10. Nyelekit Omongannya

64 50 0
                                    

Diana menginap di kosanku, tapi dia masih belum mau bercerita apa yang membuatnya menangis. Jadi, aku memutuskan untuk tidur di sampingnya, berharap bahwa kehadiranku bisa memberinya sedikit kenyamanan.

Namun, tidurku terganggu oleh suara tangis Diana. Aku terbangun dari tidurku dan menengok ke arahnya. Saat aku melihatnya, ternyata ini sudah jam dua subuh, dan Diana sedang dalam posisi sujud, sedang melaksanakan sholat tahajut.

Aku terdiam sejenak, terkejut oleh kesaksian ini. Sejenak aku teringat akan Nadir, dan bagaimana Diana sempat berbicara tentangnya. "Kupikir Diana bohong padaku, kalau dia berdoa di sepertiga malamnya untuk Nadir," gumamku pelan, mencoba memahami makna dari apa yang sedang kulihat.

Aku tersadar bahwa Diana mungkin memiliki beban yang begitu berat di hatinya, sesuatu yang tidak dia ungkapkan kepada siapa pun. Dan melalui doanya di malam yang sunyi, dia mencari kekuatan dan cahaya dari Yang Maha Kuasa untuk menguatkan hatinya.

"Ya Allah, hamba ingin curhat. Hamba merasa sangat sedih. Hamba mengejar cinta seseorang yang begitu fokus mengejar cinta-Mu."

"Tolonglah cintai hamba, ya Allah, sehingga salah satu hamba-Mu yang mencintai-Mu bisa mencintai hamba ini. Bimbinglah hati dan langkah hamba agar selalu berada dalam keridhaan-Mu."

"Hanya Engkaulah yang mampu mengubah hati, Ya Allah. Hamba berserah kepada-Mu dalam segala urusan. Ampuni hamba atas segala kesalahan dan dosa, dan berilah hamba kekuatan untuk menjalani setiap ujian hidup. Amin."

Aku hanya diam dan pura-pura tertidur. Melihatnya yang sekarang, aku merasa dia telah berubah secara signifikan. Dulu, saat dia menghadapi masalah dalam percintaan, dia selalu curhat padaku. Namun sekarang, dia lebih sering curhat pada Allah. Cinta yang dia rasakan kali ini benar-benar membawanya ke dunia yang lebih indah.

"Aku kok jadi merasa orang paling berdosa ya, melihat Diana jadi suka sholat," pikirku dalam diam.

Aku merenung, memikirkan kehidupan spiritualku sendiri. Melihat perubahan dalam Diana membuatku menyadari betapa pentingnya hubungan dengan Sang Pencipta dalam menghadapi setiap ujian kehidupan.

"Carilah teman yang membawamu dalam kebaikan," senyumku.

Mengingat perjalanan dengan Diana, nyatanya baik yang dulu maupun sekarang, dia sama-sama memberiku banyak pahala. Dulu, aku sering kali harus menahan sabar dengan tingkah laku gilanya, namun sekarang aku mendapatkan pahala karena dia selalu mengajakku dalam hal kebaikan.

~~~

Aku dan Diana duduk bersama, di hadapan kami adalah dua piring nasi goreng yang baru saja aku siapkan. Aroma harum dan lezatnya nasi goreng itu tercium dari meja kami, menggugah selera di pagi yang cerah ini.

Diana terlihat sangat lahap saat memakan nasi goreng tersebut, sepertinya dia menikmati makanan yang aku buat dengan sepenuh hati.

"Aku mau belajar ngaji." Ucapan itu terlontar begitu saja dari mulut Diana, membuatku hampir saja tersedak dengan sepiring nasi goreng yang baru kumasukkan ke mulut.

Aku menelan ludah dengan susah payah, lalu meneguk minum untuk meredakan kejutan yang aku rasakan. 

 "Aku mau cerita alasannya, tapi kamu jangan ketawa," pintanya, wajahnya serius namun terlihat sedikit gugup.

"Iya, aku enggak akan ketawa. Aku janji," ucapku dengan serius, mencoba memberikan dukungan padanya. Aku ingin memberikan dia rasa nyaman untuk menceritakan apa pun yang ada di hatinya.

"Kemarin aku ketemu sama Nadir di masjid. Tunggu, jangan julid dulu..." pinta Diana dengan serius.

Aku merasa sedikit bersalah karena memang rencananya aku mau menjulidinya, tapi aku mendengarkannya dengan penuh perhatian.

Jodoh Dan JokesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang