"Aku lelah sekali Justin"
"Baik. Istirahatlah. Aku akan menjaga kalian disini". Kurasakan dekapan hangat lengan Justin di pinggangku. Telapak tangannya yang besar mengelus lembut perutku seraya bernyanyi. Suaranya lumayan.
"Maafkan aku". Entahlah kenapa aku selalu merasa bersalah setiap berhubungan dengan Justin. Aku masih mengingat Shawn. Sungguh aku tidak menginginkan hal ini terjadi. Tetapi mau dikata apa, perasaanku selalu berbeda tiap kali bertemu dengannya. Seperti bayi didalam kandunganku ini menginginkan Justin terus bersamanya. Apa mungkin ini anak Justin? Jika iya, bagaimana cara aku mengatakannya kepada Shawn? Habislah kau Nathalie.
"Untuk apa? Kau tidak bersalah, darlin'".
"Aku merasa bersalah kepada Shawn dan Ashley. Tetapi aku senang dan bahagia saat bersamamu. Apa aku salah?". Aku rasa akan sangat egois apabila aku menginginkan Shawn dan Justin hanya untukku seorang. Aku juga harus memikirkan perasaan Ashley.
"Aku tahu. Kau tidak perlu memikirkan Ashley. Ini adalah karma dari Tuhan untuknya".
"Karma? Apa yang sudah dilakukan Ashley? Apa ia menyakitimu?". Tidak mungkin Ashley menyakiti Justin. Ia terlihat seperti wanita baik-baik.
"Ya. Ia telah berselingkuh dariku dan hamil". Sial. Itu sangat persis dengan posisiku saat ini. Apa suatu saat Shawn akan melakukan hal yang sama dengan apa yang sudah dilakukan oleh Justin? Kumohon, tidak.
"Aku takut akan mendapatkan karmaku". Ini sangat membuatku khawatir. Bagaimana jika Shawn jatuh hati dengan pegawainya dikantor? Bagaiamana jika. Banyak hal yang kini tengah aku pikirkan.
"Tenanglah. Sebentar lagi aku dan Ashley akan resmi bercerai. Kau ingin bercerai dari Shawn?". Tidak. Maksutku belum. Bukankah akan lebih baik jika aku hidup bersama anakku saja. Aku akan membiarkan anakku memanggil Shawn dan Justin dengan sebutan paman.
"Entahlah Justin. Kepalaku pening memikirkannya. Bisakah kita tidur saja? Aku lelah". Kutatap Justin dengan tatapan lelahku.
"Baiklah".
Kurasakan perasaan menggelitik di dahiku. Kucoba untuk mengumpulkan kesadaranku. Ternyata Shawn sedang bermain dengan anakan rambutku. Kulihat ia tersenyum memandangku. Seketika tubuhku menegang ditempat. Justin! Bukankah tadi ia menemaniku tidur? Kemana ia? Apa Shawn mengetahui jika Justin kemari?
"Tadi suster mengatakan jika bos mu hari ini berkunjung". Sial sial sial. Jangan sampai ia tahu apa yang sudah dilakukan Justin kepadaku.
"Iya". Aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku takut.
"Aku heran kenapa ia sering datang kemari. Apa ada sesuatu?".
"Tadi aku merasa mual dan pening. Dan aku juga ingin seseorang agar mengelus perutku. Karena saat itu Justin sedang tidak ada kerjaan". Baik. Bagus. Kudengar Shawn menghela napasnya. Tangannya mengelus lembut perutku.
"Kau bisa menghubungiku, sayang. Tidak perlu merepotkan bos mu". Aku tidak merepotkannya, Shawn. Justru ia dengan senang hati datang kemari.
"Maaf. Jadi, kapan aku bisa pulang?". Kutatap Shawn dengan wajah yang berseri-seri. Ia tersenyum melihat raut wajahku. Aku ingin cepat pulang. Makanan disini tidak enak.
"Besok. Aku akan mengemasi barang-barangmu dulu. Tidurlah". Aku disuruh tidur lagi. Aku akan bertambah gemuk apabila tidur terus-menerus.
"Tadi aku sudah tidur, Shawn. Aku akan bertambah gemuk apabila tidur terus menerus". Shawn hanya tersenyum. Apa? Jadi ia suka jika aku bertambah gemuk? Dasar.
"Kau tahu, sayang. Wanita berisi lebih nyaman saat dipeluk daripada wanita bertubuh kurus".
"Kau bohong".
"Tidak".
"Bohong".
"Tidak, sayang".
"Iya, kau bohong".
"Baik-baik iya. Aku berbohong".
"Benar kan. Kau bohong!". Ia hanya menghela napasnya kasar. Entahlah, aku lebih suka berdebat dengannya hanya karena masalah sepele. Sungguh kekanak-kanakan.
"Dasar ibu hamil manja". Pun ia mencubit hidungku gemas. Sakit.
"Shawn, sakit".
"Apa? Mana yang sakit, sayang?". Dasar tidak peka. Apa ia tidak sadar jika baru saja mencubit hidungku hingga memerah?
"Hidungku".
"Oh, maaf. Aku tidak tahu". Ia menjawab dengan cengiran.
"Sudahlah, lupakan". Aku lelah berdebat dengan Shawn. Ia menyebalkan.
*******
"Apa? Bagaimana bisa?". Samar-samar aku mendengar teriakan Shawn. Dengan siapa ia berbicara?
"Tidak. Ia sedang tidur pulas". Shawn mendekat kearahku. Pun aku langsung bergaya tidur kembali. Kurasakan ia membelai rambutku lembut. Kurasakan telapak tangannya berkeringat. Ini sungguh tidak biasa. Ada apa dengannya?
"Ak..aku tidak tahu harus berbuat apa". Sial. Dengan siapa ia berbicara. Dan kenapa perasaanku menjadi seperti ini?. Kudengar ia menghembuskan napasnya kasar. Kentara sekali jika ia sedang frustasi.
"Apa benar?.. Yaa tadi aku meninggalkannya sendirian, aku harus bekerja". Tidak. Ini adalah kejadian yang sangat buruk. Kumohon, jangan biarkan Shawn tahu terlebih dahulu. Aku belum siap. Pasti aku akan menceritakan hal yang terjadi sebenarnya. Entah itu kapan.
*****
Hellooooo. Iyaa tahu ini pendek bgt dan garing gt wkwk. Ayo yg silent readers tunjukin diri kalian dong. Jangan lupa vomment nya yaaa. Woooowwwww thxxx u so much for ma lovely readers, AFFAIR udah 1,11 M can't believe it . Stay tune yaaa guys. Oiya, yg minat untuk buatin covernya AFFAIR monggo silahkan inbox atau mention ajaa yaa for further information, aku bakalan kasih "sesuatu" buat yg hasil covernya bagus dan terpilih☺. Karena aku rasa cover AFFAIR perlu diperbaharui dan aku gabisa edit² an gt hehe. Ditunggu antusiasme kalian yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIR
Romance⚠️⚠️MATURE CONTENT⚠️⚠️ Sekali lagi aku tekankan cerita ini memuat adegan dewasa, bagi pembaca yang anti 🔞 bisa skip aja okay xixi jadi lah pembaca yang bijak☺️ Kisah cinta terlarang antara sang sekretaris baru dengan CEO nya di kantor. Dimana fanta...