Bagian 14

130K 2.3K 166
                                    

Kupandangi satu persatu wajah orang-orang yang kini tengah mengelilingiku. Aku sama sekali tidak mengenal mereka semua. "Ayo mrs, anda harus dibawa ke rumah sakit sekarang."

Ia. Laki-laki yang bertubuh tegap tersebut berusaha untuk menggengdongku ala bridal style. Ia melarikanku keluar dari restoran ini. Yaa aku berusaha untuk menemui Ashley di restoran China. Tetapi tanggapan Ashley sama sekali tidak pernah kuduga. Laki-laki ini mengemudikan mobilnya dengan cepat. Sial, tubuhku semakin lemas.

"Mrs.. Kumohon bertahanlah. Sebentar lagi kita sampai." aku hanya memandangi wajahnya yang tengah panik. Kenapa ia bisa sepanik ini? Aku bahkan belum menghubungi siapa pun. Aneh.

"Sayang, kumohon bertahanlah." suara siapa itu? Shawn? Atau.... Tidak. Ini Shawn.

"Shawnnnnnnn." kutegakkan tubuhku yang tengah terbaring diranjang rumah sakit untuk memeluk Shawn. Kumohon selamatkan bayiku Tuhan. Pelukanku mengerat ditubuh tegap Shawn. Air mataku tidak mau berhenti mengalir, sial.

"Tenang, baby. Kalian baik-baik saja. Bayi kita kuat." bisik Shawn di telingaku. Tubuhku semakin bergetar. Terimakasih Tuhan.

Shawn mengusap air mataku dengan lembut. Diciumnya kedua kelopak mataku. "Bayi kita bayi yang kuat, sayang. Tidak akan terjadi apa-apa dengan kalian."

Kudengar keributan diluar ruang rawat inapku. Aku memandang Shawn dengan wajah 'apa yang sedang terjadi disana?'

Shawn hanya mengedikkan bahunya pertanda ia tidak tahu. Kusuruh ia melihat kondisi diluar sana. Aku takut jika itu adalah Ashley. Aku hanya belum siap menemuinya kembali. Sabar.

Suara diluar sana semakin riuh. Sungguh aku penasaran ada apa disana. Tetapi kondisiku kini tidak memungkinkan untuk turun dari ranjang. Shawn pasti akan mengomeliku.

Shawn masuk kembali keruang ini. Kulihat disudut bibirnya terdapat darah. Oh, ada apa lagi ini. Tidak bisakah aku tenang barang satu menit pun?

"Big papa ada apa dengan wajahmu? Kau berkelahi?." Shawn melirikku seraya tersenyum. Ia malah mengelus rambutku halus. Mencoba untuk menenangkanku. Ia seolah berkata bahwa ia baik-baik saja. Tetapi nyatanya ia tidak baik-baik saja.

"Tidak. Dimana kotak P3K nya? Susterrrrrrrrr!!." Shawn mencoba menarik pergelangan tanganku yang tengah mencoba untuk mencabut selang infusku. Ia menggelengkan wajahnya.

"Aku akan membersihkannya dikamar mandi. Kau tenanglah, sayang. Ini hanya luka ringan." Aku bahkan tidak bisa percaya bahwa itu adalah luka ringan saat tadi aku mencoba untuk memegangnya. Ia mengecup bibirku lama. Kumohon jangan menetes.

"Tunggu disini. Aku akan ke kamar mandi. Dan jangan melakukan tindakan yang bisa mengancam keselamatanmu dan bayi kita. Aku mencintaimu."

"Aku juga..... Mencintaimu."

Kulirik jam dinding di ruang ini. Sudah sepuluh menit berlalu semenjak Shawn pergi ke kamar mandi. Mengapa ia lama sekali. Dan kenapa ia tidak pergi ke kamar mandi di ruanganku ini?

Pintu terbuka. Oh, akhirnyaaaa Shawn..... Tidak. Itu Justin.

"Hei darlin'. "

"A a apaa yang kau lakukan disini?." Sial kemana perginya suaraku ini?

"Tentu saja melihat keadaan calon istriku dan bayiku." Tarik napas, buang. Senyuman dibibirnya membuatku takut. Tidak bisakah ia membiarkanku bernapas dengan tenang sebentar saja? Sial, Justin Jerk McAliste.

"Hmmm... Kemana suamimu itu? Apakah ia tidak peduli dengan istri cantiknya ini?.". Kumohon jangan mendekat. Kini ia mendudukkan tubuhnya di kursi yang tadi diduduki oleh Shawn. Tangannya mencoba untuk menggenggam telapak tanganku. Genggamannya erat dan hangat.

"Siapa yang melakukan ini?." Ia mulai berbicara dengan nada yang lembut. Seperti biasa. "Aku tidak akan memberitahukan kepadamu.". Tentu saja tidak. Rumah tangga mereka kini terancam. Dan aku tidak mau niat yang awalnya ingin mempersatukan mereka kembali malah akan memisahkan mereka selamanya.

Kurasa aku bisa membuatnya terdiam. Dan kumohon Shawn, jangan kembali dulu. Aku tidak ingin saat mereka bertemu, Justin akan memberitahukan rahasia kami berdua.

"Bahkan aku tetap bisa mengetahui siapa orang yang sudah mengancam keselamatan kalian tanpa kau beritahu.". Apaaa??!! Tidak. Jangan.

"Itu Ashley, kan?.". Sial. Aku hanya bisa diam. Aku tidak ingin membuatnya marah. Aku hanya berani meliriknya yang kini tengah menatapku tajam. Dan tatapannya seolah menyuruhku untuk mengatakan hal jujur kepadanya.

"Baiklah... Itu memang Ashley. Tapiii... Kumohon, jangan memarahinya.". Kutatap Justin dengan wajah sedih. Ini bukan rekayasa. Sungguh. Aku sangat ingin agar rumah tangga Justin kembali seperti semula.

"Aku tidak bisa untuk tidak marah kepadanya, darlin' . Apa yang telah dilakukan oleh Ashley itu sengaja dan membahayakan keselamatan kalian.". Genggaman tangannya kian mengerat. Menyebarkan perasaan hangat ke tubuhku. Ibu jarinya pun ikut mengusap permukaan telapak tanganku. Nyaman. 

"Tapi jangan sampai melakukan kekerasan kepadanya."

"Apa yang tengah kau pikirkan ini? Ia sudah mencoba untuk melukai kalian. Aku sangat bersyukur bahwa bayi kita baik-baik saja.". Bukannya apa-apa Justin, hanya saja kalian harus kembali lagi. Lupakan apa yang sudah terjadi dengan kita.

"Kumohon jangan menjauh dariku, darlin'. Bayi ini membutuhkanku.". Telapak tangannya yang besar mengelus perutku yang kini mulai terlihat membuncit. Astaga perasaan apa ini? Aku sangat merasakan nyaman dengan sentuhannya.

"Puji Tuhan, baby. Kau adalah bayi kuat milik ayah. Terimakasih karena sudah hadir, kau membuat ayah dan ibu mu semakin dekat. Kau jagoan ayah.". Bahkan Justin mengakhiri sesi obrolannya dengan bayi ini dengan mengecup lembut perutku. Jangan keluar air mata bodoh.

"Jangan menangis. Aku juga menyayangimu.". Justin mencium bibirku. Gerakan bibirnya lembut. Bahkan aku tidak bisa menolak untuk membalasnya. Betapa tulusnya ia menyayangi bayi ini. Bahkan sifatnya pun berubah. Aku semakin bingung dengan perasaan ini

"Kenapa kau melakukan ini kepadaku?." aku terisak pelan. Jangan membuatku bimbang, Justin. Kau bahkan membuatku untuk mengurungkan niatku agar membuat rumah tangga kalian rujuk kembali. 

"Aku memintanya sekali lagi, darlin'. Menikahlah denganku. Aku akan membahagiakan kalian berdua dengan kasih sayang ku. Kumohon.
******************
Jangan bully sayaaa. Vomment nya jangan lupa.

Ehemm curhat sedikit yaa. Jadi aku baru buka inbox. Dan aku baca ada salah satu pesan *ga aku sebutin yaa namanya*

Gini. Dia itu selalu ngejelek-jelekin cerita aku. Aku tahu setiap author itu harus bisa nerima komentar apapun dr readernya. Tp ini tuh udah keterlaluan bgt :( Apa dia pikir bikin cerita itu gampang? Tai bgt! Aku harus mikirin tokoh, watak, alur, kerangka, ending pun udah aku pikirin nanti gimana. Dan gamungkin jg aku merubah semua cerita aku hanya untuk memuaskan dia! Enggak. Aku masih labil. Dan aku jg masih baru banget di wattpad ini. Jadi, mohon pengertiannya untuk semuanya. Terimakasih.

AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang