpoles make up terlihat semakin menawan ketika terkena cahaya dari dua sofbox lighting di sisi kanan kirinya.
Dianna Callista, seorang model cantik berusia dua puluh tiga tahun yang namanya sudah terkenal tingkat nasional. Ketika duduk dibangku sekolah menengah atas, dia iseng mengikuti ekstrakulikuler modeling dan mendaftarkan dirinya di agensi yang sekarang menaungi nama dirinya. Berkat kecantikan serta bakatnya karirnya terus melambung tinggi, eksitensinya tidak pernah absen dari barisan catwalk fashion week. Tercatat, sudah kurang lebih tujuh tahun dia berkecimpungan dengan dunia model.
Meski di awal karir Dianna merasa kesulitan karena semua kegiatannya seperti dibatasi, harus bersembunyi dari paparazi, tidak boleh ini dan itu yang dapat mencoreng namanya dan nama agensi, tetapi Dianna tetap menikmati pekerjaannya. Sekarang Dianna sudah terbiasa dengan itu semua. Itu bukan lagi hal yang sulit, sudah menjadi makanan sehari-hari Dianna.
Jari letiknya menyentuh sisi wajah sedangkan satu tangannya berada di perut, bibir yang sudah dipoles lipstick berwarna merah sedikit terbuka. Bola mata berwarna hazelnya yang menawan memandang ke arah kamera. Lantas suara jepretan kamera dan cahaya flash mengenai wajah cantiknya.
Wanita itu bergerak lihai pada tiap jepretan yang terdengar riuh, mengambil pose indah tanpa diminta pengarah gaya seakan di depan matanya sudah ada seribu contoh gaya yang tidak terlihat untuk membantunya pemotretan. Para fotografer tersenyum puas dibalik kamera mereka ketika melihat hasil foto yang lagi-lagi sangat memuaskan.
"Hari ini cukup, Di." Salah satu fotografer mengangkat tangannya memberi tanda pada Dianna. Lantas fotografer di sebelahnya mengacungkan kedua jari jempolnya seraya tersenyum lebar.
Dianna menghela napas lega, setelah dihujami kilatan blitz berkali-kali membuat matanya menjadi pedih. Wanita itu lantas berjalan ke arah para kru untuk melakukan high five sebelum dia beranjak ke ruang ganti.
"Di, nanti malam kamu luang?" tanya fotografer yang tadi mengacungkan kedua jempolnya, fotogfrafer termuda yang keahlian dalam memotret setara dengan para senior. Jack Habel.
"Sepertinya tidak. Malam ini keluargaku kedatangan tamu penting," jawab Dianna seraya mengipasi wajahnya yang sedikit berkeringat.
"Oh begitu," Jack mengangguk paham, dia menunduk untuk menyembunyikan sorot matanya yang terlihat kecewa. "Tapi, bagaimana jika lain kali?" Meski begitu semangatnya tidak hilang.
Dianna tampak berpikir sejenak. Dia tahu jika pemuda yang lebih tua empat tahun dari usianya ini memiliki ketertarikan lebih pada Dianna, tetapi dia tidak ingin memiliki hubungan serius selain One Night Stand. Maka, sering kali Dianna menolak ajakan Jack karena tidak ingin pria itu berharap lebih. Seperti sekarang, setelah berpikir selama satu menit akhirnya wanita itu menggeleng.
"Sepertinya tetap tidak bisa, Jack." Sorot mata hazelnya terlihat seakan merasa bersalah. "Sorry."
Jack mengangguk dengan tatapan kecewanya. "Mmm, aku mengerti."
Meskipun telah ditolak, pria itu tetap bersikap baik dengan membukakan pintu ruang ganti, Dianna tersenyum seraya menepuk bahu Jack lantas masuk ke ruang ganti.
"Hei, Dianna. Ayok cepat ganti pakaianmu, aku sudah diteror ibumu agar kamu segera pulang." Selena-manajer pribadinya-segera menarik lengan Dianna.
"Baiklah baiklah aku mengerti, tidak perlu menarikku seperti ini," sewot Dianna seraya melepaskan cekalan Selena. Manajernya itu hanya menyengir lebar layaknya orang bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh dalam Pelukan Kakak Ipar
Romance⚠️JANGAN LUPA FOLLOW GES⚠️ *** Dianna sering melakukan One Night Stand sebagai hiburan ketika dirinya lelah bekerja, entah dengan pria lajang ataupun sudah beristri. Tetapi, tidak dengan Andrew. Tidak pernah terpikirkan oleh benaknya. Pria itu adala...