Bab 09

2.5K 28 0
                                    

Mata hitam Andrew mengawasi lantai dasar dengan tenang, bola matanya menyusuri setiap sudut yang tertangkap oleh indra penglihatannya. Suara musik tidak begitu terdengar di lantai dua, hanya ada suara musik klasik, orang yang sedang bermain kartu remi, orang yang sedang berbincang entah mengenai bisnis atau wanita atau bahkan hanya sekedar minum.

Baginya, Heaven Night Club sudah menjadi rumah keduanya. Ketika dia penat dengan urusan kantor yang terus membeludak maka dia akan berlari ke rumah keduanya, sekedar mengawasi kelabnya, memeriksa keuangan atau bahkan menyewa wanita. Itu sudah menjadi hiburan bagi Andrew.

Seperti sekarang ini contohnya, setelah seharian menghadiri rapat bersama para calon investor, dia mengemudikan mobilnya menuju kelab alih-alih ke apartemennya.

Bola matanya berhenti bergerak kesana kemari ketika melihat seorang wanita berjalan ke arah bar, menghampiri seorang wanita yang terlihat digerumbungi pria. Meski dari kejauhan dan terlihat hanya dari samping Andrew tahu siapa wanita itu.

Dia adalah Dianna. Wanita yang harum tubuhnya serta lekuk tubuhnya masih berputar dikepalanya.

Matanya masih tetap mengawasi apa yang dilakukan wanita itu, dari cipika-cipiki dengan temannya sampai memesan Dianna memesan minuman. Sampai akhirnya Michael datang menghampiri kedua wanita yang sedang asyik mengobrol. Andrew mengamati semua itu, dari yang awalnya tetap tenang hingga kesal. Entah mengapa melihat Dianna nambak akrab bahkan sampai duduk di atas paha Michael membuat Andrew geram. Dengan dirinya Dianna sok jual mahal sekali, awal menolak berujung menerima.

Andrew berbalik badan, kakinya dengan cepat melangkah ke arah lift khusus ketika matanya melihat Dianna dan Michael berdiri dari kursinya.

"Hei, bung. Mau kemana kamu?"

"Aku akan turun ke bawah sebentar," jawabnya tanpa menatap sang penanya.

Yang bertanya mengerutkan keningnya bingung. Tumben sekali Andrew turun ke bawah? Biasanya pria itu hanya akan berdiam diri setelah menginjakkan kakinya di lantai dua, tidak mau turun ke bawah sebelum pagi. Sang penanya menggendikkan bahu acuh, melanjutkan aktifitasnya melumat bibir wanita yang duduk di atas pahanya.

***

Dianna menghentakkan lengannya sehingga cekalan tangan Andrew terlepas. Dengan ekspresi yang masih terlihat kesal dia berjalan ke arah sofa dekat jendela sedangkan Andrew menutup pintu. Matanya menatap ke sekeliling ruangan. Terdapat meja kantor di tengah ruangan sepasang dengan kursinya, tiga lemari yang masing-masing lemari terdapat koleksi minuman beralkohol, lukisan abstrak terpajang di belakang kursi kantor, dan satu set sofa di sudut ruangan dekat jendela yang menampilkan pancaran lampu kota ketika malam hari.

Mungkin ini ruang kerja Andrew. Pikir Dianna

Dianna mendudukkan bokongnya di salah satu sofa seraya menolehkan kepalanya menatap pancaran kerlap kerlip lampu.

"Apa yang kamu lakukan di sini?"

Dianna menoleh menatap pria yang dengan santainya mengambil salah satu minuman beralkohol sembari melepas beberapa kancing kemejanya sehingga dada bidangnya terekpos.

"Bukankah kamu yang membawaku kemari?" ucap Dianna sinis. Matanya kembali menatap lampu-lampu kota, enggan menatap pemandangan yang jauh lebih indah dari lampu-lampu dibawah sana.

Andrew mengerutkan kening menatap wanita yang masih terlihat merajuk, lantas terkekeh menyadari jawaban Dianna. Pria itu melangkah mendekati Dianna dengan membawa dua gelas dan satu botol whisky, lantas duduk di seberang Dianna.

"Ya aku tau." Andrew membuka tutup botol lantas menuangkan isinya ke dalam gelas. "Tapi maksudku, apa yang kamu lakukan di bar milikku?"

"Menurutmu aku akan berjualan baju disini?" tanya Dianna ketus, tangannya maraih satu gelas sloki yang sudah terisi whisky.

Jatuh dalam Pelukan Kakak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang