Bagian 22

37.3K 547 111
                                    

Nathalie baru saja pulang dari kepergiannya menemui Justin. Alangkah baiknya jika ia menelpon Shawn untuk memastikan bahwa pria tersebut masih di rumah. Ia khawatir dengan keadaan Shawn yang melemah. Shawn mengontrol proyek besarnya dari rumah Dan hal tersebut menambah kekhawatiran Nathalie.

Seharusnya di masa kritis ini, Shawn beristirahat total dan tidak memikirkan secuil pun tentang masalah kantor. Tetapi hal tersebut sungguhlah tidak mungkin, mengingat posisi Shawn di kantor cukup strategis.

Nathalie mencoba menelpon Shawn beberapa kali. Entah pada deringan berapa Shawn mengangkatnya.

"Hai, sayang. Ada apa menelpon? Apa sudah selesai?" aneh. Biasanya Shawn tidak seperti ini. Dan suaranya terdengar halus seperti biasanya. Bukannya apa-apa, tetapi Shawn masih sakit. Nathalie meninggalkannya di rumah dalam kondisi lemah dan suaranya serak.

"Mmm apa kau dirumah? Aku ingin mengunjungi Jimmy terlebih dahulu. Apa big papa tidak apa-apa?" entah kenapa dadanya berdegup dengan cepatnya. Ia khawatir. Sedang di mana sebenarnya Shawn. Apa ia tetap berdiam saja di rumah dan mengerjakan proyeknya atau apa.

"Oh mm yaa. Aku di rumah. Tentu saja tak apa, sayang. Aku baik" baiklah. Shawn dirumah. Shawn tidak pernah berbohong. Ugh, seperti dipukul Nathalie meringis. Ya, ia lah yang berbohong kepada Shawn, suaminya sendiri. Sial.

"Baiklah. Sampai nanti, big papa"

Ya, sekarang aku harus memesan mobil menggunakan aplikasi. Tujuanku sekarang memanglah akan ke apartemen Jimmy. Siang tadi saat aku masih bersama  Justin, Jimmy mengirimiku pesan bahwa ia akan menyiapkan makanan favoritku, yakni burittos. Terhitung sudah lama aku tidak memakan burittos dan aku ingin agar baby juga merasakan sedikit kepedasan burittos.

*********

"Are you okay, sist?" Sial. Aku terkejut ketika Jimmy memegang pundakku. Tidak ada yang bisa aku salahkan kecuali diriku sendiri. Aku terlalu memikirkan keadaan Shawn. Ini benar-benar aneh.

"Ah.. aku baik-baik saja. Hanya sedikit memikirkan tentang pekerjaan" Jimmy duduk di depanku. Ia terlihat sedikit emosi. Entah lah, kenapa semua orang akhir-akhir ini menjadi aneh.

"Shawn sudah menyuruhmu untuk berhenti dari pekerjaan ini, kak. Kenapa kau masih saja bertahan?" kaget. Tentu saja. Aku tidak berharap akan mendapatkan pertanyaan seperti ini dari adikku sendiri. Dan jadikan itu double ketika Jimmy menatapku penuh dengan tanda tanya. Aku harus apa?

"Pikirkan juga bayimu. Aku tidak ingin kalian berdua kelelahan" syukurlah. Ia tidak melanjutkan pertanyaan detektifnya itu. "Makanlah" ia memberiku 2 gulung buritto.

"Terima kasih" dengan gigitan besar aku memakan buritto buatan Jimmy. Tidak diragukan lagi, Jimmy adalah salah satu pemasak handal yang pernah aku ketahui. Sedari kecil ia senang membantu ibu di dapur. Lihatlah hasilnya. Ia tumbuh menjadi laki-laki mandiri.

"Shawn akan menjemputmu, kan?" Hah. Tunggu. "Ia baru saja memberitahuku" sepertinya aku harus hati-hati. Siapa tahu mereka berdua membuat aliansi. Jika saja mulutku terlalu enteng membicarakan tentang Justin pasti mereka akan curiga. Lagi pula untuk apa aku menceritakan tentang Justin ke Jimmy? Gila saja.

"Aku ingin di sini lebih lama lagi" aku bergumam sambil mengunyah buritto. Aku masi belum ingin bertemu dengan Shawn. Jujur saja, aku sedikit takut.

"Tidak. Kau harus segera istirahat di rumah"
"Ta.."
"Tidak ada bantahan" baiklah. Sepertinya aku memang harus pulang lebih cepat hari ini. Kurasakan ponselku bergetar. Ada panggilan masuk dari Shawn. Apa Jimmy memaksaku pulang cepat karena Shawn? Aku tahu ia sedang tidak baik-baik saja ketika aku tinggalkan tadi pagi, tapi Shawn jarang menghubungiku ketika aku sedang berada di tempat Jimmy. Ia lebih memilih langsung datang ke sini daripada harus menghubungiku terlebih dahulu.

"Bersiaplah"

"Kau tidak harus menjemputku, big papa. Aku bisa pulang sendiri, kau masih sakit" tentu saja aku khawatir. Istri paling durhaka yang ada di muka bumi khawatir terhadap suaminya. Cih, rasanya aku ingin menenggelamkan diriku sendiri ke dasar bumi.

"Tidak apa. Aku sudah sehat. Aku sudah di jalan. Tunggu aku"

Suaranya terdengar normal, nadanya juga. Dia tidak terlihat sedang sakit. Apa dia benar-benar sudah sehat? Hentikan pemikiran bodohmu, Nath. Shawn sudah terlalu banyak berkorban untukmu.

"Aku sudah selesai" aku berteriak kepada Jimmy yang sedang mencuci piring. "Letakkan piringnya di sini, sist"

"Kau masih berani menyuruh kakakmu yang sedang hamil ini? Dasar adik tidak berperasaan"

Jimmy tertawa. "Ayolah, kau itu hanya hamil bukan lumpuh" sial. Baru kali ini dia berani.

"Akan aku pukul mulut nakalmu itu" tiba-tiba dia berlari ke arahku dan mencium pipiku. "Bercanda" apa-apaan bocah ini. Apakah para lelaki muda memiliki selera humor seperti ini?

"Apa kau akan pergi?" Aku menoleh ke arah Jimmy dan mengangguk. "Shawn bilang tadi sudah di jalan dan aku pikir 10 menit lagi ia akan sampai" aku berdiri dan membenahi pakaianku. Rok ku sedikit lusuh karena terlalu sering duduk seharian ini.

Ketika aku meraih knop pintu tiba-tiba Jimmy berseru "Hati-hati di jalan dan jaga hatimu, sist" deg. Apa-apaan ini? Aku menoleh ke arahnya dan ia hanya tersenyum manis seraya melambaikan tangannya kepadaku.

*******

Seorang laki-laki duduk dalam diam. Ia memainkan jarinya di mulut gelas. Mencoba mengaduk minuman yang ada di dalamnya. Hari ini cukup melelahkan baginya. Tidak secara fisik, tetapi batin. Banyak hal yang sedang ia pikirkan. Hingga ia tidak sadar ada seseorang yang duduk di sampingnya.

"Apa sudah lama menunggu?"

Di sampingnya kini ada perempuan berparas cantik dengan bibir merah. Tangan kanannya sibuk memilin rambut panjangnya. Kalau dilihat, ia nampak hebat malam ini. Gaun dan lipstick merah adalah perpaduan yang pas.

"Tidak. Bisa kita langsung saja ke intinya?"

"Tentu saja, McAliste" wanita itu tersenyum. Ia memesan satu gelas minuman ke bartender.

"Jadi, apa yang harus aku lakukan?" sangat straight to the point. Justin pikir ia akan sedikit berbasa-basi tetapi melihat wanita di sampingnya maka hal itu tidak akan terjadi.

"Kau tentu sudah tahu tentang wanita itu, kan?" Justin masih saja bermain dengan gelasnya. Entah lah, pikirannya melayang ke mana. Ia hanya ingin menyelesaikan ini dengan cepat.

"Tentu"

Justin mengeluarkan satu lembar foto dari saku jasnya dan menaruhnga ke meja. "Aku ingin kau mulai dari sini"

⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️

halo😁 kalian apa kabar? ternyata udah lama banget yaa? hehe 4 tahun🥺 banget udah gantungin kalian selama itu.. aku kembali lagi yeay🥳 semoga respon kalian masih bagus yaaa aku tunggu vote + comment nya xixi

SEKALI LAGI AKU TEKANKAN CERITA INI MEMUAT ADEGAN DEWASA JADI BIJAKLAH. BUAT YANG NGUNGKIT2 KENAPA KARAKTERNYA GA ADA YANG BENER PLS DI SETIAP CERITA ITU ADA YANG NAMANYA CHARACTER DEVELOPMENT. BOOK INI BELUM TAMAT, JAUH DARI KATA TAMAT MALAH. JADI JANGAN MENILAI TERLALU CEPAT, OKAY? WASPADALAH HAHAHA. SALAM❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang